Image default
Berita Utama Kupas tuntas Solusi untuk kemiskinan ekstrim

Resesi Global 2023

Saat krisis global benar-benar terjadi, sumbangan investasi dan perdagangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu, model ekonomi baru harus mempersiapkan ekonomi yang berdiri di kaki sendiri.

 

Beberapa minggu ini, resesi ramai diperbincangkan masyarakat luas. Hal ini tak terlepas dari peringatan kemungkinan terjadinya resesi global tahun depan.

Meskipun resesi sudah tidak asing ditelinga publik, mungkin sebagian dari masyarakat belum mengetahui arti dari resesi itu sendiri.

Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan, sederhananya resesi adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Resesi global

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pandangan mengenai kemungkinan kondisi ekonomi dunia mengalami resesi global.

Mahendra Siregar mengatakan, resesi global hampir dipastikan akan terjadi.

“Setidaknya di tahun 2023. Kalau tidak, lebih cepat dari itu”, kata Mahendra. Senin (3/10/2022).

Namun demikian Mahendra menyebutkan, resesi global tersebut belum dapat diprediksi durasi dan besar pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia.

Lanjutnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dan tahun 2023 masih berada pada kisaran 5 persen.

“Oleh karena itu, kita harus lihat dua kondisi ini dalam perspektif lengkap”, imbuh dia.

Mahendra menjelaskan, saat ini OJK juga belum dapat memperkirakan seberapa besar kebutuhan kebijakan relaksasi kredit untuk menghadapi situasi tersebut.

Namun, OJK dan lembaga jasa keuangan akan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan sesuai sasaran yang ditetapkan pemerintah.

“Sekiranya dalam perkembangan nanti kalau diperlukan kebijakan untuk mencapai sasaran itu akan dirumuskan dan ditetapkan”, tutur dia.

Mahendra optimistis, perkembangan ekonomi Indonesia masih terjada dalam konsidi yang baik di tengah kondisi global yang berat.

Mahendra percaya pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia masih terjaga baik.

“Optimisme itu saya rasa kita tempatkan di kondisi realistis. Yaitu kita jaga stabilitas dengan baik dan kebijakan serta fasilitas yang dibutuhkan namun waspada dan pahami risiko transmisi dari ekonomi global yang makin berat”, tandasnya.

 

Waktunya Kurangi Investasi dan Simpan Uang Tunai

Ancaman resesi ekonomi secara global semakin nyata di depan mata. Ini disebabkan kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan bank sentral berbagai negara untuk meredam laju inflasi.

Dalam pergelaran konferensi pers APBN KiTa pada awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi, ekonomi dunia akan masuk jurang resesi pada 2023. Proyeksi ini dibuat mengacu pada studi Bank Dunia terkait pengetatan kebijakan moneter bank sentral berbagai negara.

“Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023”, ujar Sri Mulyani. Rabu (28/9/2022).

Dengan risiko resesi global yang semakin nyata, peningkatan porsi kepemilikan uang tunai dinilai semakin perlu. Sebab, resesi global berpotensi berimplikasi terhadap keberlangsungan hidup individu.

Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno menjelaskan, resesi yang berpotensi terjadi nanti utamanya akan disebabkan oleh lonjakan inflasi. Dengan demikian, individu perlu merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi kebutuhannya.

Di sisi lain, resesi berpotensi mengganggu pendapatan individu. Risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi sangat mungkin terjad di tengah perlambatan roda perekonomian nasional.

“Karena itu memang masuk akal dalam kondisi seperti ini kita itu meningkatkan kita punya dana emergency”, ujarnya.

 

Uang tunai sebagai dana darurat

Mike menjelaskan, peningkatan porsi uang tunai sebagai dana darurat diperlukan untuk menjaga likuiditas individu di tengah ketidakpastian ekonomi ke depan.

Dengan tingkat likuiditas keuangan yang baik, individu akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama.

“Dalam rangka peningkatan likuiditas ini adalah peningkatan dari dana darurat, menjaga dana darurat kita sesuai dengan kebutuhan kita”, katanya.

 

Dampaknya

Terjadinya resesi ekonomi memberikan sejumlah dampak, seperti:

Perlambatan ekonomi yang membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) akan sering terjadi bahkan beberapa perusahaan mungkin menutup dan tidak lagi beroperasi.
Kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman.
Ekonomi yang semakin sulit berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat karena akan lebih selektif menggunakan uang dengan fokus pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu.

Penyebab resesi
Terdapat lebih dari satu cara untuk memulai resesi, dari guncangan ekonomi secara tiba-tiba hingga dampak dari inflasi tak terkendali. Beberapa pendorong utama resesi antara lain:

  1. Guncangan ekonomi secara tiba-tiba
  2. Guncangan eknomi bisa menimbulkan kerugian finansial yang serius. Sebagai contoh, pada 1970-an, OPEC memotong pasokan minyak ke AS tanpa peringatan yang menyebabkan resesi.

 

Selain itu, kejutan ekonomi tiba-tiba seperti wabah virus Covid-19 yang terjadi telah mematikan ekonomi di seluruh dunia.

 

Hutang berlebihan

Saat seseorang atau bisnis memiliki terlalu banyak utang, biaya pembayaran utang bisa meningkat ke titik di mana tak bisa lagi membayar tagihan.

 

Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren kenaikan harga yang stabil dari waktu ke waktu. Inflasi bukan hal buruk, tapi inflasi secara berlebihan menjadi fenomena berbahaya.

Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.

Terlalu banyak deflasi

Inflasi yang tak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk. Deflasi terjadi saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi dan menekan harga.

Saat lingkaran umpan balik deflasi menjadi tak terkendali, orang dan bisnis menghentikan pengeluaran yang melemahkan ekonomi.

 

Tiga Lampu Merah

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menjelaskan penyebab munculnya ancaman resesi global 2023. Menurut dia, hal itu karena ada tiga jalur transmisi yang terjadi.

Pertama, kata Bhima, jalur dari pengetatan moneter, di mana negara-negara maju meningkatkan suku bunga secara agresif. “Itu bisa memicu arus modal keluar dari negara-negara berkembang,” ujarnya, 1 Oktober 2022.

Selain itu jalur tersebut juga bisa menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Indikatornya dolar index mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sekarang angkanya di antara 112-113, itu 17 persen sejak awal tahun dolar index naik.

Jalur transmisi kedua melalui perdagangan. Berdasarkan baltic dry index, telah terjadi penurunan jumlah kontainer. Itu menunjukkan volume perdagangan sudah mulai turun atau anjlok.

Adapun pengaruh transmisi perdagangan adalah kepada permintaan komoditas, yang selama ini Indonesia bisa berbangga pertumbuhan ekonominya masih terjadi karena di-support komoditas tambang dan perkebunan. “Tapi kalau sudah mulai ada tekanan dari sisi permintaan negara maju, terus menurun gitu, maka harga komoditasnya juga turun,” katanya.

Bhima mencontohkan CPO yang harganya sudah kembali ke posisi Juni 2021, dan minyak mentahnya juga sudah terkoreksi. Itu bisa mempengaruhi surplus perdagangan di banyak negara juga devisa dari hasil ekspor.

Kemudian yang ketiga jalur transmisi yang paling berisiko itu adalah soal krisis pangan. Bhima menilai hal itu transmisinya tercepat kedua setelah sektor moneter atau sektor keuangan. Karena, dia berujar, pangan ini ada 30 negara lebih yang melakukan pembatasan ekspor pangan, sehingga proteksi pangan dilakukan di banyak negara.

Sementara, Bhima melanjutkan, ada masalah lain yaitu sebentar lagi masuk musim dingin, serta gandum juga masih terganggu oleh perang di Ukraina.

“Ini khawatirnya akan memicu lonjakan harga pangan di banyak negara,” ucap Bhima. “Tiga transisi itulah ya (penyebabnya)”, tutupnya.

 

Kemana Rakyat Mengadu ?

PARA ekonom dunia telah membunyikan alarm akan kedatangan badai resesi global. Indikatornya semakin terasa dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global terutama tiga ekonomi besar yaitu Amerika Serikat, China dan Uni Eropa.

Resesi Global Mengancam Ekonomi Indonesia, Saatnya Menempuh Cara Ekonomi Baru
Alasan Kenaikan BBM karena APBN Jebol Ternyata Dusta, Kemana Rakyat Mengadu?

Pelambatan ekonomi global tersebut diprediksi berdampak buruk bagi pasar negara berkembang dan skenario terburuknya adalah ekonomi negara berkembang masuk ke resesi yang dalam dan panjang kecuali menempuh model ekonomi yang tidak biasa (unconventional policy framework) dan kreatif.

Ekonomi Indonesia pun pasti akan terdampak. Bahkan Jika Indonesia tidak siap maka penderitaan rakyat yang ditandai dengan masifnya angka kemiskinan, tingginya kriminalitas dan maraknya PHK akan semakin akut setelah diterpa inflasi (kenaikan-kenaikan harga) pasca kenaikan BBM dan pandemi Covid-19. Ini saatnya Indonesia mempersiapkan diri dengan baik.

 

Ekonomi Model Baru adalah Solusi Krisis

Ekonomi model baru atau Unconventional Economic Policy Framework adalah cara berfikir baru dalam menjalankan kebijakan ekonomi.

Hal ini perlu dilakukan karena cara konvensional diyakini tidak akan membawa Indonesia keluar dari krisis karena krisis global yang melanda ke depan diakibatkan kebijakan pengelolaan ekonomi cara lama, yaitu ekonomi yang mengedepankan pertumbuhan dengan basis pembangunan infrastruktur yang berasal dari akumulasi utang luar negeri.

Gaya lama pengelolaan ekonomi menjadi sumber krisis saat ini di mana konsep ini menyakini negara tidak akan bangkrut dengan mengakumulasi utang luar negeri. Keyakinan ini menyebabkan seluruh negara di dunia mengakumulasi ULN dalam jumlah yang tidak terbayangkan.

Amerika, China, dan Uni Eropa mengakumulasi ULN tanpa underlying ekonomi yang kuat. Ekonomi berbasis fiat money di mana uang dicetak tanpa batas, terutama untuk membiayai pandemi Covid-19.

Negara di dunia secara serentak menaikkan suku bunga bank sentralnya dengan begitu negara-negara dengan utang tinggi tidak akan mampu membayar bunga dan pokok utangnya. Demikian fitur utama krisis yang akan dihadapi semua negara.

Ekonomi gaya lama ala neo-liberal harus diakhiri. Para tim ekonomi harus menyadari mengikuti pola lama akan berakhir dengan Indonesia masuk jurang resesi yang dalam. APBN 2023 jangan lagi prioritas pada anggaran proyek mercusuar apalagi dengan sumber pembiayaan dari utang.

Pendekatan ekonomi baru harus berbasis pada kesadaran bahwa Indonesia tidak akan survive bila ekonominya berbasis utang.

Salah satu fitur krisis yang akan datang adalah ekonomi negara di dunia tidak akan lagi mengandalkan perdagangan dunia dan global investasi. Negara yang bertahan dari krisis diprediksi adalah negara yang punya sektor rill yang kuat banting dan negara yang membelanjakan APBN-nya dengan cerdas dan prioritas.

Saat krisis global benar-benar terjadi, sumbangan investasi dan perdagangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu, model ekonomi baru harus mempersiapkan ekonomi yang berdiri di kaki sendiri.

Saat resesi ekonomi global menyerang, Indonesia tidak bisa mengandalkan produk import untuk pangan dan energi. Industri manufaktur yang bahan bakunya bersifat import savvy harus dicarikan substitusi material dari dalam negeri bila tidak industri seperti itu akan bangkut.

Model ekonomi baru juga perlu mendukung pembiayaan sektor riil yang murah dan tidak ribet. Selain itu, model ekonomi baru harus memperbaiki skema kerjasama investasi terutama yang terkait dengan mineral nikel.

Patut diingat bahwa model ekonomi gaya lama menyebabkan industri-industri strategis banyak dikuasai asing termasuk mineral nikel bahan baku baterai listrik.

China sudah mendominasi penguasaan nikel, gas dan mineral lainnya sehingga Indonesia tidak dapat memanfaatkan produk tersebut untuk kemakmuran rakyat.

Indonesia mengalami surplus besar karena windfall kenaikan harga batu bara dan harga CPO dunia, namun saat permintaan dari China, India dan Uni Eropa turun maka harga kedua komoditas tersebut akan terseok-seok dan akhirnya penerimaan negara akan menyusut sehingga semakin berat negara yang masih menggunakan model lama.

Oleh karena itu ekonomi model baru yang menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan segelintir oligarki harus diimplementasikan.

Jika Indonesia tidak bergegas menerapkan ekonomi gaya baru maka upaya preventif jatuhnya ekonomi Indonesia akibat resesi global dunia tidak dapat dihindari.

Resesi tersebut akan menyebabkan kesulitan ekonomi rakyat makin berat maka dipastikan kemampuan daya beli masyarakat akan sangat terpuruk dan kehidupan mereka semakin menderita. Semoga hal tersebut segera disadari oleh kita semua.

 

Perlu hati-hati

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai Indonesia harus bisa menaklukkan tiga tantangan dalam menghadapi ancaman resesi global yang bakal menghantui dunia pada tahun 2023 mendatang.

Dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal yang digelar di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, Selasa, Bahlil mengatakan ketiga tantangan terkait bidang investasi yaitu soal kestabilan politik, konsistensi kebijakan serta daya beli masyarakat.

“Investasi itu akan masuk dengan tiga kriteria, pertama, stabilitas politik,” katanya.

Bahlil menjelaskan Indonesia akan mulai memasuki tahun Pemilu sehingga penting untuk memastikan stabilitas politik terjaga dengan baik agar kepercayaan investor ikut terjaga.

Ia mengutip pernyataan Chairman of the Board and CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson dalam acara yang sama, di mana Amerika Serikat pada awal pandemi mengalami gejolak politik karena peralihan kepemimpinan.

“Dampaknya ada pada arah kebijakan negara dan hari ini terjadi defisit pertumbuhan bagi mereka. Indonesia sebentar lagi akan masuk tahun Pemilu. Kalau kita tidak hati-hati, bukan tidak mungkin akan mengalami hal serupa,” kata Bahlil.

Tantangan selanjutnya yakni soal keberlangsungan dan konsistensi pejabat yang ada.

“Jangan ganti pemimpin, ganti kebijakan. Orang tidak akan percaya,” imbuh Bahlil.

Tantangan terakhir, yaitu daya beli masyarakat yang disebutnya bakal menurun karena banyak orang menahan uang mereka.

“Ini yang kemudian jadi persoalan besar bagi bangsa Indonesia. Tahun 2022 saya optimis. Tapi 2023 dari lubuk hati yang paling dalam, saya mengatakan penuh dengan kehati-hatian. Pertanyaannya sekarang apakah kita kepingin untuk selamat dari jurang yang sudah kita lihat atau kita sengaja menjerumuskan diri,” katanya.

 

Tanda-Tanda resesi

1. Kuatnya Dolar Amerika Serikat (AS) dan Suku Bunga The Fed yang Tinggi

Dolar AS memainkan peran besar dalam ekonomi global dan keuangan internasional. Dan sekarang, mata uang itu lebih kuat dari dua dekade sebelumnya.

Kuatnya mata uang nomor satu dunia ini akhirnya akan melemahkan nilai mata uang lainnya seperti Euro, Yen, bahkan Rupiah. Ini menjadikan impor semakin mahal.

Selain itu, ketika bank sentral AS menaikkan suku bunga, seperti yang telah dilakukan sejak Maret, itu membuat dolar lebih menarik bagi investor di seluruh dunia. Ini akhirnya membuat dana investasi berpindah menuju Negeri Paman Sam dari negara-negara lain di dunia

Kuatnya mata uang nomor satu dunia ini akhirnya akan melemahkan nilai mata uang lainnya seperti Euro, Yen, bahkan Rupiah. Ini menjadikan impor semakin mahal.

 

2. Macetnya Mesin Ekonomi AS

Sebagai ekonomi terbesar dunia, kondisi perekonomian AS juga merupakan pertimbangan penting bagi negara-negara lain. Dan kali ini, penggerak ekonomi nomor satu negara itu mulai terhenti.

Penggerak ekonomi nomor satu AS adalah konsumsi atau belanja. Namun akhir-akhir ini, konsumen di negara itu mulai perlahan mengurangi belanjanya akibat inflasi dan suku bunga yang meninggi.

Sebagai ekonomi terbesar dunia, kondisi perekonomian AS juga merupakan pertimbangan penting bagi negara-negara lain. Dan kali ini, penggerak ekonomi nomor satu negara itu mulai terhenti.

Penggerak ekonomi nomor satu AS adalah konsumsi atau belanja. Namun akhir-akhir ini, konsumen di negara itu mulai perlahan mengurangi belanjanya akibat inflasi dan suku bunga yang meninggi.

“Kesulitan yang disebabkan oleh inflasi berarti konsumen mencelupkan ke dalam tabungan mereka,” kata Kepala Ekonom EY Parthenon Gregory Daco dalam sebuah catatan.

Ini nantinya akan berdampak pada negara-negara yang mengekspor produknya ke AS. Pasalnya, AS juga merupakan importir terbesar dunia dan bagi Indonesia, negara adidaya itu juga menjadi mitra dagang yang besar.

 

3. Pasar Saham yang Memburuk

Pasar saham sekarang berada di jalur untuk tahun terburuk mereka sejak 2008. Ini didalangi oleh langkah The Fed yang menaikan suku bunga sehingga mengganggu pasar.

Kebijakan itu cukup mendorong penurunan yang brutal. Indeks saham terbesar di Wall Street seperti S&P 500 turun hampir 24% untuk tahun ini. Indeks lainnya juga turun hingga 20% pada periode yang sama.

Pasar obligasi juga disebut mengalami gangguan. Inflasi, bersama dengan kenaikan tajam suku bunga oleh bank sentral, telah mendorong harga obligasi turun.

Pada hari Rabu lalu, imbal hasil pada Treasury AS 10-tahun secara singkat melampaui 4%, mencapai level tertinggi dalam 14 tahun. Lonjakan itu diikuti oleh penurunan tajam sebagai tanggapan atas intervensi Bank of England di pasar obligasinya sendiri

Imbal hasil obligasi Eropa juga melonjak karena bank sentral mengikuti jejak The Fed dalam menaikkan suku bunga untuk menopang mata uang mereka sendiri.

 

4. Perang, Inflasi, dan Kebijakan ‘Ngawur’

Tidak ada negara yang mengalami fenomena bencana ekonomi, keuangan, dan politik lebih parah daripada Inggris.

Seperti negara-negara lain di dunia, Inggris telah berjuang dengan lonjakan harga yang sebagian besar disebabkan oleh kejutan kolosal Covid-19, diikuti oleh gangguan perdagangan yang diciptakan oleh serangan Rusia ke Ukraina. Ketika Barat memotong impor gas alam Rusia, harga energi melonjak dan pasokan berkurang.

Masalah tidak berhenti di situ. Sepekan yang lalu, Perdana Menteri (PM) Liz Truss yang baru dilantik mengumumkan rencana pemotongan pajak besar-besaran. Namun, untuk mengkompensasi potensi pendapatan yang hilang dari pemotongan ini, Truss memutuskan untuk berutang.

Keputusan itu memicu kepanikan di pasar keuangan dan menempatkan Downing Street dalam kebuntuan dengan bank sentral independennya, Bank of England (BOE). Pasalnya, bank sentral itu telah dan masih akan terus menaikan suku bunga.

Ini kemudian mendorong investor di seluruh dunia berbondong-bondong menjual obligasi Inggris dan menjatuhkan pound ke level terendah terhadap dolar dalam hampir 230 tahun.

BOE melakukan intervensi darurat untuk membeli obligasi Inggris pada hari Rabu dan memulihkan ketertiban di pasar keuangan. Itu membendung pendarahan, untuk saat ini. Tapi efek riak dari gejolak Trussonomics menyebar jauh melampaui kantor pedagang obligasi.

Di sisi lain, warga Inggris, yang sudah berada dalam krisis biaya hidup dengan inflasi 10% sekarang panik atas biaya pinjaman yang lebih tinggi. Kenaikan suku bunga pun dapat memaksa jutaan pembayaran hipotek bulanan untuk properti naik ratusan hingga ribuan pound.

 

5. Ramalan ‘Awan Gelap’ Resesi

Sementara konsensusnya adalah bahwa resesi global kemungkinan terjadi pada tahun 2023, masih sulit untuk memprediksi seberapa parahnya atau berapa lama itu akan berlangsung.

Beberapa ekonomi, terutama AS dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan konsumen yang tangguh, akan mampu menahan pukulan lebih baik daripada yang lain.

“Kami berada di perairan yang belum dipetakan dalam beberapa bulan ke depan,” tulis ekonom di Forum Ekonomi Dunia (WEF) dalam sebuah laporan minggu ini.

Di sisi lain, negara-negara berkembang yang memiliki utang dengan negara maju akan kesulitan untuk membayar utangnya karena kenaikan suku bunga.

“Semua wilayah akan terpengaruh, tetapi bel alarm paling sering berbunyi untuk negara-negara berkembang, banyak di antaranya mendekati default utang”, dikutip dari UNCTAD dalam Laporan Perdagangan dan Pembangunan 2022.

Tumbuh 7,07% di Q2-2021, RI Resmi Keluar dari Resesi

Indonesia secara resmi keluar dari resesi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II – 2021 mencapai 7,07% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy). Secara qtq ekonomi tumbuh 3,31%

“Dibandingkan tahun lalu pertumbuhan ekonomi tumbuh 7,07%,” ungkap Kepala BPS, Margo. Kamis (5/8)

Perekonomian Indonesia yang diukur dari PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 4175,8 triliun dan atas dasar harga konstan Rp 2.772,8 triliun.

Hal ini tidak lepas dari peristiwa sepanjang periode tersebut. Pertumbuhan ekonomi global pada kuartal II-2021 alami peningkatan yang terlihat dari pergerakan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur.

Harga komoditas makanan dan tambang secara kuartal maupun dibandingkan tahun lalu meningkat cukup signifikan. Di antaranya gandum, minyak kelapa sawit dan kedelai, batu bara, timah, dan alumunium.

Ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia juga tumbuh tinggi dalam periode ini. Khususnya China, Amerika Serikat (AS), Singapura, Korea Selatan, Vietnam dan Eropa. Hal ini juga turut mendorong kenaikan ekspor Indonesia.

Aktivitas masyarakat pada April hingga Juni juga mengalami peningkatan seiring dengan rendahnya kasus penyebaran covid dan masifnya vaksinasi. Sehingga berpengaruh besar terhadap konsumsi rumah tangga.

Peningkatan lainnya juga terlihat pada penjualan kendaraan bermotor. Seperti mobil yang naik 758% dibandingkan tahun lalu dan penjualan motor naik 268%.

Kebal Resesi

Pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi di sisa dua kuartal tahun ini masih akan tumbuh di atas 5%, jauh dari risiko resesi ekonomi. Salah satu pendorongnya akan berasal dari konsumsi pemerintah yang diperkirakan terakselerasi menuju akhir tahun.

“Untuk kuartal ketiga dan keempat, kami optimistis pertumbuhan di atas 5% sehingga pertumbuhan tahun ini mencapai 5,2%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat (5/8).

Ia menjelaskan, sejumlah indikator dini, seperti Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur menguatpada bulan pertama kuartal ketiga dan masih bertahan di zona ekspansi, Demikian juga ketahanan eksternal dari sisi neraca dagang dan cadangan devisa yang berkinerja baik.

Harga komoditas juga diperkirakan belum akan banyak berubah sehingga Indonesia disebut masih bisa menikmati booming harga komoditas. Tren harga komoditas ini menjadi pendorong moncernya kinerja ekspor pada paruh pertama tahun ini dan menopang pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, pertumbuhan di dua kuartal akhir tahun ini juga akan ditopang oleh belanja pemerintah. Pada kuartal kedua lalu, belanja pemerintah masih terkontraksi 5,24% yang mengindikasikan belanja yang konsumsi pemerintah yang belum terakselerasi.

“Pemerintah juga masih punya cadangan, yaitu cadangannya adalah government spending yang pada kuartal II masih belum bisa kita dorong kita alihkan di kuartal III maupun IV,” kata Airlangga.

Di sisi lain, pertumbuhan di dua kuartal akhir tahun ini juga akan ditopang oleh belanja pemerintah. Pada kuartal kedua lalu, belanja pemerintah masih terkontraksi 5,24% yang mengindikasikan belanja yang konsumsi pemerintah yang belum terakselerasi.

“Pemerintah juga masih punya cadangan, yaitu cadangannya adalah government spending yang pada kuartal II masih belum bisa kita dorong kita alihkan di kuartal III maupun IV,” kata Airlangga.

Pertumbuhan ekonomi kuartal kedua sebesar 5,44% secara YOY, di atas realisasi kuartal I sebesar 5,01%. Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari separuh pada perekonomian domestik berhasil tumbuh 5,51%.

Komponen pengeluaran lainnya tumbuh positif yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi sebesar 3,07%. Pertumbuhan ekspor masih mencapai dua digit di level 19,74% dan impor 12,34%. Konsumsi LNPRT tercatat 5,04%, sementara konsumsi pemerintah terkontraksi 5.24%.

Senada dengan Airlangga, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz melihat peluang pertumbuhan ekonomi kuartal III lebih tinggi dibandingkan realisasi kuartal II.  Alasannya, karena basis pertumbuhan pada kuartal ketiga tahun lalu cukup rendah karena adanya lonjakan varian delta.

“Indikator utama di bulan Juli juga menunjukkan aktivitas yang lebih kuat. Sebagai contoh, PMI manufaktur dilaporkan berada di 51,3 pada bulan Juli, berkembang pada laju tercepat dalam tiga bulan terakhir,” kata Irman dalam risetnya.

Meski demikian, masih terdapat beberapa risiko yang membayangi perekonomian di sisa tahun ini. Beberapa faktor tersebut antara lain ketidakpastian prospek ekonomi global yang lebih tinggi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, hingga akselerasi inflasi domestik yang lebih cepat.

 

Koreksi

tantangan gejolak ekonomi dunia sangat nyata. Inflasi sudah melambung tinggi di negara-negara maju saat ini, dan diperkirakan mengalami resesi ekonomi pada tahun depan.

Sri Mulyani menjelaskan, selama satu bulan terakhir beberapa indikator bergerak sangat cepat. Harga minyak dunia dan CPO (Crude Palm Oil/Kelapa Sawit) mengalami penurunan, sementara mata uang beberapa negara mengalami volatilitas yang tinggi.

“Selama tahun 2022 nilai tukar mata uang berbagai negara terhadap dolar Amerika mengalami koreksi yang sangat tajam,” jelas Sri Mulyani saat menyampaikan pidato di dalam pengesahan Undang-Undang APBN 2023 kemarin, dikutip Jumat (29/9/2022).

Yen Jepang telah mengalami depresiasi 25,8%, Renminbi China mengalami depresiasi 12,9%, dan Lira Turki mengalami depresiasi 38,6%.

Pelemahan mata uang negara terhadap dolar Amerika juga terjadi di negara tetangga Indonesia seperti Malaysia yang terdepresiasi 10,7%, Baht Thailand terdepresiasi 14,1%, dan Peso Filipina terdepresiasi 15,7%. Sementara nilai tukar rupiah, dalam periode yang sama, hanya mengalami depresiasi 6,1%.

“Kita juga menyaksikan bahwa inflasi di negara-negara maju yang sebelumnya selalu single digit atau mendekati 0% dalam 40 tahun terakhir, sekarang melonjak double digit. Bahkan inflasi di Turki mencapai 80,2% dan di Argentina mencapai 78,5%,” jelas Sri Mulyani.

Inflasi yang sangat tinggi itu, kata Sri Mulyani telah mendorong respons kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya dengan sangat agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan, dan arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara emerging.

“Mencapai US$ 9,9 miliar atau setara Rp 148,1 triliun year to date sampai dengan 22 September 2022. Hal ini menyebabkan tekanan pada nilai tukar di berbagai negara emerging,” tuturnya.

Kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi berpotensi akan mempengaruhi kinerja ekonomi global pada tahun 2023 yakni potensi mengalami koreksi ke bawah. Sri Mulyani menyebut, inflasi yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat akan mengakibatkan stagflasi.

“Negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang merupakan penggerak perekonomian berpotensi mengalami resesi pada tahun 2023,” jelas Sri Mulyani.

Seperti diketahui, The Fed baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin, artinya sejak awal kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve sudah mencapai 300 basis poin. Kenaikan suku bunga di berbagai negara, terutama negara maju.

“Jelas akan meningkatkan cost of fund dan mengetatkan likuiditas yang harus kita waspadai secara sangat hati-hati,” tutur Sri Mulyani.

 

Jangan Anggap Enteng

Bank Indonesia (BI) meyakini perekonomian Indonesia tetap kuat, meskipun kondisi global berpotensi melemah akibat kondisi geopolitik yang berimbas pada kenaikan laju inflasi serta risiko stagflasi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody BudiWaluyo menjelaskan, stagflasi ditandai dengan kenaikan tajam inflasi di suatu negara. Risiko stagflasi, menurut Dody, akan dialami oleh banyak negara.

“Risiko stagflasi akan dialami banyak negara,” kata Dody Budi Waluyo dalam Economic Update, CNBC Indonesia Jumat (12/08/2022).

Kondisi ini akan berpengaruh besar terhadap perdagangan global dan harga komoditas. Diketahui dua hal tersebut adalah mesin pendorong ekonomi dalam negeri dalam beberapa waktu terakhir, selain peningkatan konsumsi rumah tangga. “Ini akan berpengaruh ke kita,” imbuhnya.

Perekonomian Indonesia kuat secara fundamental. Dari data BPS, ekonomi triwulan II/2022 tercatat tumbuh mencapai 5,4%, lebih tinggi dibandingkan 2020. “Ekonomi dalam tracking pascapandemi dan BI melihat makroekonomi Indonesia kuat dari inflasi,” jelasnya.

BI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh dalam kisaran konservatif antara 4,7%-5,5%. “Artinya kita waspada terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, perdagangan global yang akan mempengaruhi harga komoditas,” ujar Dody.

Kendati demikian, dia tidak menampik adanya efek dari perlambatan global terhadap ekonomi Indonesia. Menurut Dody, kondisi perlambatan global akan tetap berpengaruh.

Oleh karena itu, BI menilai kombinasi kebijakan mendorong pertumbuhan ekonomi bersama stabilitas yang terjaga. “Bauran kebijakan BI progrowth dengan prostability, dibaurkan dengan kebijakan fiskal yang akomodatif dan prudent serta stabilitas sektor jasa keuangan,” katanya.

Di Indonesia, Dody memastikan bahwa BI tetap mengkaji dan mengkalibrasi semua kebijakan yang ada. BI akan melihat kembali sumber penyebab inflasi.

“Kalau toh inflasi ini bisa kita jaga dengan melalui koordinasi, melalui kegiatan menjaga pasokan karena ini merupakan source inflasi, tentunya kita tidak menggunakan suku bunga,” tegasnya.

Pasalnya, BI melihat inflasi inti sekarang masih 2,9 persen. Kendati aman, Dody menuturkan bahwa ruang untuk kenaikan suku bunga tetap terbuka dengan melihat berapa besar potensi kenaikan konsistensi inflasi inti, serta ekspektasi inflasinya.

Meski demikian, suku bunga bukan menjadi satu-satunya alat kebijakan BI.

“Preemptive dari kebijakan yang kita lakukan tidak semata harus melalui suku bunga, tapi juga bisa dilakukan dengan, entah likuiditas yang kita atur lebih terjaga, maupun dengan kebijakan koordinasi dari sisi untuk mengatasi supply-nya,” ungkap Dody.


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Pelarangan Vs Pembatasan pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021

Penulis Kontroversi

LSM Ilham Nusantara Sebut Penjajahan Ekonomi Terhadap Konsumen Oleh PT BFI finance

admin

Pidato APBN 2020 Presiden Jokowi

Penulis Kontroversi

Leave a Comment