Image default
  • Home
  • Berita Utama
  • Catatan Akhir Tahun: Kata Siapa Pemerintah Gagal ? (Catatan dari 2007, hingga 2021)
Berita Utama

Catatan Akhir Tahun: Kata Siapa Pemerintah Gagal ? (Catatan dari 2007, hingga 2021)

Banyak pihak, terutama pengamat politik negeri ini berpendapat akan gagalnya kinerja pemerintah dalam menjalankan negara di tahun 2011 yang lalu. Mereka menyebutkan kegagalan-kegagalan pemerintah di berbagai bidang seperti perekonomian, pendidikan, kesehatan, hukum, sosial, maupun bidang politik.

Namun jika kita cermati bersama, pendapat para pengamat politik tersebut kuranglah tepat. Karena pada faktanya, pemerintah telah berhasil menjalankan roda pemerintahan sebagaimana sistem dan ideologi yang menjadi landasannya, yakni ideologi (jika bisa dikatakan sebagai ideologi) pancasila yang ditungganggi ideologi kapitalisme.

Sehingga saat ini yang muncul dan lebih dominan adalah penerapan sistem kapitalisme.

Dalam sistem kapitalisme, peran pemerintah hanyalah sebagai fasilitator bagi sarana prasarana yang dibutuhkan rakyat untuk memenuhi hajat hidupnya.

Dan dalam ideologi ini, aspek produksi merupakan permasalahan utama bagi perekonomian, sehingga upaya untuk meningkatkan perekonomian suatu negara adalah dengan jalan meningkatkan produksinya.

Dilihat dari sana, maka pemerintah negeri ini telah berhasil untuk akhirnya menjalankan pemerintahan sesuai ideologinya. Dimana pemerintah telah berhasil memfasilitasi kebutuhan rakyat dengan jalan produksi.

Dalam pendidikan, pemerintah telah banyak melegalkan sekolah-sekolah atau universitas-universitas. Dalam kesehatan, pemerintah telah banyak mendirikan rumah sakit baik yang bekerjasama dengan swasta atau tidak.

Dalam masalah transportasi, pemerintah telah membolehkan masuknya produsen-produsen kendaraan untuk berjualan di nusantara. Dalam masalah pangan, pemerintah telah mengimpor beribu-ribu ton beras dari negeri tetangga.

Dalam masalah papan (perumahan), pemerintah telah membolehkan para kontraktor-kontraktor atau para pengembang properti baik lokal atau asing untuk menjajakan produknya di negeri ini. Jadi, menganggap pemerintah gagal menjalankan negara ini adalah kurang tepat.

Yang tepat adalah, pemerintah tidak bisa mensejahterakan rakyatnya akibat sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

Oleh karena itu, yang seharusnya menjadi bahan pembicaraan yang dikemukakan oleh para pengamat politik negeri ini adalah sistem yang menghantarkan kegagalan negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Tidak hanya berkutat pada masalah teknis.

Disini, kita semua tahu jika sistem kapitalismelah yang akhirnya menjadi penyebab utama kesenjangan di dalam masyarakat. Sehingga dalam merumuskan solusi pun, maka pergantian sistem haruslah menjadi pembicaraan utama.

Dan jelas, sistem yang mampu menggantikan bobroknya sistem kapitalisme hanyalah sistem Islam. Dalam Islam, pemerintah berperan sebagai pengurus semua urusan rakyatnya. Dalam Islam pun, yang menajdi permasalahan utama perekonomian bukanlah produksi, namun distribusi.

Sehingga pemerintah akan berusaha bagaimana akhirnya semua kebutuhan rakyatnya bisa terpenuhi. Inilah salah satu aspek bagaimana sistem Islam bisa mensejahterakan rakyatnya.

Namun, sistem Islam ini hanya bisa diterapkan oleh sebuah institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh), yakni negara khilafah. Karena bagaimana pun, sebuah sistem memiliki komponen-komponen yang saling terkait satu sama lain.

Percuma jika menerapkan sistem ekonomi Islam namun tetap menggunakan sistem politik kapitalistik. Tidak seperti gado-gado ala Pancasila saat ini, yang terbukti tidak memberikan kesejahteraan rakyat di seluruh kalangan.

 

Dua agenda utama yaitu menciptakan Indonesia yang aman dan menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

Beberapa Fraksi Menilai Pemerintah Gagal Sejahterakan Rakyat per 28 Desember 2007

Sejumlah Fraksi besar di DPR menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla gagal menjalankan pemerintahan yang berpihak pada rakyat.

“Nilai rata-rata pemerintahan SBY-JK 5,5,” kata Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera Mahfud Sidiq dalam refleksi akhir tahun di Gedung DPR, Jumat (28/12/2007)

Ketidakberpihakan pemerintah pada rakyat, kata dia, terlihat dari kegagalan pemerintah mengurangi jumlah orang miskin dan penganggur. Saat ini setidaknya 37 juta orang Indonesia masih hidup dalam kemiskinan dan 9 persen dari jumlah penduduk menganggur.

Selain itu, kata dia, “Ada 199 kabupaten yang statusnya masih tertinggal dan 3000 desa masih berstatus tertinggal,” katanya.

Padahal, ia menambahkan, pengurangan orang miskin dan penganggur masuk dalam tiga program utama pemerintah. Dua agenda utama lainnya yaitu menciptakan Indonesia yang aman dan menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis.

“Kami memberi nilai ‘D’ untuk program peningkatan kesejahteraan rakyat,” katanya.

Program lainnya, yakni menciptakan Indonesia aman mendapat nilai B. Adapun program menciptakan Indonesia adil dan demokratis mendapat nilai C.

Kegagalan pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat, lanjutnya, membuat tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah terus menurun setiap tahun.Ia menyebut hasil survey Indo Barometer yang menyebutkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden hanya 55,6 persen. Padahal ketika dilantik, tingkat kepuasan masyarakat mencapai 80 persen.

“Penurunan ini jadi tren sejak empat tahun terakhir”, katanya.

Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa Effendy Choirie. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, kata dia, mencerminkan kegagalan pemerintah.

“Semua penilaian masyarakat bilang pemerintah SBY gagal,” katanya.

Sementara Ketua Fraksi BPD Jamaludin Karim menilai kegagalan pemerintah mengurangi jumlah orang miskin dan pengangguran karena sistem politik agngaran yang diterapkan pemerintah tidak berpihak pada rakyat.

“APBN meningkat setiap tahun tapi tidak ada korelasi yang kuat dengan penurunan jumlah orang miskin dan penganggur,” katanya.

Kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat juga dinilai menjadi sebab tidak berkurangnya jumlah orang miskin dan penganggur.

“Pertumbuhan ekonomi memang tinggi, tapi pendapatan perkapita masyarakat tetap kecil,” katanya.

Sebelumnya, Fraksi Amanat Nasional juga menilai kegagalan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla meningkatkan kesejahteraan rakyat karena kebijakan ekonomi yang ditetapkan pemerintah terlalu perpihak pada investor dan kreditor asing.

“Kebijakan hanya menguntungkan korporasi besar,” kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Kebijakan pemerintah yang berpihak pada korporasi besar dan investor asing, menurutnya, membuat sektor Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kalah bersaing dan akhirnya tepuruk. Kebijakan ekonomi pemerintah juga dinilai tidak mendukung perkembangan sektor pertanian dan manufaktur.

“Padahal dua bidang tersebut adalah pilar ekonomi kita,” katanya.Ketua Fraksi Demokrat Syarif Hasan mengakui jumlah orang miskin dan penganggur saat ini masih cukup tinggi. Namun, ia menolak jika pemerintah dinilai gagal mensejahterakan masyarakat. “Secara ekonomi makro bagus dan prediksi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen bisa dicapai, APBN juga semakin tinggi. Ini indikasi ekonomi tumbuh bagus”,  katanya. Dwi Riyanto Agustiar.

 

Negara Gagal Sejahterakan Rakyat, Radikalisme Tumbuh per 6/4/2015

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil menyatakan radikalisme tak hanya melulu berbicara tentang aqidah. Namun radikalisme juga bisa timbul karena pemerintah abai mensejahterakan rakyatnya.

Nasir menyatakan terlalu sempit jika berpikir radikalisme karena masalah aqidah saja. Dia menyatakan di Indonesia radikalisme tumbuh juga karena masalah ketidakadilan. Ini terkait bagaimana cara pemerintah untuk mengelola negara.

“Lihat saja, pemerintah sekarang belum optimal dalam memimpin. Fenomena kenaikan BBM, Rupiah naik menunjukkan hal itu,” kata dia, Senin (6/4/2015).

Dari kondisi tersebut, sambung Nasir, akhirnya timbul kondisi frustasi di masyarakat. Ini akhirnya membuat masyarakat yang pesimistis mencari pelarian pada radikalisme. “Jadi, radikalisme bisa dimaknai sebagi ekspresi kekecewaan pada pemerintah juga,” ujar dia menerangkan.

Melihat fenomena tersebut, Nasir Jamil mendesak pemerintahan Jokowi tidak boleh abai pada persoalan bangsa yang terjadi saat ini. ”Persoalan bangsa mesti diselesaikan sesegera mungkin,” kata Nasir Jamil mengingatkan.

Dia menyatakan jangan sampai pencegahan radikalisme hanya berkutat saja pada masalah aqidah saja. Baginya hal itu tidaklah efektif.

 

Kapitalisme Gagal Mensejahterakan Rakyat per 09/02/2019

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga acuan dan infrastruktur juga menjadi poin yang dikritik oleh majalah ekonomi asal Inggris, The Economist.

Majalah ini menyebutkan prospek 2019 tidak terlalu baik, karena bank sentral juga telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 6 kali dalam 9 bulan terakhir untuk menahan penurunan mata uang.

Staf khusus presiden, Ahmad Erani Yustika menjelaskan pada 2018 kondisi ekonomi dunia tidak berada dalam kondisi yang bugar. Hal ini membuat sebagian negara besar menggunakan kebijakan yang cenderung ketat agar stabilitas ekonomi terjaga.

Misalnya, yang menjadi faktor pendorong adalah kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed), kenaikan harga minyak dan dampak perang dagang AS dan China.

“Kondisi tersebut menyebabkan tekanan pada neraca transaksi berjalan dan nilai tukar. Dengan berbagai kondisi yang terjadi, kenaikan suku bunga dilakukan oleh hampir seluruh bank sentral dengan besaran yang berbeda”, kata Erani dalam keterangannya, Sabtu (26/1/2019).

Dikutip dari Finence.detik.com_Menurut data Bank Indonesia (BI), suku bunga acuan di Turki naik dari 8,25% pada Januari 2018 menjadi 24% pada Desember 2018. Korea Selatan naik dari 1,5% menjadi 1,75% Hong Kong naik dari 1,75% menjadi 2,75%. India naik dari 6% menjadi 6,5% Filipina naik dari 3% menjadi 4,75%. Argentina naik dari 26,28% menjadi 60,31% dan Meksiko naik dari 7,25% menjadi 8,25%. “Selain lewat kebijakan moneter, pemerintah juga mengeluarkan beberapa langkah untuk menguragi tekanan pada neraca transaksi berjalan, seperti menaikkan PPh barang impor, penggunaan B20 untuk mengurangi impor BBM,” ujar Erani.

Kemudian infrastruktur juga masuk dalam poin kritik The Economist. Erani menjelaskan Rilis World Economic Forum 2017-2018, infrastruktur bukan lagi menjadi tiga masalah utama daya saing di Indonesia.

Dia menyebutkan pada tahun-tahun sebelumnya, infrastruktur bersama dengan korupsi dan inefisiensi birokrasi menjadi masalah utama di Indonesia. Pembangunan infrastruktur telah menempatkan Indonesia menjadi negara yang berdaya saing. “Selain itu, infrastruktur juga mampu menekan inflasi ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Erani.

Pada bagian lain, infrastruktur menjadi cara pemerintah untuk menjamin keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Selama ini, pembangunan infrastruktur terfokus di Jawa dan kini sudah disebar ke seluruh kawasan”, imbuh dia.

Kemudian, pemerintah juga memastikan pembangunan infrastruktur akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (kesinambungan pembangunan).

 

Kapitalisme Akar Masalahnya

Di penghujung tahun 2018 Indonesia diguncangkan kabar tentang menguatnya nilai tukar dollar terhadap rupiah yang mencapai 14.000 lebih bahkan hampir mencapai 15.000. Membuat harga pangan semakin melonjak tinggi begitupun bahan bakar yang ada. Namun, tak berselang lama nilai tukar kembali normal sebagaimana biasa. Bagi masyarakat nilai tukar dollar yang terjadi baik tinggi ataukah rendah tidak apa-apa, sebab pada dasarnya kondisi ekonomi masyarakat Indonesia tidak masuk dalam kategori baik ataukah sejahtera. Yang paling merasakan dampak dari kondisi tersebut kebanyakan dari kalangan menengah ke atas. Bagi masyarakat biasa hal demikian tak mereka pahami, yang mereka tahu adalah sewaktu-waktu harga pokok pangan akan naik dan turun.

Minimnya pendidikan membuat rakyat hidup ala kadarnya, ditengah era kemajuan teknologi ini justru masyarakat masih banyak yang tak paham. Tuntutan ekonomi membuat rakyat terlilit pada hal-hal yang haram dan membuat rakyat bergantung pada aturan yang ditawarkan oleh sistem yang ada. Seperti pinjaman yang dilakukan di bank, yang membuat rakyat lebih besar membayar Bunga pinjaman dibandingkan uang yang dipinjam.

Sistem kapitalisme terbukti telah menjadikan rakyat sebagai sasaran empuk untuk memenuhi kebutuhan pribadi para kaum kapitalis. Penjajahan gaya baru yang mereka lakukan berhasil mengurus habis tenaga dan biaya yang dikeluarkan rakyat, dan sasaran mereka adalah masyarakat yang masuk dalam kategori kalangan menengah ke bawah. Memberikan berbagai macam pilihan hidup yang menstandarkan semua pada kebahagian dan tolak ukur hidup mereka adalah uang. Membuat para Penjajah NeoLiberal menciptakan bermacam produk baik barang ataukah jasa bagi masyarakat.

Justru semua kebijakan yang dikeluarkan bagi rakyat bukan menuntaskan persoalan kemiskinan yang ada, melainkan semakin membuat rakyat terjebak dalam persoalan yang ada dengan menambah soalan yang baru. Saat ini pemerintah telah gagal membawa rakyat menuju kesejahteraan. Pasalnya meski banyak yang telah pemerintah lakukan salah satunya yaitu perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang mulai merata disetiap pulau tidak membuktikan bahwa rakyat mendapatkan keuntungan darinya, tapi semakin membuat rakyat tersingkirkan. Karena semua kebijakan lebih membantu perusahaan ataukah tenaga kerja asing untuk mendapatkan kehidupan layak dibandingkan rakyatnya sendiri. Indonesia dengan berbagai macam hasil SDA yang ada seharusnya menjadikan Negerinya lebih maju dan sejahtera yang merata bagi rakyat, sebaliknya Indonesia justru menjadi incaran negara lain untuk dijajah dan mengeruk seluruh potensi sumber daya yang tersedia sehingga menjadikannya terbelakang karena terkungkung dalam ikatan perjanjian mengikat yang harus mengikuti segala sesuatunya berdasarkan sistem yang dianutnya.

Indonesia sangat berpotensi menjadi negara yang makmur nan sejahtera karena kekayaan alamnya yang berlimpah. Namun, sistem aturan yang dimilikinya tidak akan berhasil jika terus dipertahankan. Seperti di negara lainnya yang telah menjadi budak sistem kapitalisme-sekulerisme, selamanya akan menjadi budak dan akan terus merusak tatanan negara yang mereka miliki. Sudah saatnya kita meniadakan sistem aturan hari ini (kapitalisme) yang hanya menyengsarakan dan menghancurkan akidah saja. Sudah banyak terbukti kebobrokan sistem ini, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sebagainya, yang justru bukan mensejahterakan rakyat melainkan mensejahterakan individu yang berkepentingan.

Hanya Islam Solusinya

Hanya Islam yang mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan, yang menjaga setiap jengkal akidah dan membagi hasil bumi yang dimiliki suatu negeri bukan untuk negara saja melainkan rakyat. Mengedepankan keadilan dan kemakmuran, melindungi umat dari ancaman berbahaya yang dilakukan kaum kafir untuk merusaknya. Setiap persoalan yang ada dapat diselesaikan secara tuntas, dan tidak menghalalkan apa-apa yang jelas dilarang oleh Rabb-Nya, sebab aturan yang ada bukan berasal dari akal manusia melainkan Allah SWT sebagai pembuat aturan dan sanksinya bagi setiap pelanggaran yang ada.

Islam sebagai agam sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya juga telah mengatur sumber pendapatan dan pengelolaan keuangan negara. Dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, Syaikh Taqiyuddin an-Nahbani (2004: 232) menjelaskan bahwa dalam Islam, negara (Khilafah) bisa memperoleh sumber-sumber penerimaan negara yang bersifat tetap yaitu dari: harta fa’i, ghanîmah, kharaj dan jizyah; harta milik umum; harta milik negara; ‘usyr; khumus rikâz; barang tambang; dan zakat.

Dengan seluruh sumber di atas, pada dasarnya negara akan mampu membiayai dirinya dalam rangka mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan. Dalam negara Khilafah, bahkan pajak hanya dipungut sewaktu-waktu, yaitu saat kas negara benar-benar defisit. Itu pun hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya saja, tidak berlaku secara umum atas seluruh warga negara. Hal ini bisa terjadi mengingat begitu melimpahnya penerimaan negara. Sebab, dari hasil-hasil SDA saja (jika sepenuhnya dimiliki/dikuasai negara), kas negara akan lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyatnya, dengan catatan tidak ada campur tangan pihak asing dalam mengelola sumber pendapatan negara.

Jelas ini semua akan terwujud jika pemerintah mengatur negara ini dengan syariah Islam, termasuk dalam pengaturan ekonomi dan keuangan negara. Sebagai langkah awal, maka Kaum Muslim perlu mewujudkan institusi penegaknya, yakni Khilafah Islam, sebagai satu-satunya institusi yang bisa menegakkan syariah Islam di tengah-tengah manusia. Penerarapan syariat islam sekaligus merupakan wujud ketakwaan kita kepada Allah SWT . Dengan ini kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pada akhirnya, kaum Muslim akan menuai keberkahan-Nya, dari langit dan bumi.


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Pengesahan RKUHP: Terburu-buru, Dipaksakan hingga Disahkannya Pasal Multitafsir

admin

Ilham Nusantara: Pemekaran Wilayah, Solusi atau Ambisi?

Penulis Kontroversi

LSM Ilham Nusantara Sebut Dugaan PT Aplus Pacific Berdiri Diatas Lahan Hortikultura

Penulis Kontroversi

Leave a Comment