Program COE pertama kali diluncurkan pada tahun 2012. Sebagai Proyek Percontohan, pada waktu itu, target dan tujuan yang ingin dicapai dibuat tidak terlalu tinggi
Harapannya adalah cukup sederhana, hanya tentang cara untuk menjaga PROGRAM COE ini dapat dilakukan dengan baik dan ada keran yang tertarik untuk berpartisipasi dalam program ini.
Lokasi, jumlah peserta dan materi pelatihan dibuat “minimalis”. Ternyata sambutan dari para pemangku kepentingan cukup menggembirakan.
Awal keberhasilan pelaksanaan pada tahun 2012 pada bidang air bersih yang telah menimbulkan keberanian dan optimisme bahwa program ini bermanfaat dan dapat diterima oleh PDAM. Pada 2013, COE PROGRAM dibuat lebih besar.
Lokasi, jumlah peserta dan materi pelatihan ditambah. Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam PROGRAM COE ini juga meningkat. Dan kembali, antusiasme, dukungan dan respon positif mengalir ke PROGRAM COE. Hal-hal apa yang telah dilakukan dan dicapai selama dua (2) tahun pelaksanaan PROGRAM COE, digambarkan dalam PROGRAM COE KEGIATAN DI 2012-2013.
Daftar isi Bahasan CoE (pada bidang)
Sejarah COE
Latar Belakang COE
Maksud dan Tujuan
Maksud
Tujuan
COE 2012 – 2013
Berlomba Merevitalisasi Pendidikan SMK
CoE pada Perindustrian
Fungsi Pokok Pengembangan CoE
Tuntutan Stakeholder
Faktor tidak terjadinya Link and Match
Berpotensi menurunkan daya saing
Faktor yang menyebabkan terjadinya mis-match dan penurunan daya saing
Sejarah COE
Program COE pertama kali diluncurkan pada tahun 2012. Sebagai Proyek Percontohan, pada waktu itu, target dan tujuan yang ingin dicapai dibuat tidak terlalu tinggi. Harapannya adalah cukup sederhana, hanya tentang cara untuk menjaga PROGRAM COE ini dapat dilakukan dengan baik dan ada keran yang tertarik untuk berpartisipasi dalam program ini. Lokasi, jumlah peserta dan materi pelatihan dibuat “minimalis”. Ternyata sambutan dari para pemangku kepentingan cukup menggembirakan.
Keberhasilan pelaksanaan pada tahun 2012, menimbulkan keberanian dan optimisme bahwa program ini bermanfaat dan dapat diterima oleh PDAM. Pada 2013, COE PROGRAM dibuat lebih besar. Lokasi, jumlah peserta dan materi pelatihan ditambah. Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam PROGRAM COE ini juga meningkat. Dan kembali, antusiasme, dukungan dan respon positif mengalir ke PROGRAM COE. Hal-hal apa yang telah dilakukan dan dicapai selama dua (2) tahun pelaksanaan PROGRAM COE, digambarkan dalam PROGRAM COE KEGIATAN DI 2012-2013.>
Latar Belakang COE
Sebagai negara yang menandatangani Deklarasi Milenium, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan dan sasaran Millennium Development Goals (MDGs). Salah satu target MDG ingin dicapai adalah target 7C, yaitu mengurangi setengah proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum dan fasilitas sanitasi dasar layak. Target MDG sektor air Indonesia sebesar 68,87% pada tahun 2015. Pada tahun 2013, cakupan layanan telah mencapai 67,73%. Masih ada kesenjangan dari 1,14%. Ketika dikaitkan dengan target pemerintah dalam RPJMN 2014-2019 yang pada 2019 cakupan pelayanan mencapai 100%, maka kesenjangan tumbuh dengan ukuran 32,27%. Untuk mencapai target tersebut, perlu dukungan dan kerjasama dari semua pihak seperti Pemerintah air minum, pemerintah daerah, keran, swasta dan masyarakat. PDAM sebagai operator utama pasokan air diperlukan untuk menyediakan layanan yang memenuhi persyaratan 4K adalah kualitas air yang baik, jumlah yang cukup, kontinuitas dipertahankan dan pembayaran keterjangkauan .. Memang, bukan tugas yang mudah, terutama kondisi dan kinerja PDAM saat ini , di mana hasil dari audit kinerja yang dilakukan oleh PDAM BPPSPAM, pada 2013 dari 350 PDAM di Indonesia sebanyak 176 (50%) PDAM kategori sehat, 104 (30%) termasuk keran kurang sehat dan 70 (20%) keran Lain termasuk dalam kategori sakit.
Maksud dan Tujuan
Tujuan : Peningkatan kompetensi SDM dengan mengembangkan konsep Center of Excellence.
Maksud : Membentuk Pembina Profesional Mengoptimalisasi fungsi Penyelesaian Pusat Informasi Pengembangan dan Pembangunan (PIP2B) Pemerataan mendorong sumber daya manusia yang kompeten keran
COE 2012 – 2013
COE 2012 :
Dilaksanakan di 2 provinsi (Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan) 3 subjek: NRW, energi efisiensi dan SAK – ETAP TOT dan bintek di gedung PIP2B Mencetak: Pembina: 8 orang SDM terlatih: 25 orang.
COE 2013 :
Diimplementasikan di tiga provinsi (Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Bali) 3 mata pelajaran: NRW, efisiensi energi dan SAK – ETAP TOT di BTAMs bekasi dan Wiyung Bintek dalam membangun PIP2B setiap cetak provinsi: Trainer: 18 orang HR dilatih: 133 orang Pelatihan teknik retrofit keran organisasi di Sulawesi Utara PIP2B.
Pembina: 26 Pembina Propinsi
HR terlatih: 158 orang
Berlomba Merevitalisasi Pendidikan SMK
Pendidikan vokasi di berbagai belahan dunia berlomba merevitalisasi organisasinya menjadi pusat keunggulan (center of excellence).
Fungsi Pokok Pengembangan COE
Setidaknya ada enam fungsi pokok pengembangan center of excellence pada pendidikan vokasi.
- Pusat keunggulan pendidikan dan pelatihan skilling, upskilling, dan reskilling untuk menghasilkan SDM yang berkompeten dan adaptif terhadap perubahan teknologi yang semakin cepat.
- Pusat inovasi pembelajaran vokasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan vokasi.
- Pusat inovasi produk dan inkubator wirausaha untuk menumbuhkan kewirausahaan berbasis teknologi start-up di kalangan generasi muda.
- Pusat pengembangan dan penelitian teknologi terapan untuk meningkatkan daya saing internasional.
- Pusat keunggulan fasilitas sarana dan prasarana yang relevan dengan kebutuhan Industri 4.0.
- Pusat kolaborasi dan jejaring industri untuk menumbuhkan dan meningkatkan daya saing ekonomi di era global.
Tuntutan Stakeholder
Dalam mengembangkan center of excellence pendidikan vokasi, para pengelola pendidikan vokasi dituntut untuk memenuhi persyaratan para pemangku kepentingan.
- Pemangku kebijakan pendidikan, dalam hal ini pemerintah, untuk memenuhi amanat undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, dan standar nasional pendidikan.
- Pengguna lulusan, dalam hal ini adalah industri dan dunia usaha, untuk memenuhi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan di pasar kerja.
- Peserta didik, dalam hal ini siswa, untuk pengembangan diri siswa, selepas sekolah harus memiliki kemandirian untuk dapat survive dalam kehidupan sesuai dengan potensi minat, bakat, dan passion yang dimiliki.
CoE pada Perindustrian
Dalam agenda Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan kementerian perindustrian, salah satu dari sepuluh program prioritas adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mendesain kembali kurikulum pendidikan menyesuaikan era Industri 4.0 dan program talent mobility untuk profesional. Kurikulum pendidikan di Indonesia dianggap masih terlalu kaku untuk dapat disesuaikan dengan tuntutan perubahan teknologi dan kompetensi di industri. Pengembangan kurikulum yang lebih fleksibel dan berorientasi pada kebutuhan Revolusi Industri 4.0 semakin mencuat seiring diangkatnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kebijakan Merdeka Belajar yang dimunculkan menjadi bahan kajian pengembangan kurikulum. Saat ini perguruan tinggi, pusat kurikulum, pendidikan dasar dan menengah, dan pendidikan vokasi sedang disibukkan menyusun kurikulum baru untuk implementasi kebijakan Merdeka Belajar.
Pendidikan vokasi pada dasarnya adalah pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk bekerja dan berwirausaha guna mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa. Pendidikan vokasi tidak akan terlepas pada kegiatan industri dan ekonomi, baik pada skala kecil, menengah, maupun besar. Isu relevansi pendidikan vokasi selalu menjadi topik yang tidak pernah usang dan menjadi permasalahan yang tidak pernah tuntas.
Faktor tidak terjadinya Link and Match
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan tidak terjadinya link and match saat ini, yaitu:
- Aspek kualitas, keterampilan lulusan lebih rendah dari yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
- Aspek kuantitas, jumlah lulusan lebih banyak dari kesempatan kerja yang ada.
- Aspek gaji, ketidaksesuaian gaji yang ditawarkan dengan beban kerja dan estimasi biaya hidup calon pekerja.
Selama ini yang menjadi isu utama adalah aspek kualitas di mana lulusan pendidikan vokasi dianggap kurang relevan kompetensinya dengan kebutuhan tenaga kerja di Industri. Namun, di pasar kerja masih banyak industri yang membuka peluang kerja untuk semua jurusan, baik jenjang menengah maupun tinggi. Tentu ini menjadi ironi di mana industri menuntut kompetensi yang diharapkan sesuai dengan kebutuhannya, tetapi banyak yang masih membuka lowongan pekerjaan untuk semua jenjang tanpa persyaratan kompetensi seperti tuntutannya pada pendidikan vokasi. Artinya, jika fair salah satu persyaratan seleksi karyawan adalah memiliki sertifikat kompetensi ataupun melalui uji kompetensi, tidak hanya tes potensi akademik, psikologi, dan wawancara yang membuka persaingan dengan nonvokasi.
Terjadinya over supply (faktor kuantitas) tenaga kerja adalah peluang kerja lulusan vokasi dapat dimasuki oleh lulusan nonvokasi. Bisa dicek berapa struktur jumlah tenaga kerja dari lulusan vokasi dan nonvokasi saat ini yang ada di industri. Dari aspek gaji, tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi, dan investasi biaya pendidikan yang semakin tinggi, beberapa lulusan merasa gaji pertama yang ditawarkan tidak sesuai dengan ekpektasi dan investasi yang telah di tanamkan selama menempuh pendidikan. Persepsi calon pekerja yang merasa memiliki kualifikasi pendidikan yang tinggi sehingga mencari tawaran penghasilan yang lebih layak, sementara lebih banyak perusahaan menawarkan gaji yang berbasis UMR.
Berpotensi menurunkan daya saing
Ada beberapa faktor yang berpotensi menurunkan daya saing lulusan pendidikan vokasi ke depan di antaranya:
- Perubahan sistem kerja yang menuju tranformasi digital menyebabkan banyak jenis kompetensi yang diajarkan saat ini berpotensi hilang atau tidak dibutuhkan di masa depan dan muculnya kompetensi dan jenis pekerjaan baru yang belum disiapkan pada kurikulum saat ini.
- Kurangnya upskiling dan reskilling sumber daya manusia di pendidikan vokasi untuk menyesuaikan dengan tuntutan pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0.
- Lingkungan dan proses pembelajaran masih konvensional, belum secara masif disiapkan untuk menghadapi tranformasi digital mengoptimalkan pembelajaran aktif dan kontekstual serta optimalisasi teknologi dalam proses pembelajaran.
- Menurunnya relevansi fasilitas sarana dan prasarana seiring perubahan teknologi yang semakin cepat.
- Kebutuhan pembiayaan yang sangat tinggi untuk menerapkan pendidikan berbasis kompetensi dan sistem ganda sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah.
- Sertifikasi kompetensi semakin membuka persaingan lulusan pendidikan vokasi dengan lulusan dari pendidikan formal, nonformal, dan informal; juga dengan tenaga kerja asing di pasar global 2020.
- Batas usia minimal pekerja adalah 18 tahun sesuai peraturan ketenagakerjaan, sementara pada jenjang SMK umumnya lulusan berusia 17 tahun, sehingga ada masa tunggu satu tahun untuk dapat memasuki dunia kerja yang berpotensi menurunkan kompetensi lulusan.
- Kurangnya kolaborasi dan keterlibatan dunia usaha dan industri secara integratif dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
Faktor yang menyebabkan terjadinya mis-match dan penurunan daya saing
Dengan dikembangkannya center of excellence pada pendidikan vokasi, diharapkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mis-match dan penurunan daya saing ini dapat dieliminasi sebanyak mungkin. Untuk meningkatkan daya saing pendidikan vokasi melalui pengembangan center of excellence, diperlukan beberapa upaya sebagai berikut.
- Melakukan reskillings dan upskilling SDM pendidikan vokasi, khususnya pada pengembangan kompetensi baru yang dibutuhkan di pasar kerja dan pembelajaran di era Revolusi 4.0.
- Modernisasi fasilitas dan sarana prasarana untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran abad 21 di pendidikan vokasi. Asian Development Bank (2019) menyatakan, sudah seharusnya pendidikan vokasi institusi yang paling cepat mengadopsi kemajuan teknologi. Mengembangkan learningspace dan makerspace yang mendukung kebutuhan belajar era Revolusi Indsutri 4.0.
- Mengembangkan kurikulum yang lebih fleksibel dan kontekstual mengintegrasikan pembelajaran di sekolah, di masyarakat, dan di industri. Untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi yang relevan sesuai potensi wilayah, problem solving di kehiduan bermasyarakat, dan pekerjaan di masa depan. Menyongsong persaingan global di era Revolusi Industri 4.0, pengembangan keterampilan digital (menggunakan teknologi, membuat aplikasi, dan menjalankan bisnis secara digital) dan penguasaan bahasa internasional perlu menjadi perhatian khusus.
- Meningkatkan kerjasama industri yang diimplementasikan dalam kegiatan riset, pelatihan, resource sharing, belajar mengajar, sertifikasi kompetensi, magang, dan penempatan kerja.
- Mengembangkan inovasi produk dan inkubator bisnis untuk menumbuhkan start up bisnis, mulai dari analisis pasar, ide, rencana bisnis, hingga mendirikan dan mengelola usaha secara nyata. Inventure (2020) memprediksi bahwa ke depan pengembangan kurikulum kewirausahan digital semakin meningkat.
- Mengembangkan inovasi pembelajaran dengan mengoptimalkan penggunaan dan pengembangan teknologi 4.0 seperti pembelajaran daring, artificial intelligent, media virtual reality/augmented reality, 3D printing, smart technology, big data analysis, dan machine learning.
- Memberikan otonomi institusi yang lebih luas dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU/BLUD).
- Meningkatkan tata kelola dan kepemimpinan dengan menerapkan good school governance.
Tidak hanya sekadar pelabelan
Pengembangan center of excellence di pendidikan vokasi hendaknya tidak hanya sekadar pelabelan nama saja, tetapi diperlukan standardisasi sumber daya, model bisnis, indikator kinerja dan pengukurannya, serta tata kelolanya sehingga menunjukkan keunggulan yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan, khususnya pengguna lulusan dunia usaha dan industri.
Kembangkan CoE Pada 476 SMK
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mengembangkan 476 SMK menjadi pusat keunggulan atau center of excellence.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto mengatakan program ini dilakukan untuk mendorong kolaborasi antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri.
“Di 2020 ini kita telah mengembangkan total 476 SMK di 34 provinsi menjadi center of excellence”, ujar Wikan dalam ajang Indonesia Vocational Outlook 2020 yang digelar secara daring, Senin (21/10/2020).
Wikan mengungkapkan ratusan SMK tersebut telah mendapatkan penguatan bantuan dana untuk penguatan sektor spesialisasi prioritas dengan total bantuan telah disalurkan sebesar Rp1,2 triliun.
Ratusan SMK itu dapat dijadikan contoh link and match atau perkawinan antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dan industri.
Kemendikbud juga telah melakukan pelatihan kepada kepala sekolah untuk pengembangan SMK. Sebanyak 800 kepala sekolah SMK telah diberikan pelatihan oleh Kemendikbud.
“800 kepala SMK kita training, kita tingkatkan kapabilitas leadershipnya. Kemudian peningkatan kemampuan dari 160 guru kejuruan, dan sudah memberikan sertifikasi kompetensi kepada 62 ribu siswa SMK kita”, lankut Wikan.
Menutut Wikan, langkah ini dilakukan untuk mendorong link and match antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dunia industri.
“Upaya-upaya Kemendikbud ini harapannya ke depan semakin bisa berkolaborasi dengan lebih banyak pihak dan semakin bisa meningkatkan impact serta kualitas kerja samanya ke depan”, tutup Wikan.
Seperti diketahui, Ditjen Pendidikan Vokasi mendorong terjadinya kolaborasi yang erat atau Link and Match antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan kerja.
Kolaborasi yang terbentuk antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan kerja harus mencapai tahap penyatuan.
Center of Excellence Pada Rumah Sakit
Karena tuntutan persaingan maupun faktor perubahan lingkungan lainnya, RS di Indonesia – for profit maupun not-for-profit – mengembangkan berbagai strategi guna dapat bertahan hidup dan berkembang. Salah satu strategi yang populer adalah mengembangkan layanan unggulan. Investasi yang dikeluarkan pun tidak sedikit (biasanya untuk gedung dan peralatan canggih), namun tidak jarang yang berakhir sebagai “pelayanan biasa” karena tidak jelas indikator keunggulannya. Perlu keseriusan dalam memahami konsep, merancang, mengimplementasikan hingga memonitoring dan mengevaluasi suatu pusat layanan agar dapat disebut sebagai pusat layanan unggulan.
Definisi CoE Rumah Sakit
Ternyata ada berbagai definisi layanan unggulan rumah sakit yang mulai dikembangkan sejak akhir tahun 80-an. Sebagaimana yang dikutip oleh Sharon Khrumm (2004) ada publikasi di tahun 1987 yang mengidentifikasi layanan unggulan dengan tiga elemen penting, yaitu adanya kelompok dokter/spesialis/keahlian tertentu yang spesifik, adanya program penelitian klinis dan medis, dan ditunjang fasilitas yang difokuskan untuk keunggulan layanan pada pasien (teknologi terkini dan perawat yang berkompetensi tinggi). Ada juga yang mendefinisikan sebagai suatu program pemberian layanan kesehatan dengan karakteristik utama yaitu tersedianya layanan dengan kualitas tertinggi. Definisi lain menyatakan bahwa layanan unggulan adalah suatu RS atau unit di dalam RS yang ditandai dengan kinerja teknis, sumber daya yang ekspansif, volume (kunjungan) pasien, dan dibuktikan dengan dedikasi terhadap mutu layanan. Selain itu, definisi lain menambahkannya dengan layanan yang terspesialisasi.
Apapun definisi yang digunakan, layanan unggulan mengandalkan pada mutu layanan yang berasal dari perpaduan antara kompetensi SDM, teknologi dan komitmen untuk menjadikannya sebagai yang terbaik. Yang menarik adalah, dengan adanya perpaduan tersebut maka RS justru akan menjadi lebih mudah dalam mengelola pasien yang jumlahnya begitu besar. Banyak ahli setuju bahwa dengan menjadi center of excellence maka akan lebih mudah bagi RS untuk menyatukan para dokter dalam upaya peningkatan mutu, menekan biaya melalui efisiensi besar-besaran, menciptakan diferensiasi pasar melalui layanan klinis yang excellent, dan mencapai kepuasan pasien yang tinggi, Sebagai contoh ada sebuah layanan kesehatan yang harus menghadapi ribuan pasien rawat jalan per hari dengan kasus yang beraneka ragam. Dengan adanya pusat-pusat layanan unggulan (center of excellences), misalnya layanan unggulan ibu dan anak, layanan unggulan jantung, layanan unggulan kanker dan sebagainya, maka populasi pasien yang sangat besar tersebut dapat dikelompokkan menjadi sub-populasi dengan kondisi kasus yang cenderung lebih homogen. Pengelolaannya pun menjadi tidak serumit jika seluruh pasien tersebut digabung dalam satu unit layanan. Pusat layanan unggulan juga memungkinkan para dokter, perawat, administrator dan klinisi lainnya untuk saling berdiskusi, sharing ide dan berkoordinasi dalam menghadapi kasus pasien-pasiennya.
Untuk dapat mewujudkan pusat layanan unggulan yang sesuai dengan definisi diatas, maka setiap pusat harus dipimpin oleh dokter, berpartner dengan perawat (dengan kompetensi terpilih), serta didukung oleh administrasi yang handal. Berikut ini adalah contoh susunan tim dari beberapa pusat layanan unggulan yang terdapat di Beaumont Health System. Selain anggota tim tersebut, juga ada supporting staff yang membantu dalam hal pengambilan keputusan klinis, marketing, urusan komunitas dan advokasi, perencanaan, komunikasi korporat, manajemen proyek, yayasan serta hubungan-antar-dokter.
Berbagai Kriteria Pusat Layanan Unggulan
Layak tidaknya suatu layanan dikatakan sebagai Pusat Layanan Unggulan dapat dilihat dari berbagai jenis kriteria. Jenis-jenis kriteria ini tergantung pada dari sudut mana Pusat Layanan Unggulan dilihat. Khrumm mengutip dari The Advisory Board Company, Washington DC bahwa berbagai perspektif ini antara lain dari sudut pandang asuransi dan stakeholders.
CoE dari Sudut Pandang Asuransi
Dari sudut pandang asuransi, sebuah pusat layanan unggulan harus bermutu tinggi, berbiaya rendah dan memiliki jaringan (kerjasama) rujukan dengan pusat layanan kesehatan lain.
Dilain pihak, salah satu tujuan RS mengembangkan pusat layanan unggulan adalah untuk meningkatkan kinerja keuangan, yang diperoleh dengan penghematan biaya. Misi penghematan biaya ini dapat berbenturan dengan kriteria layanan berbiaya rendah yang diajukan oleh perusahaan asuransi kesehatan.
Oleh karenanya, perlu ada semacam kompromi serendah atau setinggi apa biaya yang dapat diterima agar menghasilkan layanan dengan mutu yang dikehendaki. Maka ditetapkanlah kriteria dari sebuah pusat layanan unggulan dari kacamata asuransi sebagai berikut:
- kriteria outcome yang meliputi: AvLOS, angka infeksi nosokomial, angka tindakan/operasi ulang, angka kematian, volume kegiatan
- kriteria kualitas yang meliputi: akreditasi atau sertifikasi, survey kepuasan pasien, CV para dokter, kinerja dokter (jumlah operasi/tindakan per tahun, angka harapan hidup, biaya (bukan tarif, pen.) per tindakan)
- kriteria biaya yang meliputi biaya (bukan tarif, pen.) per tindakan, angka kasus/kesakitan global
Dari perspektif stakeholders, ada kriteria yang lebih bervariasi tergantung pada siapa stakeholders yang dimaksud.
- Perspektif Pembayar yang meliputi: volume kegiatan, jumlah dokter umum dan spesialis, mutu, kinerja keuangan, kepuasan (pasien dan staf), lingkup layanan
- Perspektif Pasien yang meliputi: fasilitas, layanan emergency, akses dan citra RS
- Perspektif Dokter yang meliputi: hubungan dokter/RS, teknologi yang dimilikip pusat tersebut, kegiatan penelitian dan pembelajaran
- Perspektif Dokter untuk atribut yang lebih tinggi yang meliputi: organisasi dan hubungan dengan pembayar
- Perspektif Program Kemitraan yang meliputi sistem informasi serta program kesehatan dan kesejahteraan
- Perspektif Program Kemitraan untuk atribut yang lebih tinggi yang meliputi: peningkatkan kinerja, manajemen penyakit dan integrasi klinik
Dari definisi dan berbagai kriteria di atas jelas bahwa tidak mudah untuk menjadikan suatu layanan atau instalasi di RS sebagai pusat layanan unggulan. Perlu perancangan mulai dari input hingga proses dan output yang biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun. Waktu yang digunakan untuk merancang suatu pusat layanan unggulan bisa saja dipersingkat, namun itu berarti banyak detil yang berpotensi terlewati yang dapat berdampak pada “tidak unggul”nya layanan tersebut saat mulai beroperasi.
CoE Pada Ketenagalistrikan
Pasca meresmikan Museum Geopark Batur sebagai pusat informasi dan edukasi bagi pengelolaan kawasan geopark yang berbasis konservasi dengan mempertahankan keunikan geologis, keanekaragaman hayati, dan kekayaan budaya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Jumat (1/4), bertolak ke Pesanggaran untuk mendorong kedaulatan energi melalui konversi sumber energi berbasis bahan bakar fosil menjadi sumber energi yang lebih bersih, di Gedung PLTG Pesanggaran, Bali.
Dalam kunjungannya ke Pesanggaran, Menteri ESDM mencanangkan program kerja dan memperkenalkan Tim Persiapan Pembentukan Kelembagaan Pusat Unggulan Energi Bersih (Clean Energy Center of Excellence/CoE), yang diketuai oleh Tjokorda Nirarta Samadhi dari unsur profesional dengan wakil Ketua I dan II berturut-turut Bambang Utoro dan Wawan Supriatna dari internal Kementerian ESDM.
CoE sebagai terobosan penting bidang teknologi dan peningkatan kapasitas baru saja diluncurkan dalam Bali Clean Energy Forum (BCEF) bulan Februari lalu untuk mendukung target percepatan pengembangan energi bersih menjadi 23 persen dalam total bauran energi nasional di tahun 2025. “CoE membutuhkan sebuah lembaga yang mengintegrasikan penelitian dan pengembangan, pelaksanaan, serta investasi dan teknologi yang terkait dengan energi bersih. Untuk memperlancar pembentukan kelembagaan ini maka perlu dibentuk tim persiapan pembentukan kelembagaan.
Dalam jangka empat tahun ke depan, CoE akan berfokus pada upaya mendukung program pembangunan ketenagalistrikan 35.000 MW, yang 25 persennya atau sekitar 8.800 MW akan datang dari energi terbarukan”, jelas Sudirman.
Beberapa program kerja yang akan dilakukan oleh tim persiapan pembentukan kelembagaan CoE adalah membangun fasilitas berbasis daring agar seluruh info pengembangan energi bersih di Indonesia dan kegiatan terkait dapat diakses dengan mudah, mengembangkan fasilitas pemetaan geospasial yang mumpuni untuk mendukung analisa kelayakan, perencanaan, dan pemantauan proyek-proyek energi bersih yang mendekati waktu sebenarnya (near real time), dan menciptakan hubungan kerja sama yang baik antara CoE dengan para pemangku kepentingan, termasuk peneliti, pengembang, dan pelaksana teknologi. Hal itu diperlukan karena aktivitas CoE akan bersifat kolaboratif antara Kementerian ESDM dengan kementerian/lembaga terkait sehingga menyatukan semua inisiatif yang telah ada dan memerlukan dukungan dalam pengembangan energi bersih. CoE Indonesia didirikan dengan pendekatan yang berbeda dengan CoE lainnya di dunia karena tidak hanya sebagai laboratorium untuk meneliti teknologi dan inovasi baru, melainkan juga sebagai pusat dukungan investasi dan bisnis terhadap percepatan pengembangan energi bersih di seluruh Indonesia, bahkan di daerah yang terpelosok, terpinggir, dan terdepan.
Kegiatan CoE akan terdiri atas tiga fokus, yakni: informasi, investasi, dan teknologi. Informasi termasuk data dukung, penting untuk menganalisa program pengembangan energi bersih. Investasi dibutuhkan untuk membantu sektor swasta dan mitra pengembang dalam mempersiapkan proyek yang dapat berjalan. Teknologi akan sentral peranannya dalam penelitian dan penggunaan teknologi energi bersih. Fokus pada informasi akan menjadi kegiatan utama untuk membantu para investor dan pelaku bisnis, sedangkan kegiatan lainnya akan memperkuat kapasitas CoE dalam melaksanakan Collaborative Learning bersama-sama dengan investor, pemerintah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.
Bali sebagai Kawasan Nasional Energi Bersih (KNEB) akan menjadi tuan rumah yang sangat strategis bagi infrastruktur fisik CoE karena diharapkan dapat menjadi percontohan penerapan energi bersih dalam skala kawasan yang dirancang untuk menjadi rujukan (benchmark) bagi masyarakat dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi energi berbasis energi bersih sesuai karakter sumber daya lokal, seperti surya, air, angin, dan biogas. KNEB ini sendiri menjadi titik awal gerakan nasional pemanfaatan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah menjadi sumber energi bersih.
Perwujudan komitmen gerakan energi bersih di Bali, juga ditandai dengan ditandatanganinya Master Sales and Purchase Agreement (MSPA) dan Confirmation Notice (CN) antara para penyedia gas yaitu PT Pertamina (Persero), Total E & P Indonesie, dan Inpex Corporation yang beroperasi di Blok Mahakam dengan PT PLN (Persero). Menteri ESDM menyaksikan penandatanganan tersebut guna mempercepat pencapaian target Bali sebagai wilayah percontohan KNEB sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 4421 K/20/MEM/2015 tanggal 15 Oktober 2015 tentang Penetapan Provinsi Bali Sebagai Kawasan Nasional Energi Bersih.
Jika berhasil tidak dipuji,
Jika gagal dicaci maki.
Jika hilang tak akan dicari,
Jika mati tak ada yang mengakui
Silahkan klik gambar-gambar dibawah ini untuk mendapatkan informasi/manfaat lainnya
Unduh Pedoman Pembelajaran pada Semester Genap TA 2020/2021 di sini.
Unduh FAQ Panduan Pembelajaran Semester Genap 2020-2021 di sini.
Unduh Salinan SKB PTM di sini.
MODUL PEMBELAJARAN SMA TAHUN 2020/2021
Kemdikbud melalui Direktorat SMA telah menyusun Modul Pembelajaran SMA tahun 2020 semua mata pelajaran untuk siswa SMA Kelas X, XI dan XII yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan belajar dari rumah. Silakan Anda unduh pada link di bawah ini:
Modul Pembelajaran SMA Lengkap
PPKN Unduh disini
Bhs Indonesia Unduh disini
Matematika Unduh disini
Sejarah Indonesia Unduh disini
Bhs Inggris Unduh disini
Seni Budaya Unduh disini
Penjasorkes Unduh disini
PKWU Unduh disini
Biologi Unduh disini
Fisika Unduh disini
Kimia Unduh disini
Sejarah Peminatan Unduh disini
Sosiologi Unduh disini
Geografi Unduh disini
Ekonomi Unduh disini
Pelayanan dan penjelasan informasi pelaksanaan Seleksi CPNS 2021 melalui:
a. Menu Helpdesk pada https://sscasn.bkn.go.id;
b. Panitia seleksi pada :
– https://cpns.kemenkumham.go.id
– https://rekrutmen.kejaksaan.go.id
– https://ropeg.menlhk.go.id
– https://cpns.pertanian.go.id
– https://cpns.kemendikbud.go.id
– Sub Direktorat Liaison Direktorat Kerja Sama Internasional, dan Deputi Bidang Intelijen Luar Negeri.
Situs Terkait
- indonesia.go.id
- Badan Pemeriksa Keuangan
- Komisi Pemberantasan Korupsi
- Kementerian PAN-RB
- Kementerian Keuangan
Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemberian Imunisasi COVID-19
There is no ads to display, Please add some