Image default
Berita Utama Politik & Pemerintahan

Kenapa Industri Butuh Garam Impor?

Jakarta – Industri aneka pangan atau makanan dan minuman di Indonesia masih memerlukan impor garam. Kebutuhan industri aneka pangan sendiri yakni mencapai 567.000 ton garam industri per tahun.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan, industri aneka pangan ini punya peran besar dalam perekonomian Indonesia. Sehingga, kebutuhan bahan baku produksinya perlu dipenuhi.

“Industri makanan dan minuman ini punya PDB (produk domestik bruto) yang cukup besar dan ekspor cukup besar. Sehingga, butuh banyak”, tutur Abdul usai menghadiri rapat koordinasi realisasi impor garam di semester I-2019, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta. Selasa (20/8/2019)

Pasalnya, Abdul mengatakan, industri aneka pangan memiliki kualitas garam dengan spesifikasi tertentu.

“Yang jelas dari perindustrian membutuhkan garam dengan spesifikasi tertentu. Spesifikasinya seperti di makanan dan minuman ada standar kandungan magnesium, kalsium, saya nggak hafal”, papar dia.

Perlu diketahui, spesifikasi garam yang dapat digunakan untuk industri yakni kadarnya NaCl-nya di atas 97%, dan kadar airnya kurang dari 0,5%. Sedangkan garam rakyat kadar NaCl-nya kurang dari 94%, dan kadar airnya sekitar 5%.


Menurut Sekretaris Umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara, spesifikasi garam lokal belum memenuhi kebutuhan garam industri.

“Garam industri itu NaCl di atas 97%, kadar air maksimum 0,5%, belum nanti magnesiumnya. Kalau garam lokal masih tinggi kadar airnya, di atas 1%”, ujar Cucu.

Lalu, Abdul mengatakan garam rakyat sendiri akan diserap industri sebanyak 1,1 juta ton di tahun ini. Nantinya, garam tersebut akan digunakan untuk konsumsi masyarakat dan bisa saja digunakan untuk industri makanan dan minuman. Namun, jika mau digunakan untuk industri makanan minuman masih ada prosesnya terlebih dahulu.

“(Garam rakyat) bisa untuk industri makanan dan minuman, bisa konsumsi langsung. Untuk industri makanan minuman harus diproses terlebih dahulu”, tandas Abdul.

Bagaimana Nasib Produksi Garam Lokal?
Hingga saat ini Indonesia masih perlu mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan industri yakni 2,7 juta ton garam per tahun. Sehingga, garam produksi petani dalam negeri belum diserap untuk kebutuhan industri, hanya kebutuhan rumah tangga.

Bagaimana nasib garam produksi dalam negeri?
Menurut Sekretaris Umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara, industri pengguna garam tak ada masalah menggunakan garam produksi RI apabila memenuhi klasifikasi garam industri yang dibutuhkan.

“Nggak ada masalah (kalau memenuhi kriteria garam industri). Kita kan melihat faktor kualitas, standar-standar kualitas. Tinggal sekarang mau nggak aneka pangan, Indofood, Unilever memakainya?”, tutur Cucu usai menghadiri rapat koordinasi realisasi impor garam di semester I-2019, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta. Selasa (20/8/2019)

Perlu diketahui, kriteria garam yang dapat digunakan untuk industri yakni kadarnya NaCl-nya di atas 97%, dan kadar airnya kurang dari 0,5%. Sedangkan garam rakyat kadar NaCl-nya kurang dari 94%, dan kadar airnya sekitar 5%.

Namun, Cucu menurutkan kembali lagi ke masalah harga. Garam produksi petani dalam negeri harus bisa bersaing. Menurutnya, garam impor berpotensi mematok harga yang lebih rendah. Begitu pun dengan makanan dan minuman yang akan berpotensi harganya meningkat dengan biaya produksi yang meningkat jika harga bahan baku lebih mahal.

“Daya saing industri kita bilangnya. Sekarang mereka orang-orang luar, China, masuk ke sini, bahkan makanan dan minuman juga banyak impor. Kita akan kalah, jadi negara importir”, imbuh dia.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka Cucu menyarankan produksi garam Indonesia bisa dilakukan dengan cara industri atau skala lebih besar, tidak hanya dikelola rakyat. Pasalnya, dengan lahan produksi garam 26.000 hektare (Ha), hasil penyerapannya masih minim.

“Harus industri. Luas lahannya, kan kita mah dikelola oleh rakyat. Oleh istilah petani padat karya, tradisional, lahannya kecil. Yang lahannya 26.000 hektar bukan hasil garamnya, dari saluran semua, peta garamnya berapa. Jadi kalau mau tentunya harus industri, kalau mau ya”, pungkasnya.

1,5 Juta Ton Garam Impor Banjiri RI
Pada akhir tahun 2018, pemerintah telah mengeluarkan izin impor garam untuk industri sebanyak 2,7 juta ton yang akan direalisasi selama tahun 2019. Hingga semester I-2019, realisasinya sudah mencapai 1,5 juta ton.


“Sudah 1,5 juta ton per 15 Agustus realisasinya. Tahun ini tetap alokasi impornya 2,7 juta ton,” tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana usai menghadiri rapat koordinasi realisasi impor garam di semester I-2019, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Artinya, dari kuota tersebut masih ada sekitar 1,1 juta ton garam impor untuk industri yang belum direalisasi. Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menjelaskan, garam impor ini nantinya akan digunakan untuk industri aneka pangan, industri chlor alkali plant (CAP), industri kimia, industri kertas, dan sebagainya.

“Dari 2,7 juta ton itu, realisasi baru 1,5 juta ton. Dari rekomendasi hasil rakor tahun lalu itu, semester pertama 2,7 juta ton. Baru terealisasi 1,543 juta ton, itu termasuk untuk aneka pangan dan industri lain termasuk CAP, industri kertas, dan industri kimia. Artinya masih banyak kekurangan, kurang lebih 1,1 juta ton yang belum diimpor,” terang Cucu.

Cucu mengatakan, dari 1,5 juta ton garam impor yang sudah terealisasi hanya ada sekitar 77.000 ton garam yang tersisa. Sehingga, pihaknya membutuhkan percepatan realisasi impor garam agar perusahaan-perusahaan tetap bisa berproduksi.

“Kurang lebih 77.000 ton lah (sisa stok garam industri) dari semua industri. Makanya perlu percepat realisasi karena ini berkaitan dengan kebutuhan bahan dasar, bahan baku untuk industri,” papar Cucu.

Namun, Cucu menegaskan bahwa pihak-pihak industri tidak meminta tambahan kuota impor dari 2,7 juta ton yang sudah ditetapkan. Pihaknya hanya menginginkan agar sisa kuota 1,1 juta ton garam dapat segera diimpor. Ia menyebutkan, ada beberapa perusahaan yang terpaksa berhenti produksi dan merumahkan karyawannya karena habis bahan bakunya.

“Tidak ada, kita tidak minta tambahan tapi kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan. Karena ini kebutuhan sangat mendesak. Ada perusahaan-perusahaan pemasok anggota makanan dan minuman yang sekarang sudah merumahkan karyawannya, stop produksi, karena sudah habis bahan baku,” pungkas Cucu.
(ddc/df/vl/dna)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Lanjutan Sidang Waris Bahder: Majeleis Hakim Tolak Replik tergugat-1 Maupun Para Turut tergugat Lainnya

Penulis Kontroversi

Kebhinekaan Kunci Menangkal Radikalisme

Penulis Kontroversi

Risma Presiden UCLG ASPAC 2018-2020

Penulis Kontroversi

Leave a Comment