Image default
Referensi Bea Cukai

Reposisi Bea Cukai (Pendahuluan)

Reposisi Bea Cukai (Pendahuluan)
Oleh Imam Achmad Bashori

Sebuah lembaga, pelaku bisnis perdagangan hingga masyarakat umum tentunya tahu kalau urusan ekspor atau impor barang sangat berkaitan erat dengan bea cukai atau dalam lembaga yang mengaturnya disebut kepabeanan.

Namun, tak sedikit orang yang sering berurusan dengan bea cukai tapi tidak mengetahui informasi menyoal bea cukai. Agar pengetahun semakin bertambah, sebaiknya simak ulasan bea cukai berikut yang sudah Cermati.com rangkum dari laman resmi bea cukai.

Pengertian
Lembaga Bea cukai ini bukan sebuah istilah yang memiliki satu pengertian, melainkan dua istilah yang juga memiliki pengertian yang berbeda. Bea sendiri merupakan suatu tindakan pungutuan dari pemerintah terhadap barang ekspor atau impor, sedangkan cukai adalah pungutan negara kepada suatu barang yang memiliki sifat atau karakteristik yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.

Jadi, bila bea cukai digabungkan memiliki pengertian suatu tindakan pungutan pemerintah terhadap barang ekspor dan impor serta suatu barang yang memiliki karakteristik khusus.

Sejarah Bea Cukai

Hampir semua negara memiliki bea cukai, bahkan sejak berdirinya negara pasti langsung dibuat lembaga ini. Bea cukai merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan pengadilan ataupun angatan bersenjata.

Indonesia, lembaga ini sudah ada sejak masa kerajaan atau sebelum datangnya kolonial Belanda. Sayangnya pada zaman itu tidak ada yang mendokumentasikan untuk menjadi bukti konkrit yang nyata kebenarannya. Saat masuknya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Kongsi Dagang Hindia Timur, barulah dokumentasi seputar bea cukai mulai terlihat dengan jelas.

Pada masa itu, lembaga pengawasan yang memungut bea ekspor, impor dan cukai barang ini tidak langsung dinamai bea cukai, tapi Hindia belanda menamainya dengan De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. A & A) dan orang yang bertugas di dalamnya disebut douane.

Setelah kependudukan VOC berganti menjadi Jepang, lembaga ini mengalami perubahan tugas, yaitu hanya melakukan pungutan cukainya saja sementara bea ekspor dan impor pemerintah tidak mengenakan pungutan.

Di saat Indonesia telah mendapatkan kemerdekaannya, bea cukai ini dibentuk kembali pada Oktober 1946 dengan sebutan Pejabatan Bea dan Cukai. Selain itu, tugasnya pun kembali berubah seperti awal yang melakukan pungutan bea dan cukai.

Mulai dari situ, lembaga bea cukai tersebut mengalami dua kali perubahan. Pada 1948 disebut dengan nama Jawatan Bea dan Cukai. Setelah tahun 1965 hingga saat ini, diubah namanya menjadi menjadi Direktorat Jendral Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai).

Kebijakan Ditjen Bea Cukai

Ditjen Bea Cukai menetapkan rangkaian peraturan untuk melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya dengan baik. Dalam kegiatannya tersebut dilakukan atas Dasar Hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 203/PMK.03/2017 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Bidang ekspor
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No.16 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 jo. PMK No. 148/PMK.04/2011 jo. PMK No. 145/PMK.04/2014 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 jo. PMK No. 146/PMK.04/2014 jo. PMK No. 86/PMK.04/2016 tentang Pemungutan Bea Keluar.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.04/2015 tentang Pengawasan Terhadap Impor atau Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-32/BC/2014 jo. PER-29/BC/2016 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008 jo. P-07/BC/2009 jo. PER-18/BC/2012 jo. PER-34/BC/2016 tentang Pemberitahuan Pabean Ekspor.
Baca Juga: Pahami Aturan Bea Cukai Barang Penumpang dan Kalkulator Bea Cukai

Bidang Cukai
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan tersebut.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P – 22/BC/2010 tentang Tata Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
Dasar Hukum tersebut dipatuhi Ditjen Bea Cukai untuk melakukan perlindungan terhadap industri yang taat terhadap pajak maupun industri UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) hingga mengupayakan untuk melakukan penyeleksian ketat dan memusnahkan terhadap berbagai produk palsu, tidak resmi atau ilegal serta produk yang dilarang masuk ke negara Indonesia seperti narkotika.

Pada September 2018 Ditjen Bea Cukai merubah aturan impor barang melalui e-commerce dengan menyesuaikan aturan nilai minimal pembebasan bea masuk (de minimis value) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) terkait barang kiriman yang menurun menjadi US$75 dari jumlah awal US$100.

Perubahan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.04/2018 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 183/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

Hal ini dilakukan Ditjen Bea Cukai untuk menghindari adanya oknum-oknum yang melakukan kecurangan dengan splitting atau sengaja memecah barang impor ke banyak dokumen agar tidak terkena biaya pajak.

Tugas dan Fungsi Utama Ditjen Bea Cukai
Adanya kebijakan tersebut, maka tugas yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai, yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan peraturan perundang-undangan.

Dengan begitu, fungsi utama Ditjen Bea dan Cukai, di antaranya:

Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.
Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan memperlancar logistik impor dan ekspor melalui penyederhanaan prisedur kepabeanan dan sukai serta penerapan sistem manajemen risiko yang handal
Melindungi masyarakat, industri dalam negeri dan kepentingan nasional melalui pengawasan dan/atau pencegahan masuknya barang impor dan keluarnya barang ekspor yang berdampak negatif dan berbahaya yang dilarang dan/atau dibatasi oleh regulasi
Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor dan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai lainnya secara efektif dan efisien melalui penerapan sistem manajemen risiko yang handal, intelijen, dan penyidikan yang kuat, serta penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat
Membatasi, mengawasi dan/atau mengendalikan produksi, peredaran dan konsumsi barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik dapat membahayakan kesehatan, lingkungan, ketertiban dan keamanan masyarakat melalui instrumen cukai yang memperhatikan aspek keadilan dan keseimbangan, dan
Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.

Bayar Pajak Bawa Barang Dari Luar Negeri?

Mengapa harus bayar bea masuk dan/atau pajak di bandara? Padahal barang yang dibawa merupakan barang pribadi? Akhir-akhir ini pertanyaan tersebut kerap diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang belum memahami aturan pengenaan bea masuk atau pajak dalam rangka impor.

Bagi beberapa orang yang sudah memahami aturan tersebut mungkin tidak akan mempermasalahkannya. Namun tidak demikian bagi sebagian orang lain yang belum memahaminya. Mereka pasti sulit memberikan sejumlah uang pada negara tanpa merasa mendapatkan imbalan nyata secara langsung. Kondisi inilah yang seringkali memicu terjadinya kesalahpahaman antara masyarakat awan dengan petugas bea cukai di bandara.

Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Dan Barang Kiriman Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Dan Barang Kiriman. Barang pribadi penumpang merupakan barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut. Barang pribadi penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang, dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass yang bersangkutan.

Biasanya, penumpang atau awak sarana pengangkut yang melakukan perjalanan dari luar negeri, ketika masih berada di dalam pesawat akan diberikan Customs Declaration. Dalam dokumen pabean tersebut mereka diwajibkan mengisi dan menginformasikan barang bawaannya saat tiba di tanah air. Dokumen ini sering juga dikenal dengan dokumen pabean BC 2.2. Apabila penumpang atau awak sarana pengangkut tidak memberitahukan barang yang dibawa (yang seharusnya dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor), dianggap sebagai pelanggaran dan akan dikenakan sanksi administratif.

Berdasarkan regulasi yang sama, setiap penumpang maupun awak sarana pengangkut yang datang dari luar negeri diberikan fasilitas perpajakan. Fasilitas yang dimaksud berupa pembebasan bea masuk dan cukai atas barang pribadi penumpang dengan ketentuannya tertentu. Pembebasan bea masuk diberikan sebesar USD250 per orang atau USD1000 per keluarga dengan maksimal empat anggota keluarga. Atas kelebihannya, maka penumpang atau awak saran pengangkut akan dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Terkait barang pribadi penumpang dewasa yang merupakan barang kena cukai diberikan fasilitas paling banyak 200 batang sigaret, 25 batang cerutu atau 100 gram tembakau iris dan 1 liter minuman mengandung etil alkohol. Atas kelebihannya, akan dimusnahkan oleh petugas bea cukai dan disaksikan langsung oleh pemilik barang.

Selain itu, kewajiban untuk memberitahukan jumlah uang tunai ditekankan bagi penumpang yang membawa masuk atau keluar uang tunai senilai Rp100 juta atau lebih atau mata uang asing lainnya bernilai sama. Bagi setiap penumpang yang tidak memberitahukannya maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% dari seluruh jumlah uang tunai dengan jumlah maksimal Rp300 juta. Ketentuan ini diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Setelah penumpang tiba di bandara dalam negeri, mereka wajib menyerahkan Customs Declaration kepada petugas bea cukai. Kemudian, setiap barang bawaan penumpang tanpa terkecuali wajib masuk ke dalam tahap pengecekan melalui mesin X-Ray untuk mengetahui apakah ada barang mencurigakan yang perlu diperiksa lebih lanjut.

Jika dalam pengecekan ini tidak ditemukan barang yang mencurigakan atau masuk kategori barang larangan dan terbatas, penumpang berhak melanjutkan perjalanan dengan membawa barang-barang pribadinya. Sebaliknya, bila penumpang kedapatan membawa barang mencurigakan atau masuk kategori barang larangan dan terbatas, maka petugas bea cukai memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Jika dalam pemeriksaan ini, ditemukan barang yang tergolong High Value Goods (HVG), maka petugas bea cukai akan meminta invoice pembelian barang tersebut kepada penumpang. Jika ditemukan harga barang melebihi batas fasilitas pembebasan pajak yang diberikan, maka penumpang tersebut harus membayar bea masuk dan PDRI. Pembayaran dilakukan di meja kasir bea cukai dengan menunjukkan paspor dan boarding pass.

Sebagai contoh, penumpang membawa tas baru yang tergolong HVG dengan harga senilai USD800. Berhubung nominal itu sudah melebihi batas fasilitas pembebasan pajak, maka barang terkena bea masuk dan PDRI dengan penghitungannya sebagai berikut:

Nilai pabean yang digunakan sebagai dasar pengenaan bea masuk dan PDRI diperoleh dengan mengurangi harga barang dengan jumlah pembebasan yang diberikan yakni USD800 – USD250 = USD550.

USD 550 dikonversikan ke dalam satuan rupiah dengan melihat kurs yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan pada saat itu, misalnya nilai tukar Rp13.000/USD, jadi didapat USD550 X Rp13.000 = Rp7.150.000. Perlu diketahui, importasi yang dilakukan oleh penumpang tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sehingga tarif yang digunakan adalah 7,5%.

Jika penumpang tidak memiliki NPWP maka tarif Pajak (PPh pasal 22) dikenakan sebesar 100% lebih tinggi dari tarif semula, sehingga tarif yang digunakan 15%. Sebaliknya, jika penumpang mempunyai NPWP, tarif pajak yang digunakan tetap 7,5%. (sumber : PMK Nomor 34/PMK.010/2017). Berikut perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar penumpang tersebut:

1. Penghitungan Bea Masuk Tas Baru dengan rumus,

Bea Masuk = Tarif (Tarif Barang yang ditetapkan berdasarkan BTKI) X Nilai Pabean

Bea Masuk = 10% (Tarif Tas) X Rp 7.150.000 = Rp 715.000

2. Perhitungan PDRI Tas Baru dengan rumus,

PPN = Tarif X Nilai Impor (Harga Barang + Bea Masuk)

PPN = 10% X (Rp 7.150.000 + Rp 715.000)

PPN = 10% X RP 7.865.000 = Rp 786.500

3. PPh Pasal 22 = Tarif X Nilai Impor (Harga Barang + Bea Masuk)

PPh Pasal 22 = 7,5% (memiliki NPWP) X Rp 7.865.000 = Rp 589.875

Jadi, total Bea Masuk dan PDRI yang harus dibayar penumpang tersebut adalah sebesar
Rp 2.091.375 (sumber tarif : http://bctemas.beacukai.go.id/btki/)

Kondisi tersebut seringkali menyebabkan penumpang tidak rela untuk membayar pajak, padahal sudah sesuai dengan peraturan yang ada dan merupakan kewajiban yang harus dibayarkan kepada negara. Jika penumpang bisa memahami mengapa negara memungut pajak, pasti permasalahan yang sering terjadi antara penumpang dan petugas bea cukai tidak akan terjadi. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sudah selayaknya kewajiban untuk membayar pajak tidak menjadi masalah. Kemampuan untuk membeili barang mewah harus disertai dengan kemampuan untuk membayar kewajiban perpajakannya.

Jika setiap penumpang lebih memilih untuk mempertanyakan apa yang akan terjadi jika barang-barang dari luar negeri tidak dikenakan bea masuk dan pajak, mungkin masyarakat lebih sadar untuk membayar kewajiban tersebut. Bayangkan saja, jika bea masuk dan pajak tidak dipungut negara, barang-barang dari luar negeri akan dengan mudahnya menguasai pasar Indonesia sehingga membuat kegiatan produksi dalam negeri akan terancam dengan barang-barang impor yang masuk tanpa pengendalian.

Bila terjadi, maka akan menyebabkan turunnya kegiatan produksi dalam negeri yang berdampak pada lapangan pekerjaan yang semakin berkurang dan angka pengangguran semakin bertambah. Lebih penting lagi, potensi penerimaan negara yang diperoleh dari tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor akan hilang. Hal ini bisa menjadi sebuah ancaman yang akan mengancam stabilitas ekonomi negara Indonesia.

Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan membawa barang-barang tergolong HVG saat kembali, harus memiliki pemahaman yang lebih jauh mengapa nantinya barang tersebut dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana yang kondusif ketika berurusan dengan petugas di bandara dan juga menunjukkan identitas sebagai warga negara yang baik yang selalu mendukung perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.

Batas Bebas Bea Masuk Belanja Online Turun

Apakah kamu hobi belanja online dari luar negeri alias impor? Jika ya, kamu wajib tahu nih, batas nilai pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) barang kiriman lewat e-commerce turun dari USD100 atau sekitar Rp1,4 juta (kurs Rp14.800 per USD) menjadi USD75 atau sekitar Rp1,1 juta. Artinya jika belanja lebih dari Rp1,1 juta, maka akan dikenakan aneka pajak tersebut.

Setelah mengerek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor 1.147 barang, pemerintah makin garang melawan serbuan barang-barang dari luar negeri secara online. Jurusnya dengan meluncurkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan PMK Nomor 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

Isi aturannya menurunkan nilai pembebasan (de minimis value) bea masuk dan PDRI atas barang kiriman menjadi USD75 per orang per hari dari sebelumnya USD100. Meski nilainya makin rendah, tapi kan sebetulnya kamu masih bisa impor barang via online. Apalagi masih ada waktu, karena ketentuan ini berlaku mulai 10 Oktober 2018.

Simulasi Perhitungan Pajak Belanja Online Dari Luar Negeri

1. Setiap pengiriman barang impor dari e-commerce sampai dengan USD75 bebas dari bea masuk, PPh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor

2. Apabila melebihi batas tersebut, contohnya:

Nilai impornya Rp2.000.000
Bea Masuk 7,5% = 7,5% x Rp2.000.000 = 150.000
PPN 10% = 10% x (Rp2.000.000 + Rp150.000) = Rp215.000
PPh Pasal 22 = 10% (Rp2.000.000 + Rp150.000) = Rp215.000 (Ada NPWP)
Sedangkan tanpa NPWP 20% (Rp2.000.000 + Rp150.000) = Rp430.000
Maka Total Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang harus dibayar Rp150.000 + Rp 215.000 + Rp215.000 = Rp580.000 (Ada NPWP)
Tanpa NPWP Rp150.000 + Rp215.000 + Rp430.000 = Rp795.000
3. Jika si A belanja online, lalu dikirim via perusahaan jasa kiriman 3 kali transaksi dalam sehari. Contoh transaksi I = USD50, transaksi II = USD20, dan transaksi III = USD40. Maka transaksi I dan II bebas dari bea masuk dan pajak impor karena kalau ditotal masih di bawah USD75. Namun yang transaksi ke-III sebesar USD40 akan dikenakan bea masuk dan pajak impor tersebut.

Hitung Sendiri Pajak Impor Lewat Kalkulator Bea Cukai

Bila membeli barang impor kiriman via e-commerce, kamu bisa mengetahui rincian perhitungan bea masuk dan pajak impor yang harus dibayar. Caranya dengan unduh aplikasi CEISA Mobile (Bea Cukai) di ponsel. Jadi semacam kalkulator CEISA.

Buka aplikasi CEISA dan pilih menu Duty Calculator.
Pilih jenis impor kategori Barang Kiriman
Pilih jenis barang (misalnya, jam tangan)
Pilih valuta: sesuaikan dengan jenis kurs harga barang saat dibeli (misalnya USD)
Isilah Free On Board (FOB), Biaya Kirim (Freight), dan Asuransi. Kolom ini wajib di isi dan jangan pisahkan angka ribuan dan atau jutaan dengan tanda titik/koma
Isi pertanyaan punya NPWP? Ya atau Tidak. Tidak memiliki NPWP dikenai PPh (20%), Ada NPWP (10%)
Klik Count, maka perhitungan bea masuk dan pajak impornya otomatis muncul.
Baca Juga: Bea Masuk Barang Impor, Seperti Inilah Perhitungannya

Alur Distribusi Barang Kiriman Dari Luar Negeri
Alur Distribusi Barang Kiriman Dari Luar Negeri
Alur Distribusi Barang Kiriman Dari Luar Negeri

Kalau kamu doyan belanja online barang impor, harus tahu juga nih mengenai alur distribusi barang kiriman dari luar negeri dan bagaimana cara membayar pajaknya:

1. Barang diantar dari jasa kiriman di luar negeri ke dalam negeri

2. Barang dibongkar dari sarana pengangkut

3. Barang selanjutnya dipindahkan ke gudang

4. Lalu barang dibuka oleh pihak perusahaan jasa kiriman atau kurir

5. Di sinilah peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu). Barang akan diperiksa petugas Bea Cukai dan disaksikan kurir

6. Barang dengan nilai sampai dengan USD75 per orang per hari, bebas bea masuk dan pajak impor. Selanjutnya barang akan dikemas dan diantar ke alamat penerima atau konsumen

7. Tapi kalau lebih dari nilai USD75, ada kewajiban pembayaran pajak impor

“Pembayaran (pajak impor) dilakukan melalui perusahaan jasa titipan sebelum barang dikeluarkan dari bandara,” kata Kepala Seksi Humas DJBC, Devid Yohannis Muhammad saat berbincang dengan Cermati.com, baru-baru ini

8. Dengan kata lain, misalnya DHL, FedEx, atau perusahaan jasa kiriman lainnya membayar lebih dulu alias nalangin kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak impor tersebut dengan transfer uang ke kas negara. Tentunya berkoordinasi dengan konsumen, apakah memiliki NPWP atau tidak untuk perhitungan pajaknya

9. Selanjutnya, perusahaan jasa kiriman itu yang akan menagih ke konsumen sebelum mengambil barang

10. Sementara untuk Pos Indonesia beda perlakuan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak perlu membayar kewajiban pajak impor dulu ke kas negara. Tapi langsung ke konsumen dengan mengirimkan pemberitahuan bahwa barang sudah tiba, beserta tagihan ke alamat penerima. Penerima diminta melunasi kewajibannya di kantor Pos terdekat. Setelah dibayar, barulah barang impor kiriman itu bisa diboyong pulang.

Danamon D-Save
Mendukung Industri dan Produk Dalam Negeri
Kebijakan memangkas batas nilai pembebasan barang impor kiriman lewat online ternyata untuk menciptakan kesetaraan atau level playing field antara produk buatan Indonesia dengan produk impor. Industri kecil dan menengah (IKM) domestik saja membayar pajak, masak barang kiriman impor dari e-commerce tidak. Ini kan menimbulkan ketidakadilan.

“Aturan ini tidak melarang orang membeli barang dari luar negeri, tapi untuk menciptakan level playing field, menghindari penyalahgunaan nilai pembebasan untuk tujuan komersial, dan mendorong produksi lokal,” tegas Devid.

Dengan aturan yang baru ini, tujuannya untuk menekan modus culas importasi barang yang tidak membayar bea masuk dan pajak impor, menciptakan persaingan sehat antara retailer offline dan online, mendorong penggunaan produk dalam negeri, serta menciptakan keadilan sesama pelaku usaha.

Penurunan tersebut merupakan rekomendasi dari World Customs Organization (WCO). Lagipula nilai USD75 per orang per hari yang berlaku di Indonesia, masih lebih tinggi dibanding Thailand dan Kanada yang masing-masing memberikan nilai pembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang kiriman online sebesar USD28 dan USD15.

Jadilah WNI yang Taat Aturan
Nah sudah tahu kan mengenai ketentuan impor barang kiriman, perhitungan bila melebihi batas nilai pembebasan bea masuk dan pajak impor sebesar USD75, serta alur distribusinya. Buat kamu yang suka banget beli barang impor dari toko online, cuma ada dua pilihan. Pertama, kalau kamu benar-benar ingin bebas merdeka dari bea masuk dan pajak impor, harus ikuti aturan, jangan melanggar batas nilai yang sudah ditetapkan. Kedua, jika melewati ketentuan, siap-siap dipungut pajaknya. Simpel kan.

Sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik, jangan pakai modus-modus untuk lari dari pajak. Kalau banyak importir atau masyarakat mengakali nilai pembebasan ini dengan berbagai cara, impeknya akan mengganggu industri dalam negeri dan produksi lokal. Parahnya lagi bisa merugikan negara dalam jumlah besar. Yuk, jadi WNI yang taat aturan dan bayar pajak.

Kilas Balik: Kebijakan RA masih carut marut ?

Pemberlakuan kebijakan regulated agent (RA) atau agen inspeksi di bandara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng yang semrawut terjadi lantaran persiapan yang kurang matang.

Ketidaksiapan kebijakan ini terlihat dari dampak dan protes yang muncul di lapangan hingga menyebabkan berkali-kali penundaan pelaksanaan RA.

Kebijakan RA diatur dalam SKEP/255/IV/2011 yang mengatur keamanan kargo dan pos. Saat RA diberlakukan pertama kali pada tanggal 4 Juli 2011, arus barang dan kargo domestik di Bandara Soekarno-Hatta mandek. Barang dan kargo menumpuk di RA karena lambatnya proses pemeriksaan. Selain itu, perusahaan jasa kargo mengeluh karena tarif yang berlaku mengalami kenaikan dari Rp 60 per kilogram menjadi Rp 935 per kilogram sudah termasuk PPn.

Gelombang protes datang dari banyak kalangan seperti Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), Asosiasi Logistik dan Freight Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan PT Pos Indonesia.

Kementerian Perhubungan akhirnya menunda pemberlakuan RA hingga tanggal 4 September 2011 atau setelah musim mudik Lebaran selesai. Tapi pelaksanaannya masih mendapat protes karena keterlambatan barang masih saja terjadi. Pemberlakuan RA untuk kargo internasional yang sedianya akan diberlakukan secara bersamaan ditunda hingga 3 Oktober 2011.

Namun belakangan, pemberlakuan agen inspeksi untuk kargo internasional pun kembali diundur hingga tanggal 4 Januari 2012. Salah satu yang masih menjadi kendala adalah penerapan RA di kawasan berikat. Di kawasan itu, barang sudah diperiksa oleh bea cukai dan disegel.

“Jadi akan terjadi benturan aturan jika ada pemeriksaan ulang yang dilakukan RA dengan membuka segel yang ada”, ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Herry Bakti.Kebijakan RA, menurut Ketua Tetap Komite Perhubungan Udara Kadin Indonesia, M Kadrial, aturan yang memberi dampak secara nasional itu semestinya tidak cukup hanya dengan surat keputusan di level Ditjen (Direktorat Jenderal).

Maklum kebijakan itu bukan melulu terkait dengan keamanan penerbangan tapi akan memberikan dampak yang sangat luas bagi kelancaran arus barang, perputaran ekspor dan perekonomian nasional.

Apalagi kebijakan itu juga terkait dengan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Sebelum penerapan kebijakan itu semestinya juga dilakukan kajian dampak. Wajar saja jika timbul protes dari mana-mana karena dianggap tidak benar. Saat ini jumlah RA dan X-Ray yang terbatas masih menjadi kendala utama. RA yang melayani pemeriksaan hanya tiga perusahaan PT Gatran, PT Putra Avian Prima dan PT Fajar Santosa. Selain itu, ada tiga perusahaan lagi yang tengah disiapkan yaitu PT Birotika Semesta (DHL Express), PT Pajajaran Global Service dan PT Angkasa Pura II. Di negara lain seperti Singapura, jumlah RA mencapai 100 unit lebih. Mereka juga tidak harus mendirikan perusahaan baru tapi dari perusahaan kargo yang sudah ada hingga terjadi efisiensi.

Persoalan RA saat ini tengah dibahas oleh Tim Kecil yang terdiri Ditjen Perhubungan Udara, Kadin dan sejumlah asosiasi. Mereka akan bekerja selama tiga bulan ke depan untuk melakukan penyempurnaan SKEP 255 dan melakukan penghitungan tarif. Selain itu, mereka juga membahas pelaksanaan RA di kawasan berikat. Harmonisasi kebijakan akan dilakukan dengan Bea Cukai dan Karantina.Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo), Syarifudin, mengatakan, SKEP 255 berlaku bagi kargo nasional dan internasional. Selain itu, kargo domestik juga terkait dengan bea cukai terutama untuk barang dan kargo dari Batam dan angkut lanjut barang dan kargo dari luar negeri.

“Kami minta equal treatment, jadi RA domestik juga harus ditunda”, kata Syarifudin.

Saat ini, pemberlakuan RA domestik di bandara Soekarno-Hatta juga masih belum beres. Menurutnya, antrean panjang selalu terjadi di RA hingga menyebabkan keterlambatan barang dan kargo 6 hingga 12 jam. Barang general cargo dari Jakarta-Medan juga mengalami keterlambatan satu hingga tiga hari. Syarifudin juga menyayangkan pernyataan Humas dan Dirjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan yang menyebutkan penundaan RA internasional hanya untuk kawasan berikat sedangkan kargo internasional tetap berlaku 16 Oktober 2011. Dalam keputusan rapat 4 Oktober 2011 menurutnya penundaan berlaku keseluruhan bagi kargo internasional.


DIJUAL GUDANG+ RUKO:
Jln. Banuredjo No. 5 Kepanjen. Malang
SHM, 3 Sertifikat (1 Gudang, 2 Ruko)
Gudang 18×8 Meter
Ruko 1: 14.3 x 4.2 Meter
Ruko 2: 14.3 x 6 Meter
FASILITAS:
1. Gudang ( 1 besar, 2 kecil) 2. 1 Area Toko
3. 2 Ruang Dapur
4. 6 Kamar. Tidur + 1 Kamar ART
5. 2 Rg. Dapur
6. 4 Kmr. Mandi
7. 1 Ruang. Tamu
8. 1 Ruang. Keluarga
9. 1 Ruang. Walet
10. 2 Area Balkon
Listrik 4400W/PDAM
Harga jual 6 Miliar (Nego Sampe Jadi)
Minat: CP 081249724199




There is no ads to display, Please add some

Leave a Comment