Image default
Berita Utama Nasional

Revisi UU Kejaksaan Melemahkan Fungsi Pengawasan ?

Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Revisi UU diharapkan tak sekadar menambah kewenangan kejaksaan, tetapi juga penguatan pengawasan. Jika penyidik dan penuntut jaksa dalam satu atap, maka tidak ada lagi pengawasan.Memang, KPK diberi wewenang sebagai penyidik dan penuntutan sehingga satu atap. Sekarang, kejaksaan yang seharusnya jadi penuntut tapi mau kewenangan penyidikan

Kontroversi.or.id : Undang Undang (RUU) Kejaksaan yang saat ini menuai polemik di masyarakat, juga disorot oleh banyak kalangan pakar.

Salah satunya pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih yang mengkritik penambahan kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh jaksa.

Yenti Garnasih mengatakan bahwa, pemisahan antara penyidik dan kejaksaan (penuntut umum) itu tujuannya untuk melakukan pengawasan.

Menurut Yenti Garnasih, jaksa seperti menyimpan dendam dengan KPK yang memiliki fungsi penyidik dan penuntut dalam satu atap.

“Jadi ini kaya balas dendam gitu ya, KPK menyidik dan menuntut. Terus di sini nanti, penuntut juga bisa menyidik”, kata Yenti dalam keterangannya kepada awak media. Senin (4/10).

Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Yenti menegaskan lagi, revisi UU diharapkan tak sekadar menambah kewenangan kejaksaan, tetapi juga penguatan pengawasan.

Menurutnya, jika penyidik dan penuntut jaksa dalam satu atap, maka tidak ada lagi pengawasan.Memang, KPK diberi wewenang sebagai penyidik dan penuntutan sehingga satu atap. Sekarang, kejaksaan yang seharusnya jadi penuntut tapi mau kewenangan penyidikan.

“Padahal, filosofi awal untuk control yang mana masing-masing supaya bagus agar tidak abuse terhadap orang yang diperiksa. Abuse itu bukan hanya memperberat, tapi juga jangan-jangan memperingan”, jelas dia.

Oleh karena itu, Yenti menyarankan dikembalikan lagi ke fungsi masing-masing sebagaimana yang diatur dalam KUHAP. Sebab, kejaksaan adalah dominus litis yakni sebagai penuntut umum mutlak dalam KUHAP.

“Itu sudah cukup, artinya tidak usah serakah-serakahan. Jaksa sudah mutlak (penuntut umum), cuma dikurangi oleh penuntut di KPK”, ujarnya.

Apalagi sekarang juga sudah ada rancangan KUHAP yang lagi dibahas antara pemerintah dengan DPR RI meskipun lagi ditunda sementara pembahasannya. Namun, Yenti mengatakan harusnya menunggu KUHAP yang baru dulu disahkan selanjutnya bahas RUU Kejaksaan.

“Kita kan sudah ada RKUHAP. Dan itu sudah lama. Harusnya RKUHAP dijadikan dulu, disahkan dulu baru RUU Kejaksaan. Karena apapun nanti keputusan RUU Kejaksaan menjadi UU Kejaksaan, itu kalau sampai bertentangan dengan yang baru juga masalah. Sekarang saja dikhawatirkan bertentangan dengan KUHAP”, tutupnyanya.

Kilas Balik Penyidik dan Pembantu Penyidik
Mantan Wakil Ketua KPK Zulkarnain ikut menyoroti Revisi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004, khususnya terkait kewenangan penyelidikan dan penyidikan. Zulkarnain mengatakan, pada era kolonial jaksa pernah diberikan wewenang penyidikan tetapi tidak dijalankan secara baik dan maksimal.

“Waktu zaman KUHAP masa kolonial Belanda, itu memang jaksa diberikan kewenangan penyidikan semua tindak pidana umum dan polisi sebagai pembantu penyidik jaksa, tetapi kan tidak dikerjakan secara baik dan optimal, sehingga muncul KUHAP dan integritas bermasalah”, kata Zulkarnain dalam keterangan tertulis di Jakarta. Sabtu (3/10)

Kewenangan – Profesionalitas dan Resiko Baru
Menurut Zulkarnain, kewenangan besar tanpa disertai profesionalitas dan integritas tinggi tidak akan ada artinya. Justru, dikhawatirkan malah menimbulkan risiko yang tinggi.

Oleh karena itu, Zulkarnain menyarankan apabila tidak ada kepentingan mendesak sebaiknya wewenang jaksa cukup mengikuti aturan yang telah ada saat ini.

Zulkarnain mengatakan, masih ada hal yang lebih penting untuk dibahas, misalnya mengenai aturan perampasan aset pelaku korupsi.

“Saran saya, kalau belum penting-penting sekali ya cukup yang lama. Ada yang penting sekarang, kalau negara ini mau cepat bebas dari korupsi ya lebih penting UU Perampasan Aset. Itu sangat penting sekali untuk merampas harta pelaku koruptor”, ujar Zulkarnain.

Pertanyaan selanjutnya: Fungsional kejaksaan di bidang perdata & TUN apa ???

Dari sisi keperdataan C.Anam )Investigasi Luar Biasa Hukum Dan HAM), turut angkat bicara sebagai berikut:

“Semestinya datun berfungsi sebagai pengacara negara dibidang perdata dan TUN dalam hal ini pengacara negara berfungsi melindungi negara”, tutur Anam. (05/10)

Lanjut Anam, “Unsur negara adalah rakyat, semestinya datun wajib menjamin sisi hukum dan kepastian hukum bagi rakyatnya, jadi fungsional datun sangat berfungsi sebagai pengacara negara yang dapat menjamin hukum bagi rakyat indonesia dibidang datun”.

Apakah penanganan perkara perdata & TUN hanya untuk perusahaan BUMN saja???

Timbul pertanyaan yang belum terjawab, dimana kejaksaan adalah berfungsi sebagai pengacara negara yang semestinya menjamin rakyatnya di sisi hukum bukan hanya pengacara BUMN saja namun disini banyak rakyat yang senantiasa menjadi korban akibat fungsional yang kurang bisa berfungsi dengan baik dan benar.

“Bukankah didalam Undang-Undang telah terurai dengan jelas bunyinya bahwa setiap warga negara dijamin atas hak hukumnya bukan suatu badan, korporasi, instansi atau institusi namun yang menjadi pertanyaan kenapa dalam praktiknya telah banyak mengarah pada penyimpangan fungsional dimana yang dijamin oleh datun justru badan, korporasi, instansi atau institusi bukan seseorang atau warga negara”, pungkas Anam

“Lalu kemana seseorang atau warga negara ketika mendapat perlakuan tidak adil oleh pejabat kantor yang bersembunyi dibalik ketiak hukum dalam artian menggunakan nama lembaga negara? Disini akan muncul banyak adanya ketimpangan hukum bagi rakyat indonesia”, tutup Anam.

Pekerjaan Rumah lainnya: Fungsi intel kejaksaan dipertanyakan???

Pekerjaan rumah lainnya menurut Anam adalah Fungsi intel adalah cegah dan tangkal, atas adanya tindak pidana.

“Lalu apakah sesuatu perilaku pidana yang sudah terjadi bisa dilakukan upaya cegah tangkal? Dari sini lalu banyak fungsi yang tidak semestinya difungsikan akan menjadi fungsi dalam kata lain alih fungsi?”.

Dimana perilaku pidana yang sudah berlangsung atau sudah terjadi akan bisa ditarik ulur dengan menggunakan kewenangannya yang diluar batas, ini akan menjadikan ketimpangan hukum dan identik akan ada main mata.

Anam memberikan paparan, Contoh saja dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi masih di perdebatkan kalau bisa dicegah ya dicegah, sesuatu yang sudah di adukan sudah tentu adalah sebuah perbuatan atau tindakan yang sudah terjadi atau lampau dilakukan sangat tidak mungkin dicegah atau ditangkal. Disini banyak fungsional intel kemudian dapat dikategorikan bermain hukum. (Isa)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Penangganan Covid-19 Di Gresik Ada Progres Signifikan

Penulis Kontroversi

Berlebaran Ala Wakil Bupati Gresik, Ditengah Pandemi Covid 19

Penulis Kontroversi

Birokrasi Perizinan Menjadi Beban Dunia Usaha

Penulis Kontroversi

Leave a Comment