Image default
  • Home
  • Peristiwa
  • Pojok opini
  • Jaminan Perlindungan Hukum Konsumen Abstrak Hingga Celah Dimanfaatkan Mafia Jasa Keuangan. Ilham Nusantara Desak Dirikan BPSK
Pojok opini Referensi Perlindungan Konsumen

Jaminan Perlindungan Hukum Konsumen Abstrak Hingga Celah Dimanfaatkan Mafia Jasa Keuangan. Ilham Nusantara Desak Dirikan BPSK

Untuk menjamin keadilan bagi para pihak, sebab pelaku usaha berdiri dan beroperasi disetiap kota dan kabupaten di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, maka wajib Setiap kota dan kabupaten di seluruh wilayah kesatuan republik indonesia wajib mendirikan suatu Badan Penyelesai Sengketa Konsumen atau disingkat BPSK, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan menghindari biaya tinggi dalam mendapatkan keadilan

 

 

Oleh Charif Anam
Team Investigasi dan Reportase Mafia Jasa Keuangan

 

 

Kontroversi.or.id: Lembaga Jasa Keuangan terbagi menjadi dua yaitu lembaga jasa keuang bank dan non bank, yang dalam prakteknya terbagi menjadi beberapa sektor, mulai dari bank, finance, pegadaian, koperasi dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Lembaga Jasa keuangan tersebut berdiri bertujuan untuk membantu program pemerintah dalam penataan ekonomi nasional, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan.

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha sektor jasa keuangan disebut sebagai kreditor,
Konsumen adalah seseorang atau badan yang mengkonsumsi atau pengguna suatu produk yang disediakan oleh penyedia.

Dalam memenuhi kebutuhan barang yang diperlukan konsumen bisa mendapatkan barang tersebut dengan cara membeli baik secara tunai maupun secara angsuran.

Untuk pembelian dengan cara angsuran, tentunya akan dilakukan perjanjian terlebih dahulu, hal tersebut akan terjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan antara pihak kreditor dengan debitor/konsumen.

 

Hak dan kewajiban para pihak

Pembelian dengan cara angsuran, akan diikat dengan sebuah perjanjian, perjanjian yang dibuat wajib memuat hak dan kewajiban para pihak yang diharapkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak, perjanjian yang dibuat harus memenuhi sesuai pasal 1320 KUHPerdata.

Untuk menghindari adanya diskriminasi terhadap konsumen, pemerintah membuat Undang-undang republik indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
Bentuk perlindungan terhadap konsumen, salah satunya memuat larangan adanya perjanjian baku yang melanggar ketentuan undang-undang, sesuai dengan pasal 18 UURI nomor 8 tahun 1999 yang berbunyi :

(1)Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.

 

Tanggung jawab kreditur 

Apabila terjadi pelanggaran, maka kreditor wajib bertanggung jawab sesuai bunyi pasal 19 UURI Nomor 8 tahun 1999 berbunyi :

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 aya t(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Untuk menjamin keadilan bagi para pihak, sebab pelaku usaha berdiri dan beroperasi disetiap kota dan kabupaten di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, maka wajib Setiap kota dan kabupaten di seluruh wilayah kesatuan republik indonesia wajib mendirikan suatu Badan Penyelesai Sengketa Konsumen atau disingkat BPSK, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan menghindari biaya tinggi dalam mendapatkan keadilan.

Dasar hukum pembentukan BPSK adalah, Pasal 49 Ayat 1 UUPK nomor 8 tahun 1999 dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 yang mengatur bahwa di setiap kota atau kabupaten harus dibentuk BPSK. BPSK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Badan Penyelesai Sengketa konsumen diatur pada pasal 49 UURI Nomor 8 tahun 1999 yang berbunyi :

Pasal 49
(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen.
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha;

(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Sedangkan tugas dan wewenang BPSK diatur pada
Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang itu;

i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Waktu penanganan sengketa konsumen
Pasal55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.

 

BPSK Tidak didirikan: Dosa siapa  ?

Lantaran disetiap kota dan kabupaten diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia belum seluruhnya membentuk dan mendirikan Badan Penyelesai Sengketa Konsumen, hal tersebut membangkitkan Charif Anam selaku Ketua Umum LSM ILHAM Nusantara dan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Ilham Nusantara Bebas Merdeka angkat bicara,

“Sangatlah penting dan wajib hukumnya pendirian BPSK disetiap kota dan kabupaten, sebab pelaku usaha sudah diberikan ijin bertindak dan beroperasi untuk melakukan kegiatan usaha disetiap kota/kabupaten namun BPSK belum didirikan. itu namanya korbankan kepentingan konsumen dan masyarakat”, tuturnya.

 

Memupuk subur tumbuhnya mafia Leasing

Maraknya diskriminasi terhadap konsumen, dan tidak terjaminnya kepastian hukum terhadap konsumen, lanjutnya, adalah murni kesalahan pemerintah kota/kabupaten, yang tidak sigap dan sangat meremehkan kerugian konsumen yang berdampak besar bagi pembangunan ekonomi, ataukah memang hal tersebut adalah merupakan Bisnis politik ekonomi para pemilik kebijakan, ataukah memang kelalaian atau ketelodoran pemerintah kota/kabupaten dalam menjamin kepentingan konsumen dan masyarakat.

Karena BPSK tidak atau belum didirikan disetiap kota/kabupaten, hal tersebut diambil kesempatan para Mafia Jasa keuangan untuk diskriminasi konsumen.

“Kami mendesak kepada Bupati dan DPRD serta DISPERINDAG setiap kota/kabupaten segera mendirikan BPSK, untuk menjamin kepastian hukum konsumen yang merdeka terbebas dari belenggu diskriminasi konsumen”, tutupnya, (16/11/2022).


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Tipe Kerja Keinginan Kamu

admin

Bisakah Membuat Eco Enzym Sendiri ?

admin

MEMBEDAH LEGAL STANDING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DALAM BERACARA DI PENGADILAN

admin

Leave a Comment