Image default
Berita Utama

Target Penerimaan Pajak 2020 Sulit Terealisasi

Pada masa pandemi ini pemerintah perlu memfokuskan kebijakan pajak pada sektor-sektor usaha yang tetap dan tumbuh dengan pesat. Ketika kondisi ekonomi telah berada pada level sebelum pandemi, pemerintah bisa menjalankan strategi ekstensifikasi pajak

Kontroversi.or.id – Ekonom dari Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, potensi terjadinya shorfall (tidak tercapai) penerimaan perpajakan di 2020 amat besar.Lemahnya kinerja industri manufaktur yang merupakan sektor penyumbang pajak terbesar dan insentif perpajakan di tengah pandemi menjadi alasannya.

“Belajar dari periode krisis sebelumnya, proses pemulihan pajak membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pemulihan ekonomi. Jadi membaiknya kinerja ekonomi di tahun berjalan tidak serta merta akan diikuti dengan perbaikan kinerja perpajakan”, kata Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Minggu (22/11).

Menurut Yusuf Rendy Manilet, pada masa pandemi ini pemerintah perlu memfokuskan kebijakan pajak pada sektor-sektor usaha yang tetap dan tumbuh dengan pesat.Ketika kondisi ekonomi telah berada pada level sebelum pandemi, pemerintah bisa menjalankan strategi ekstensifikasi pajak.

Langkah itu, tentu akan membuka potensi melebarnya defisit anggaran baik di 2020 dan 2021. Akan tetapi dia menilai, itu sudah diperhitungkan oleh pemerintah sejak awal.

“Potensi defisit anggaran (2020) masih akan tetap akan berada di kisaran 6,34% tidak akan meningkat sampai dengan 7%, karena sebelumnya pemerintah juga sudah melakukan revisi target pajak hingga dua kali. Jadi target pajak sekarang sudah melakukan penyesuaian”, terang Yusuf Rendy Manilet.

“Dalam proses konsolidasi ekonomi, pelebaran defisit anggaran merupaka kebijakan fiskal yang lumrah dan harus dilakukan untuk mendorong proses pemulihan ekonomi”, sambungnya.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu gegabah untuk menekan defisit di situasi krisis ini. Sebab hal itu justru berpotensi memperlambat proses pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan dan terakselerasi di sisa akhir 2020.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, target pajak yang ada dalam Peraturan Presiden 72/2020 sebesar Rp1.405 triliun berpotensi tidak akan tercapai. Itu karena tekanan dari pandemi covid-19 yang masih membayangi sektor-sektor perekonomian nasional.

Hingga September Minus 16,9%

Realisasi penerimaan pajak hingga September 2020 tercatat masih mengalami kontraksi 16,9%. Kontraksi penerimaan pajak tersebut tercatat lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 15,6%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih terkontraksinya pendapatan negara, termasuk penerimaan pajak, masih lebih banyak dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi akibat pandemi virus Corona.

“Memang mengalami tekanan karena bisnis dan pembayar pajak mengalami tekanan”, katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (19/10/2020).

Realisasi penerimaan pajak (termasuk pajak penghasilan migas) hingga akhir September 2020 senilai Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun

Realisasi penerimaan pajak (termasuk pajak penghasilan migas) hingga akhir September 2020 senilai Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.

Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak selama 9 bulan pertama pada 2019 tercatat senilai Rp902,79 triliun atau 57,23% terhadap target. Performa tersebut sekaligus tercatat mengalami pertumbuhan 0,22%.

Sementara itu, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 30 September 2020 tercatat senilai Rp141,8 triliun atau 68,9% dari target Rp205,7 triliun. Realisasi ini mencatatkan pertumbuhan 3,8% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu senilai Rp136,66 triliun.

Dengan demikian, realisasi penerimaan perpajakan hingga September 2020 tercatat senilai Rp892,4 triliun atau 63,5% dari target Rp1.404,5 triliun. Performa itu mencatatkan kontraksi 14,1% dibandingkan realisasi hingga akhir September 2019 senilai Rp1.039,46 triliun.

Secara umum, realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp1.159,0 triliun atau terkontraksi 13,7% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu Rp1.342,25 triliun. Realisasi pendapatan negara itu setara dengan 61,99% dari target senilai Rp1.699,9 triliun.

Di sisi lain, belanja negara hingga akhir September 2020 tercatat senilai Rp1.841,1 triliun atau 67,2% dari pagu Rp2.739,2 triliun. Realisasi belanja negara itu tumbuh 15,5% dibandingkan penyerapan per akhir September tahun lalu yang senilai Rp1.594,66 triliun.

Dengan performa pendapatan negara dan belanja negara itu, defisit APBN tercatat mencapai Rp682,1 triliun atau 65,6% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 4,16% PDB.

“Tolong diingat defisit di berbagai negara lain bahkan mencapai belasan dan 20%. Jadi, kalau Indonesia defisit 4,16%, kita berharap indonesia jauh lebih baik”, ujarnya (Isa/Ahmad Bashori/Ardi)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Kontroversi 97.000 PNS Fiktif Indonesia

Penulis Kontroversi

Birokrasi Perizinan Menjadi Beban Dunia Usaha

Penulis Kontroversi

Kendaraan Berlebih Muatan dan Dimensi Dilarang Menyeberangi Merak

Penulis Kontroversi

Leave a Comment