Image default
Berita Utama Peristiwa Referensi Corona

Daya Beli Masyarakat Lenyap Rp.362 Triliun Akibat Corona

Pandemi dari tanggal 30 Maret sampai 6 Juni 2020 atau kira-kira 10 minggu telah menghilangkan jam kerja yang luar biasa dan menghilangkan daya beli sekitar Rp.362 triliun

Oleh   : Imam S Ahmad Bashori
Editor: Munichatus Saadah

Kontroversi.or.id – Pengertian daya beli masyarakat adalah kemampuan masyarakat (konsumen) untuk membeli barang yang dibutuhkan dan biasanya akan mengalami kondisi berupa peningkatan atau penurunan. Daya beli masyarakat ini terkait erat dengan permintaan.

Dan berikut macam-macam permintaan berdasarkan daya beli masyarakat:

1. Permintaan efektif

Permintaan yang muncul dan disertai dengan kemampuan membayar (punya daya beli).

2. Permintaan potensial

Permintaan yang berasal dari kalangan yang memiliki daya beli, namun belum membeli barang atau jasa tersebut.

3. Permintaan absolut

Kebalikan dari permintaan efektif, di sini permintaan muncul dari mereka yang tidak memiliki daya beli (kemampuan membayar).

Selain berdasarkan daya beli masyarakat, ada pula permintaan berdasarkan jumlah subjek pendukung yakni permintaan individu, yang berasal dari seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan permintaan kolektif alias permintaan pasar yang merupakan kumpulan dari permintaan para individu.

Diprediksi Lesu di tahun 2021

Baru-baru ini ahli memprediksi bahwa daya beli masyarakat Indonesia 2020 akan melemah, khususnya menjelang Bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini.

Tapi ada pula kemungkinan lain yang akan terjadi jelang momen besar setiap tahun ini yaitu daya beli masyarakat bisa saja stabil, namun justru pasokannya yang terhambat.

Sebenarnya, sebelum memasuki tahun 2020 ini, daya beli masyarakat Indonesia 2019 juga sudah memperlihatkan penurunan.

Khususnya di kuartal ke-empat, dimana konsumsi rumah tangga turun hampir di semua komponen seperti makanan dan minuman, pakaian, hingga jasa perawatan.

Secara umum, sebenarnya perlambatan sektor ekonomi sebuah negara juga tak lepas dari kondisi perekonomian global.

Bagi Indonesia misalnya, perlambatan yang dialami mitra dagang seperti Amerika dan China juga berimbas pada kondisi perekonomian dalam negeri.

Tapi jika kembali melihat ke kondisi dalam negeri, sebenarnya apa ya yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat?

Penyebab daya beli masyarakat lesu khususnya di Indonesia belakangan ini dinilai karena peningkatan harga pada beberapa bahan pangan misalnya daging sapi.

Karena itu pemerintah diminta untuk mengantisipasi dan menyiapkan upaya pengendalian harga terkait kondisi ini, tentunya dengan tujuan agar masyarakat bisa memenuhi kebutuhan jelang Lebaran nanti.

Penurunan yang dialami tahun ini, juga dianggap pengaruh kenaikan sejumlah tarif, misalnya iuran BPJS, tarif jalan tol hingga harga rokok yang khususnya memengaruhi kalangan menengah maupun kalangan bawah.

Bagi mereka yang berpenghasilan kecil, pemotongan subsidi solar dan LPG 3 kg dinilai jadi penyebab daya beli masyarakat rendah. Sementara kalangan menengah, dinilai cukup terpengaruh dengan kebijakan kenaikan iuran BPJS.

Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk melakukan pertimbangan ulang sebelum memberlakukan berbagai kebijakan tersebut. Kalaupun kenaikan tak bisa dihindari, setidaknya tidak diberlakukan dalam waktu yang bersamaan.

Kenaikan harga mungkin memang bisa membantu meningkatkan penerimaan pemerintah, namun berdampak negatif pada tingkat konsumsi masyarakat dan bahkan bisa menekan daya beli masyarakat. Terlebih jika inflasi lebih tinggi dari pendapatan.

Inflasi sendiri dalam ilmu ekonomi adalah kondisi dimana naiknya harga secara terus menerus yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya konsumsi yang meningkat hingga ketidaklancaran distribusi.

Ada yang beranggapan bahwa untuk menaikkan daya beli masyarakat maka caranya adalah menurunkan tingkat inflasi. Dengan kata lain, ini adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga terus menerus dalam satu periode.

Kondisi ini bisa terjadi ketika peredaran mata uang sangat minim biasanya disebabkan oleh beberapa faktor.

Misalnya banyak yang tertarik dengan suku bunga yang tinggi sehingga lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Faktor penyebab lainnya adalah:

Peningkatan jumlah barang di pasaran sementara permintaan tidak sebanyak itu sehingga akibatnya nilai barang pun menurun

Banyak kompetitor yang menghasilkan produk yang sama, sehingga arus jual terus tertekan

Menurunnya permintaan barang

Dan dalam ilmu ekonomi, kondisi penambahan nilai mata uang untuk mengembalikan daya beli masyarakat disebut deflasi.

Meski beberapa orang beranggapan bahwa deflasi akan lebih menguntungkan karena masyarakat bisa memenuhi kebutuhan, dimana harga-harga jadi relatif murah, tapi banyak pula yang meyakini bahwa kondisi ini juga bisa mengacaukan kondisi perekonomian suatu negara.

Bisa dibilang kondisi deflasi ini bisa memberikan imbas positif dan negatif di saat yang bersamaan.

Dampak positif:
a. Membuat masyarakat lebih hemat dengan menabung
b. Nilai mata uang menguat

Dampak negatif:
a. Menurunnya pendapatan perusahaan
b. Pengurangan gaji atau bahkan PHK
c. Merosotnya harga saham terkait dari banyaknya perusahaan yang merugi

Tentunya ada kondisi yang dinilai lebih ideal dalam mengatasi masalah ini. Misalnya dengan pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat dan mengarahkan terciptanya lapangan kerja untuk bisa menaikkan pendapatan masyarakat.

Daya beli masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat pengangguran. Untuk lebih jelasnya, berikut pengaruh tingkat pengangguran pada sektor perekonomian:

1. Menurunkan pendapatan

Karena pengangguran berarti orang yang tidak bekerja dan tidak memiliki pendapatan, menimbulkan kondisi yang jadi penyebab turunnya pendapatan masyarakat secara umum.

Dan otomatis, turunnya pendapatan juga menurunkan daya beli, lalu menurunkan permintaan dan konsumsi serta Gross Domestic Product (GDP).

2. Menurunkan tingkat investasi modal

Kalau bicara GDP, juga tak terlepas dari komponen lainnya yaitu investasi. Artinya jika GDP menurun, maka investasi yang berkolerasi dengan GDP juga akan ikut menurun.

Sederhananya, jika pengangguran tidak memiliki pendapatan, maka mereka tidak bisa menabung (berinvestasi).

3. Menurunkan penerimaan pemerintah

Masih terkait dengan ketiadaan pemasukan, dalam hal ini ketiadaan penerimaan oleh pemerintah di sektor pajak seperti pajak pendapatan.

Jadi jika angka pengangguran tinggi, maka pajak yang akan diterima pemerintah akan turun. Jika penerimaan turun, tentunya pengeluaran pemerintah ikut turun.

Jadi menciptakan peluang kerja bagi pengangguran, juga bisa membantu mengatasi masalah terkait daya beli masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan kebijakan bagi mereka yang sudah bekerja. Salah satu cara meningkatkan daya beli masyarakat dalam hal ini adalah memberikan kelonggaran dengan menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Cara ini dinilai efektif dalam menjaga daya beli masyarakat menengah ke atas.

Cara Virus Corona Hajar Daya Beli

Masyarakat benar-benar dibuat tak berdaya beli akibat pandemi COVID-19. Kemampuan masyarakat untuk berbelanja benar-benar merosot akibat merebaknya virus Corona.

Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Raden Pardede menjelaskan bagaimana virus Corona membuat daya beli masyarakat menjadi rendah selama pandemi, salah satunya karena terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membuat masyarakat kehilangan pendapatan.

“Bagaimana penurunan pendapatan masyarakat itu, apa yang menjadi faktornya? Penurunan pendapatan masyarakat di saat pandemi itu, itu sebetulnya pendapatan masyarakat terjadi penurunan apakah akibat PHK”, kata Raden Pardede dalam konferensi pers virtual, Senin (5/10/2020).

Selain PHK, mencari pekerjaan di kala pandemi juga sangat sulit karena perekonomian berjalan lambat karena merebaknya virus Corona. Otomatis banyak masyarakat yang tak punya penghasilan.

“Jadi kita tahu orang yang tidak bekerja itu makin banyak, atau jumlah orang yang tidak dapat pekerjaan yang sebelumnya dia sekolah dengan suasana sekarang ini tentu perusahaan-perusahaan akan sangat enggan sekali untuk merekrut orang bekerja”, ujarnya.

Belum lagi ada pekerja yang dirumahkan atau terkena pemotongan gaji karena perusahaan terdampak negatif oleh virus Corona. Bahkan tak hanya kelas pekerja, pelaku UMKM juga mengalami penurunan pendapatan di tengah situasi pandemi COVID-19.

“Juga ada pengurangan pendapatan lain, pengurangan omzet usaha. Jadi para pedagang kaki lima atau UKM dan dunia usaha yang lebih besar mereka mengalami pengurangan omzet, pendapatan mereka berkurang”, jelasnya.

Tak hanya daya beli, pandemi COVID-19 juga menyebabkan terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat sehingga membuat mereka menunda belanja.

“Jadi sentimen daripada pebisnis, kepercayaan daripada konsumen juga menurun. Ini semua menggambarkan betapa dahsyatnya dampak daripada COVID-19 ini dan ujungnya terjadi penurunan daya beli yang direfleksikan dengan data-data termasuk oleh inflasi yang negatif atau kita sebutkan deflasi”, tambahnya.

Lenyap Rp.362 Triliun Akibat Corona

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas mencatat daya beli masyarakat Indonesia hilang sekitar Rp.362 triliun akibat tekanan pandemi virus corona (covid-19). Perhitungan ini berdasarkan jumlah jam kerja yang hilang akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Pandemi dari tanggal 30 Maret sampai 6 Juni 2020 atau kira-kira 10 minggu hitungan kami, menghilangkan jam kerja yang luar biasa dan menghilangkan daya beli sekitar Rp.362 triliun”, ungkap Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (22/6).

Suharso mengatakan hal ini menjadi jawaban mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal turun lebih dalam pada kuartal II 2020. Proyeksi pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan laju ekonomi kemungkinan minus 3,8 persen pada kuartal II 2020.

Proyeksi ini berasal dari berbagai indiktaor, termasuk salah satunya daya beli masyarakat yang turun akibat terbatasnya aktivitas ekonomi selama beberapa bulan terakhir. Hal ini akan membuat tingkat konsumsi rumah tangga juga lebih rendah dari kuartal I 2020 sebesar 2,84 persen.

“Ini yang jelaskan kenapa tidak ada pembeli atau UMKM mendapatkan penghasilan yang turun drastis luar biasa. Bahkan, industri manufaktur utilisasinya hanya tinggal 30 persen dalam 10 minggu ini”, jelas Suharso.

Kendati begitu, Suharso mengklaim pemerintah sudah berupaya untuk membuat berbagai kebijakan yang mampu menjadi bantalan agar daya beli masyarakat tidak jatuh lebih dalam. Khususnya melalui program perlindungan sosial.

Mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai (Bansos Tunai), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa, Kartu Prakerja, hingga gratis dan diskon listrik bagi masyarakat miskin.

“Kebijakan ini agar daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga kontraksi ekonomi di kuartal II 2020 bisa kita jaga. Kami tidak akan biarkan kontraksi sepanjang tahun, sehingga banyak hal yang kami lakukan”, kata Suharso lebih lanjut.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan negatif pada kuartal II 2020 karena daya beli masyarakat kian tertekan.

“Pada kuartal II 2020, konsumsi rumah tangga yang tadinya masih bisa tumbuh di sekitar 3 persen akan mengalami pelemahan lebih lanjut di kisaran nol persen”, ucap Sri Mulyani, pekan lalu.

Hal ini sudah tercermin dari rendahnya inflasi atau kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK). Data BPS mencatat inflasi secara bulanan hanya sebesar 0,07 persen pada Mei 2020.

Bahkan, inflasi hanya mencapai 0,9 persen pada Januari-Mei 2020. Sementara inflasi tahunan sekitar 2,19 persen dari Mei 2019 sampai Mei 2020.

Inflasi rendah bisa dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan (supply) yang berlebih. Namun, bisa pula berasal dari rendahnya permintaan (demand) konsumen.

“Inflasi sekarang turun, ini disebabkan lebih karena daya beli masyarakat, terutama konsumsi rumah tangga yang mengalami pelemahan cukup drastis”. tutup Sri Mulyani.

Meningkatkan Kemudahan Berkredit

Platform digital merupakan solusi untuk mendorong aktivitas transaksi di masa pandemi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

Grab Indonesia (salah satu platform digital terlaris), ikut andil dan berperan dalam pemulihan ekonomi nasional.

Upaya tersebut dirumuskan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kerja sama tersebut dilakukan demi memperpanjang nafas UMKM Grabfood.

Dilansir dari website resmi Grab.com, Pada Rabu (23/09/2020) saat acara Penyaluran KUR bagi UMKM Mitra Platform Digital di Kantor Kemenko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, “untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi, Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pembiayaan untuk UMKM”.

“Dalam rangka meningkatkan peran UMKM sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi dan penyerap tenaga kerja pada masa pandemi Covid-19, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembiayaan UMKM dengan memberikan kemudahan akses, penundaan pembayaran dan menyediakan tambahan subsidi bunga sehingga murah dan meringankan UMKM melalui pelonggaran kebijakan KUR”, tandas Airlangga Hartarto.

Program tersebut sangat diapresiasi oleh Presiden Grab Indonesia yaitu Ridzki Kramadibrata.

Grab khususnya GrabFood akan terus dan selalu berinovasi untuk memberikan yang terbaik untuk ekonomi Indonesia. Grab juga telah bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk menghadirkan fasilitas KUR kepada UMKM Grab.

Disamping itu, grab memperluas penyalurannya KUR melalui kerja sama dengan Bank Mandiri dan Bank BNI.

Kebijakan KUR yang dijabarkan diatas merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan tujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat (Demand), produksi (Supply) serta Mengingkatkan jumlah uang yang beredar. Alokasi dana yang diberikan pemerintah untuk UMKM sebesar Rp.123,46 triliun. Program ini dilaksanakan hingga 2021 mendatang.

Dalam Peraturan Kemenko No.8 Tahun 2020, pemerintah menetapkan penundaan angsuran pokok dan pemberian tambahan subsidi bunga KUR sebesar 6% selama 3 bulan pertama dan 3% selama tiga bulan berikutnya, perpanjangan jangka waktu, penambahan limit plaform serta penundaan kelengkapan persyaratan administrasi pengajuan KUR.

KUR adalah program inklusi keuangan Pemerintah dan Bank BUMN dengan suku bunga yang sangat rendah yaitu 6% per tahun dengan masa pinjaman selama 1 hingga 3 tahun. Program tersebut Sebagai bentuk dukungan terhadap UMKM yang terdampak Covid-19, Pemerintah memperpanjang subsidi bunga KUR sebesar 6% sampai akhir Desember 2020, sehingga para pelaku UMKM dapat menikmati pinjaman bebas bunga.

Melalui kolaborasi pemerintah, Bank dan Grab (merchant GrabFood dan mitra agen GrabKios) akan diprioritaskan dan dipercepat proses aplikasinya setelah melalui screening awal yang dilakukan oleh Grab berdasarkan data kinerja mereka.

Kemudahan syarat kredit yang dilakukan oleh Pemerintah, Bank serta Grab Indonesia melalui merchant GrabFood. Hal tersebut serupa dengan program yang diluncurkan oleh Platform digital Kredivo pada event HARBOLNAS (Hari Belanja Online Nasional).

Kredivo merupakan aplikasi kredit online dan instan kepada pelanggan untuk transaksi di e-commerce, offline merchants dan pinjaman tunai, diolah berdasarkan real-time decisioning. Platform ini ikut berupaya memulihkan perekonomian dengan cara memberikan bunga 0% untuk tenor 3 dan 6 bulan. Penawaran tersebut dihadirkan guna meningkatkan dan mempertahankan daya beli masyarakat di masa pandemi. Tetapi, penawaran tersebut hanya berlaku ketika pada tanggal kembar yaitu 10.10, 11.11 dan 12.12.

Penggunaan Pinjaman Rp 3,6 Triliun dari Bank Dunia untuk Tangani Covid-19
Tia Dwitiani Komalasari 1 Juni 2020, 14:29 WIB

SRI Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, mendukung bank untuk memberikan pinjaman dana di tengah pandemi virus corona. //Dok. Instagram @smindrawati
PIKIRAN RAKYAT – Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada Senin 1 Juni 2020 menyetujui pendanaan sebesar $250 juta atau setara Rp 3,6 triliun untuk program darurat penanggulangan dampak Covid-19 di Indonesia.

Pendanaan ini difokuskan untuk memperkuat aspek-aspek utama tanggap darurat Indonesia terhadap pandemi COVID-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, “pendanaan ini akan mendukung Indonesia mengurangi risiko penyebaran, meningkatkan kemampuan mendeteksi, serta meningkatkan tanggapan terhadap pandemi COVID-19″.

Program ini sekaligus akan mendukung penguatan sistem nasional untuk kesiapansiagaan kesehatan masyarakat.

“Pemerintah Indonesia menggunakan berbagai cara untuk mengurangi dampak terkait sektor kesehatan, sosial dan ekonomi akibat COVID-19. Dengan dukungan dari lembaga seperti Bank Dunia, kami berkomitmen untuk memperkuat kapasitas dalam hal pencegahan, pengujian, perawatan serta sistem informasi, dan pada saat yang bersamaan memastikan kondisi kerja yang aman bagi para tenaga kesehatan,” ujar Sri Mulyani. (Sabtu 30 Mei 2020)

Sri Mulyani mengatakan, “pemerintah menyambut baik kerja sama Bank Dunia dengan Asian Infrastructure Investment Bank dan Islamic Development Bank untuk program ini. Pendanaan ini difokuskan untuk memperkuat aspek-aspek utama tanggap darurat Indonesia terhadap pandemi COVID-19”.

“Hal itu di antaranya melengkapi fasilitas rujukan COVID-19 di bawah Kementerian Kesehatan, meningkatkan persediaan alat pelindung diri (APD), memperkuat jaringan laboratorium dan sistem pengawasan, serta mendukung pengembangan dan penggunaan protokol untuk memastikan layanan yang berkualitas”, tandas Sri Mulyani.

Dengan menggunakan pembelajaraan terkait penanggulangan dampak COVID-19, Sri Mulyani mengatakan, “program ini mendukung kesiapan Indonesia dalam penyebaran penyakit menular di masa depan”.

Deflasi 3 Kali Berturut-turut

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama September 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen. Deflasi ini menjadi tiga kali berturut-turut sejak kuartal III-2020 atau selama periode Juli, Agustus, dan September.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi yang terjadi selama kuartal III-2020 tersebut mengindikasikan daya beli masyarakat Indonesia sangat lemah. Sementara di satu sisi, pasokan cukup dengan adanya penurunan dari beberapa komoditas.

“Memang daya beli masyarakat kita masih sangat lemah. Masih-masih sangat lemah itu perlu diwaspadai dari deflasi selama bulan Juli-September 2020 karena telah terjadi deflasi berturut-turut selama 3 bulan. Artinya selama Kuartal III-2020 itu daya beli masih lemah,” kata Suhariyanto.

Rencana Pemerintah Mengungkit Daya Beli

Menyikapi hal itu, Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede menyebut, ada tiga rencana yang disiapkan pemerintah untuk mengungkit daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19. Pertama adalah menjaga aspek kesehatan.

“Seperti dengan meningkatkan kualitas program penanganan Covid-19. Dan kampanye gerakan 3m, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan untuk menekan laju pertumbuhan kasus COVID-19”, ujar Raden Pardede dalam dalam Media Discussion bersama Sekretariat Komite PC-PEN, terkait ‘Daya Beli Masyarakat di tengah Pandemi Covid-19. (Senin, 05/10/2020)

Kedua, memaksimalkan pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Antara lain dengan peningkatan nilai bantuan sosial dan dukungan bagi UMKM.

“Seperti pada TA 2020 di bulan Mei-Desember, nilai PEN ditingkatkan menjadi Rp. 695,2 triliun. PEN ini berfungsi untuk menahan laju penurunan daya beli”, tutur Raden Pardede.

Ke-tiga, program Indonesia Bekerja 2021 melalui penyediaan vaksinasi bagi masyarakat secara bertahap. Kemudian, pengadaan program PEN 2021 untuk pembiayaan bantuan sosial dan padat karya senilai Rp. 356, 5 Triliun.

Sehingga aktivitas bekerja kembali berjalan menuju kondisi sebelum Covid-19. Begitulun dengan konsumsi masyarakat yang juga meningkat.

“Capacity Utilization juga akan meningkat. Sehingga juga akna menggerakkan investasi dan lapangan kerja. Sehingga daya beli masyarakat dapat meningkat,” tutup Raden Pardede.

Inflasi 0,13% dari Sebelumnya 0,07%

Dari data BPS, inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama September 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen. Deflasi ini menjadi tiga kali berturut-turut sejak kuartal III-2020 atau selama periode Juli, Agustus, dan September.

Belum pulih secepat yang dibayangkan

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, deflasi yang terjadi berturut-turut tersebut menunjukan daya beli atau permintaan masyarakat belum pulih secepat yang dibayangkan. Sebab, selama ekonomi belum pulih inflasi bakal terus rendah.

“Sepanjang pertumbuhan ekonomi masih negatif, biasanya inflasi akan rendah dan dalam konteks ini 3 bulan berturut-turut deflasi kecil”, kata Febrio Nathan Kacaribu  dalam video conference di Jakarta, Kamis (1/10).

Menurut Febrio Nathan Kacaribu , kondisi deflasi berturut-turut tersebut juga menjadi lampu kuning bagi pemerintah. Artinya dari sisi permintaan masih juga belum cukup pulih di tingkat masyarakat.

Mendorong Berbagai Program PEN

Sebab itu, pemerintah terus mendorong berbagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) utamanya pada program perlindungan sosial. Bantuan sosial (Bansos) masih akan digulirkan sampai akhir tahun yang jumlahnya hampir mencapai Rp. 200 triliun lebih.

“Kemudian keluarkan program banpres produktif itu juga masih dalam konteks itu. Bentuknya hibah, bukan pinjaman, diberikan ke pengusaha ultra mikro. Selain gunakan pakaian dan makanan, juga utk dunia usaha,” kata Febrio Nathan Kacaribu lebih lanjut.

Sementara di sisi lain, untuk meningkatkan daya beli masyarakat pemerintah juga memberikan subsidi bantuan upah (SBU) untuk 15,7 juta orang yang terdaftar BPJamsostek. Itu dilakukan dalam konteks menaikan jumlah permintaan.

“Ini harus dilakukan terus”, singkatnya.

Upaya Lain Lindungi Daya Beli

Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat di masa pandemi COVID-19. Beberapa program bantuan pun akan terus dilanjutkan dan menjadi program prioritas, seperti Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Subsidi Gaji, Kartu Prakerja, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Sembako.

Usai Sidang Kabinet Paripurna pada hari Senin (7/9) di Istana Negara, Menko Airlangga menuturkan, pihaknya telah melaporkan kepada Presiden RI mengenai beberapa program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah berjalan seperti PKH, Bansos Sembako untuk warga Jabodetabek, Bansos Tunai di luar Jabodetabek, Kartu Prakerja, Diskon Listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, Investasi Koperasi melalui Lembaga Pengeloa Dana Bergulir (LPDB), dan BPUM.

Perhatian khusus untuk pembukaan lapangan kerja

Pemerintah terus menggenjot daya beli masyarakat di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Presiden Joko Widodo menekankan konsumsi rumah tangga menjadi faktor penting dalam pemulihan ekonomi. Konsumsi rumah tangga akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

“Yang paling dibutuhkan saat ini adalah meningkatkan konsumsi rumah tangga dengan mendorong usaha kecil, mikro, menengah, dan besar harus didorong untuk mulai bergerak”, ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka, Senin (23/11).

Jokowi menyebut bahwa upaya menjalankan program tersebut telah berjalan dengan baik. Hal itu terlihat dengan capaian dari anggaran yang telah disiapkan oleh pemerintah.

Salah satunya adalah anggaran untuk subsidi gaji bagi pekerja yang memiliki pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan. Saat ini bantuan yang telah disalurkan sebesar 82% dari target yang ada.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan untuk usaha mikro. Saat ini bantuan modal kerja yang telah disalurkan sebanyak 79% dari target yang disiapkan.

“Saya kira ini harus terus didorong agar bisa membantu meningkatkan daya beli masyarakat”, terang Jokowi.

Lebih jauh, presiden ketujuh Republik Indonesia itu meminta jajarannya untuk menaruh perhatian besar bagi penyediaan lapangan kerja. Kondisi pandemi dinilai memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Berikan perhatian khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja”, ungkap Jokowi lebih lanjut.

Jokowi juga menyebut bahwa saat ini upaya Indonesia telah berada di jalur pemulihan. Hal itu disampaikan melihat tren pertumbuhan ekonomi yang berangsur pulih dari minus 5,32% kuartal kedua menjadi minus 3,49% kuartal ketiga. (Isa)


Unduh Pedoman Pembelajaran pada Semester Genap TA 2020/2021 di sini.

Unduh FAQ Panduan Pembelajaran Semester Genap 2020-2021 di sini.

Unduh Salinan SKB PTM di sini.

Penggantian Peserta Yang Mengundurkan Diri Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Hasil Akhir Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil  (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Jadwal Wawancara Peserta Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Jadwal Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pengumuman Pendaftaran Ulang Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pengumuman Hasil Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pengumuman Perubahan Jadwal Pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Kemensetneg Tahun 2019 bagi Peserta di Sesi 3 pada tanggal 17, 18, 19, 20, 22, 23, dan 24 Februari Tahun 2020 (download)

Pengumuman Jadwal Pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pengumuman Hasil Verifikasi Sanggahan Pelamar Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Pelamar Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Penyesuaian Persyaratan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2019 (download)

Pelayanan dan penjelasan informasi pelaksanaan Seleksi CPNS Kementerian Sekretariat Negara TA 2019 melalui:

a. menu Helpdesk pada https://sscasn.bkn.go.id;
b. email panitia seleksi pada rekrutmen@setneg.go.id.
c. telepon (pukul 09.00 s.d. 15.00 WIB)
– untuk Formasi Jabatan Kemensetneg di (021) 3848265
– untuk Formasi Jabatan Sekretariat Kabinet di (021) 3843457






There is no ads to display, Please add some

Related posts

Camat Balongpanggang sambut Ibu Maria Ulfa Sambari, beserta tim Monitoring dan Evaluasi Kabupaten Gresik

Penulis Kontroversi

Camat Balongpanggang Lantik PJ Tanah Landen dan PJ Dapet

Penulis Kontroversi

Pelayanan Air PDAM Lancar, Warga Desa Semampir Menyambut Gembira

Penulis Kontroversi

Leave a Comment