Image default
Opini

Kita Adalah ‘Big Data’

Kita berada di dalam era ‘big data’ sekumpulan informasi masif yang terkumpul dari kegiatan yang sering kita lakukan setiap hari. Mulai dari gadget yang biasa kita gunakan sampai aktivitas di sosial media.

Jadi kalau kebiasaan kita untuk upload-upload foto selfie di jejaring sosial media, order ojek online, sampai seberapa sering kalian buka situs porno bisa ketahuan dan tercatat dalam ‘big data’. Nah, data-data itu makin penting ketika isinya adalah data pribadi kita yang notabenenya sangat rahasia. Bisa dibayangkan, jika data-data pribadi kita bocor apa lagi sampai dimanfaatkan pihak tertentu untuk suatu kepentingan misalnya saja buat kampanye atau malah data kita diperjualbelikan.

Kayak kejadian bocornya 50 juta data pengguna Facebook dan dimanfaatkan pihak tertentu untuk kampanye dan memenangkan salah satu kandidat presiden, duh!? Jadi enggak enak kan, data pribadi kita dimanfaatkan. Belum lagi, kebiasaan-kebiasaan kita yang tercatat di dunia virtual makin ada harganya.

Dilansir dari Daily Mail, ada pasar digital yang memperjualbelikan data-data kita secara ilegal, di sana harga satu akun pengguna Facebook dihargai sekitar 5,20 USD atau setara dengan Rp71 ribu per akunnya. Dari hal itu saja kami sepakat dengan kalian, kalau data pribadi kita yang berharga itu cuma ditawar murah

Kalau kamu penggemar game, komik atau film pasti tahu tentang peribahasa latin ‘Quis custodiet ipsos custodes?’ atau ‘Who watches the watchmen?’ yang kalau diartikan lagi ‘Siapa yang mengawasi para pengawas’. Peribahasa itu memiliki maksud yang sama dan berhubungan dengan pengawasan, keamanan dan pemerintah, sangat cocok dengan kondisi di mana kita enggak tahu siapa yang melindungi data-data pribadi kita di dunia maya.

Isu penting itu ternyata ditangkap oleh perusahaan game yang dikembangkan oleh Ubisoft, namanya Watch Dogs permainan dengan genre action adventure open-world. Tema game ini sangat berkaitan dengan apa itu data pribadi, keamanannya sampai kemungkinan yang akan terjadi kalau data pribadi kita jatuh ke tangan yang tidak benar.

Watch Dogs bercerita tentang kisah Aiden Pearce, seorang kriminal yang kerap melakukan hack pada jaringan data kota yang disebut ctOS. Jejaring digital yang menghimpun data-data pribadi. Aiden dapat mencuri berbagai hal mulai dari uang, informasi, sampai akses ke berbagai hal terlarang.

Andai kata, kebocoran 50 juta data di Facebook untuk kampanye sampai data-data pribadi kita yang diperjualbelikan itu bagian dari alur game “Watch Dogs”, maka kita sekarang tengah menjadi pemain virtual di dunia nyata.

Penggunaan Big Data di Indonesia
Nyatanya tanpa sadar, pemanfaatan data-data kita sudah mulai populer sejak beberapa tahun lalu, lantaran fungsi dan manfaatnya yang sangat signifikan dalam menentukan langkah strategis. Big data juga populer di kalangan konsultan komunikasi, konsultan politik yang mungkin saja dikemudian hari akan ada pembelinya untuk dimanfaatkan sebagai strategi kampanye pemilu.

Pengumpulan data yang dilakukan secara ‘real-time’, memudahkan Big Data untuk memperluas korelasi di tiap data yang dikumpulkan, namun ada kecenderungan bahwa data yang tersimpan merupakan data primer. Seperti contohnya Gojek, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, sebagai perusahaan startup unicorn di Indonesia.

Singkat cerita data yang dikumpulkan dalam ‘big data’ terbagi dalam data yang primer misalnya data pribadi nasabah perbankan kemudian berafiliasi dengan nomor telepon ataupun alamat rumah. Jangan heran apabila kita sering dapat nomor telepon nyasar yang menawarkan kita kredit dan semacamnya.

Kecenderungan ini yang sebenarnya mulai menghantui masyarakat, kepercayaan masyarakat kian surut akan kasus-kasus seperti ini, lantaran hilangnya privasi dan rasa aman dari masyarakat terhadap data yang telah lama dibagi.

Bicara tentang keamanan privasi, isu ini pernah di bahas pada Sidang Umum PBB tahun 2013, hasilnya adalah kesepakatan adanya hak untuk privasi, negara anggota diwajibkan untuk transparan dan bertanggung jawab ketika mengumpulkan data pribadi. Bagaimana dengan negeri Indonesia yang tercinta ini, payung hukum tentang perlindungan data memang belum tertulis secara eksplisit dalam Undang-Undang, namun di dalam UUD NRI 1945 Pasal 28G ayat (1), secara implisit dikatakan

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,”. Walaupun tidak bersifat absolut, Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Putusan 20/PUU-XIV/206 menafsirkan terhadap pasal tersebut bahwa hak privasi dapat dikaitkan dengan hak atas perlindungan data pribadi.

Sampai di sini kami sepakat dengan kalian semua. Kalau dunia ini tak lagi cuma dunia nyata dan dunia gaib, tapi ada dunia maya alias virtual atau digital tempat jejaring media sosial kita berada.

Karena ‘kita adalah big data’.


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Ruwatan

Penulis Kontroversi

Trickle Down Effect: Kemana Air Sebenarnya Menetes?

Penulis Kontroversi

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 Menurut Permen No. 16 Tahun 2018

Penulis Kontroversi

Leave a Comment