Perdebatan muncul mengenai apa yang disebut harta peninggalan dari Presiden RI pertama, Soekarno. Sebuah buku bertajuk “Harta Amanah Soekarno” dibedah di Universitas Paramadina. Bedah buku itu dibahas oleh wartawan senior Budiarto Shambazy, peneliti senior LIPI Prof Dr Asvi Warman Adam, ahli komunikasi Effendi Gazali, serta Permadi.
Sang penulis yang juga adalah seorang wartawan bernama Safari ANS menyebutkan, misteri terbesar tentang Indonesia yaitu The Green Hilton Memorial Agreement.
Perjanjian itu diyakini telah ditandatangani oleh Soekarno (Presiden RI) dan John F Kennedy (Presiden AS) pada tanggal 14 November 1963 dengan seorang saksi dari Swiss bernama William Vouker. Pada tanggal tersebut Kennedy dan Soekarno memang bertemu. Namun khusus soal perjanjian ini, masih misteri.
Safari menyebutkan, dalam perjanjian itu AS setuju untuk mengakui bahwa kekayaan negara dalam bentuk emas yang jumlahnya 57 ribu ton emas berasal dari Indonesia. Dana dalam bentuk emas itu diklaim Bung Karno kepada Amerika sebagai harta rampasan perang.
“Saya memegang dokumen perjanjian itu. Hanya saja tidak asli. Saya sedang berusaha mengumpulkan. Tapi pernah saya ditunjukkan oleh seorang Indonesia yang tinggal di Eropa,” kata Safari di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2014).
Safari awalnya juga ragu dengan kabar tersebut. Dia berkisah saat berkarir sebagai wartawan di salah satu media ekonomi, redaktur memintanya membuat ulasan mengenai perjanjian itu.
“Setelah sana sini, saya bilang ke redaktur, saya tidak bisa. Jawaban yang saya terima semua soal magic, nggak mungkin saya menulis berdasarkan hal itu,” jelas Safari.
Namun sejurus kemudian, pertemuannya dengan seorang pengusaha asal Taiwan kembali menggelorakan semangat pencariannya. Hingga akhirnya dia mendampingi para pengusaha itu ke Yogyakarta untuk mencari emas.
Safari yang rakus akan segala macam bidang ilmu kembali bergelut mencari harta amanah Bung Karno itu. Bertemu dengan banyak orang yang mendukung dan mencemoohnya membuat dia semakin terlecut.
“Saya lakukan pembuktian terbalik. Banyak dokumen-dokumen di seluruh dunia ini bisa dicairkan. Meski pemerintah Indonesia tidak mengakui secara resmi, namun secara ‘diam-diam’ pejabat Indonesia, seperti menteri yang masih aktif hingga mantan presiden, datang ke UBS/Bank Swiss untuk mencairkan dana tersebut,” ungkap Safari.
Pergulatan Safari selama kurang lebih 10 tahun itu kemudian dibukukan dalam sebuah buku berjudul ‘Harta Amanah Soekarno’. Namun, dia mengaku tidak akan berhenti sampai di situ. Ke depan, dia berencana melakukan investigasi dan penelitian lagi untuk menelurkan sebuah tulisan berlanjut tentang pencapaiannya itu.
Hingga kini emas-emas tersebut misterius, entah keberadaannya lebih-lebih status kepemilikannya. Konspirasi tingkat tinggi telah berlaku di sini. Lalu, seperti apa misteri dari hutang emas seharganya triliunan dolar ini? Simak ulasannya berikut.
Green Hilton Memorial Agreement, Bukti Sah Hutang Amerika
Seperti yang sudah disinggung di bagian pengantar. Banyak sekali harta-harta kita yang terbang ke luar negeri. Akan sangat panjang untuk menelurusi kenapa dan bagaimananya. Namun yang jelas, pada akhirnya harta-harta yang rata-rata berbentuk emas ini terkumpul sebagian dengan jumlah sekitar 57 ribu ton tadi.
Kemudian Amerika Serikat lewat Presiden mereka John F Kennedy, meminta belas kasih Presiden Soekarno untuk meminjam harta ini demi pembangunan Amerika. Presiden pertama kita itu menyetujuinya, dan kemudian perjanjian ini dituangkan dalam Green Hilton Memorial Agreement yang dibuat pada tahun 1963. Hal ini jadi bukti valid kalau Amerika punya hutang besar kepada kita.
Kontroversi Isi Perjanjian
Pada perjanjian tersebut diketahui Soekarno memberikan emas-emas itu. Namun, sebagai imbalannya, presiden pertama ini meminta royalti sebesar 2,5 persen per tahun. Di samping itu, presiden Soekarno juga memberikan izin kepada Amerika untuk menambang di Indonesia. Asal, emasnya sama sekali tidak boleh dibawa keluar.
Kennedy menyetujui hal ini. Bahkan ia menyanggupi jika perjanjian ini dilanggar, maka negaranya siap menerima sanksi berupa pengembalian paksa 57 ribu emas tadi. Perjanjian pun ditandatangani banyak orang dan saksi. Sayangnya, implementasi janji ini pun mulai terlihat goyah dan tidak seperti apa yang seharusnya.
Kematian Kennedy Berbuah Fatal Bagi Perjanjian Hilton
Tak lama setelah perjanjian tersebut dibuat atau tepatnya di tahun 1963, Kennedy pun tewas terbunuh dalam sebuah parade di tahun yang sama. Kematian ini pun berbuah fatal terhadap implementasi perjanjian penting itu. Kabar ini tentu saja mengagetkan Bung Karno. Pasalnya, skenario seperti ini tidak pernah terbayangkan olehnya.
Sudah jelas beliau segara menuntut semua harta ini dikembalikan, namun sayangnya hal tersebut tidak pernah terealisasi. Konon, emas-emas berharga itu dipindahkan ke suatu bank dan kemudian diklaim oleh pihak-pihak tertentu.
Kematian Kennedy Berdampak Pada Lengsernya Soekarno
Selang dua tahun dari kematian Kennedy atau tepatnya tahun 1965, terjadilah pergolakan besar di Indonesia yang dikenal dengan G30S. Diduga ini juga merupakan skenario buatan untuk melengserkan Soekarno dari kepemimpinan. Dalangnya sendiri diduga adalah CIA.
Benar saja, setelah tragedi ini usai, posisi Soekarno terus turun dan akhirnya didepak oleh juniornya sendiri, yakni Soeharto. Masih teringat akan hutang-hutang Amerika, Soekarno terus berkeinginan menututnya. Namun fisiknya sudah lemah dan sakit-sakitan, apalagi posisinya sudah bukan orang berpengaruh lagi. Pada akhirnya, seiring dengan kematian sang presiden pertama, maka raib sudah harapan Indonesia untuk mendapatkan warisan yang tak karuan banyaknya itu.
Rusaknya Perjanjian Berbuah Dikeruknya Tanah Papua
Meskipun sangat berat, kehilangan 57 ribu ton emas bukan hal yang terlalu buruk. Setidaknya, Indonesia masih punya cadangan emas yang melimpah di Papua. Sayangnya, perjanjian penting itu tidak lagi valid. Dan dimulai dari era Soeharto, Freeport mulai mengais emas-emas di tambang Grassberg dan membawa semuanya. Mereka hanya membayar royalti yang sangat sedikit dibandingkan jumlah yang dibawa.
Hingga hari ini emas-emas Papua terus dikeruk dengan egois. Pemerintah yang sekarang mungkin akan berupaya untuk memperbaiki keadaan walaupun kesannya lambat. Atau mungkin jangan-jangan malah memberikan izin untuk eksplorasi emas yang lebih besar di wilayah Papua lainnya. Miris, ini sama sekali tak seperti rencana Bung Karno, dan hasilnya memang benar-benar buruk bagi Indonesia.Bayangkan jika semua harta ini tetap di Indonesia, entah emas warisan atau emas Freeport. Kita pasti jadi miliuner sekarang. Orang-orang yang tinggal di gerobak sampah atau kolong jembatan, mungkin sudah bolak-balik trip ke Eropa saking kayanya. Sayangnya, apa yang terjadi bukan seperti itu. Andai sejarah bisa dipelintir, mungkin semuanya bisa benar-benar berbeda sekarang.
Tentang emas-emas warisan itu, apakah sanggup bagi bangsa Indonesia merampasnya kembali? Jangan-jangan negara ini sudah jadi pengecut yang bahkan tak berani menuntut haknya sendiri.
There is no ads to display, Please add some