Image default
Naskah Komperehensif Opini Parenting Pojok Opini Imam Ahmad Bashori Referensi bioteknologi Referensi bioteknologo

Mengapa Kita Bisa Mirip Dengan Orang Tua Kita?

Saat menganalisa miripkah kita dengan orangtua. Kita akan terjebak pada tampilan fisik semata, seberapa mirip kita dengan orangtua kita. Itu adalah warisan genetik dari orangtua ke anak.
Selain fisik, ternyata orangtua juga mewariskan hal-hal lain dalam DNA-nya yang masuk ke dalam tubuh kita. Seperti kemampuan akademik, penyakit, hingga kecenderungan terhadap hal-hal tertentu.

Coba perhatikan foto keluarga, bagaimana wajah dan penampilan kalian semua, semuanya agak mirip-mirip kan? Dari warna rambut, warna kulit, bentuk rahang, bentuk telinga, warna bola mata, dan lain-lain.

Tapi coba perhatiin lebih detil lagi. Secara spesifik, kadang-kadang fitur bentuk fisik kita seperti “puzzle” yang tersusun dari kombinasi bentuk-bentuk fisik kedua orang tua kita.

Misalnya, bentuk mata agak sipit mirip dengan ayah, tapi bentuk rambut ikal seperti ibu, bentuk rahang kotak mirip ayah, telinganya lebar seperti ibu.

Lain lagi dengan misalnya adik kandung, bisa jadi matanya belo seperti ibu, bentuk rambutnya lurus seperti ayah, sementara bentuk rahangnya lonjong seperti ibu, dan seterusnya.

Bagi pasangan yang memiliki fitur bentuk fisik yang mirip-mirip, memang agak sulit dilihat. Tapi kalau pasangan suami-istri yang bentuk fisiknya jauh berbeda, kelihatan banget anak-anak mereka itu seperti susunan “puzzle” yang merupakan kombinasi dari fitur-fitur fisik kedua orang tuanya. Contohnya seperti foto keluarga di bawah ini:

Nah, sekarang pertanyaannya, kok bisa begitu ya? Kenapa bentuk fisik kita bisa mirip dengan orang tua kita, tapi kadang-kadang agak beda-beda dikit dengan kakak-adik kandung kita? Nah, sebelum cerita lebih jauh, izinkan gue untuk memperkenalkan diri dulu. Kenalin nama gue Arsa Burhan, biasa dipanggil dengan nama Arsa, yang saat ini menjadi salah satu tutor Biologi di Zenius Education. Sebelum bergabung dengan Zenius, gue menempuh studi S2 Wageningen University di Belanda, dengan program Molecular Life Sciences. Nah, pada kesempatan kali ini, gua ingin menceritakan bagaimana ilmu Biologi mengungkap misteri tentang sifat-sifat yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Bicara soal sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua ke anak-anaknya, pastinya kita bicara soal proses pembentukan manusia, yaitu proses reproduksi. Sebagaimana yang lo semua ketahui, manusia lahir dari proses pembuahan sel sperma pria terhadap sel telur wanita yang terjadi akibat aktivitas seksual, hingga seorang wanita bisa mengandung dan melahirkan anak manusia 9 bulan kemudian. Jadi, bisa dikatakan ADA SESUATU YANG TERJADI ketika proses pembuahan hingga proses kandungan, yang membuat seorang manusia bisa memiliki fitur-fitur yang mirip dengan kedua orang tuanya.

Nah, untuk menjelaskan “sesuatu yang terjadi” itu, ternyata memerlukan penelusuran teknis, khususnya pada masa-masa pembuahan prazigotik, yaitu segala kejadian yang terjadi dari aktivitas seksual hingga proses fertilisasi yang menghasilkan zigot untuk kemudian menjadi janin hingga terlahirlah manusia seperti lo, gue, dan semua orang yang kita kenal di dunia ini.

Dalam upaya untuk mengetahui “sesuatu yang terjadi” ini, awalnya kebanyakan orang bahkan termasuk ahli biologi sempat mempercayai sebuah konsep yang keliru, yaitu dikenal dengan istilah blending inheritance.

Konsep yang keliru: Blending Inheritance

Sampai pada abad 19, banyak orang termasuk para ahli Biologi mempercayai bahwa sifat-sifat manusia diturunkan dari campuran dari sifat kedua orang tuanya. Mereka dulu membayangkan bahwa sifat kedua orang tua bercampur ibaratnya seperti pencampuran larutan berwarna pada cat tembok. Seperti halnya pencampuran cat berwarna biru dan kuning menjadi cat warna hijau, campuran warna merah dan biru jadi ungu, dan seterusnya.

Bagi sebagian besar orang pada saat itu, konsep ini tampak logis-logis saja. Mereka berpikir kalo seorang ayah memiliki rambut keriting gimbal, kemudian ibunya punya rambut lurus maka anaknya akan punya sifat rambut yang merupakan pencampuran dari keduanya, yaitu agak sedikit kriting, atau disebut rambut ikal. Kemudian jika seorang ayah berambut pirang dan ibunya berambut hitam, maka anaknya akan memiliki warna rambut yang merupakan campuran antara kuning dan hitam, yaitu warna cokelat.

Namun, konsep ini semakin diragukan kebenarannya. Kenapa?

Pertama, konsep blending inheritance atau penurunan campuran ini tidak dapat menjelaskan mengapa di antara saudara bisa terdapat perbedaan. Misalnya si kakak bisa jadi memiliki rambut lurus seperti ibu, namun adiknya memiliki rambut keriting seperti ayah. Jika suatu sifat bercampur secara sempurna sebagaimana halnya warna pada cat tembok, seharusnya saudara kandung tidak memiliki perbedaan. Misalnya semua saudara kandung kakak-beradik punya sifat rambut ikal karena merupakan pencampuran sifat dari rambut keriting dan rambut lurus.

Kedua, konsep blending inheritance ini juga tidak dapat menjelaskan fenomena suatu sifat yang melompati generasi. Pernah gak denger ada om-tante yang bilang kayak gini, “kamu kok lebih mirip kakekmu ya?”.

Itulah yang dimaksud dengan sifat yang melompati generasi. Sifat yang melompati generasi ini bukan hanya terbatas pada bentuk fisik saja, tapi juga penyakit keturunan. Misalnya kasus penyakit hemofilia muncul di berbagai keluarga kerajaan di Eropa pada abad ke-19. Seringkali penyakit hemofilia ini tidak langsung turun dari orang tua ke anaknya, tapi lompat dari kakek ke cucunya. Lo bisa lihat bagan silsilah keluarga kerajaan Eropa yang terjangkit penyakit keturunan hemofilia pada gambar di bawah ini:

Keturunan Ratu Victoria dan hemofilia. Individu berkotak hitam adalah pembawa, kotak coklat penderita.

Bisa kita lihat bahwa penyakit hemofilia muncul pada Pangeran Leopold dari Albany, sempat hilang pada anaknya Putri Alice, kemudian muncul kembali pada cucunya Pangeran Rupert.

Ketiga, berdasarkan konsep blending inheritance ini, orang-orang memperkirakan bahwa sifat dari suatu populasi lama-kelamaan menjadi seragam. Seperti halnya mencampurkan cat yang berbeda berulang kali sampai semua cat memiliki warna yang sama. Namun, pada kenyataannya kita tidak pernah melihat adanya populasi yang memiliki sifat sama persis. Seringkali kita lihat dalam keluarga yang berkerabat dekat sekalipun, ditemukan fitur-fitur fisik yang berbeda satu sama lain. Bahkan dalam skala masyarakat yang luas justru kita melihat pola sebaliknya, diversifikasi genetika manusia semakin beragam dari waktu ke waktu.

Oleh karena itulah, pada akhirnya konsep blending inheritance ini terpatahkan karena tidak mampu menjelaskan banyak fenomena yang terjadi. Sampai akhirnya, misteri ini menemukan titik terang ketika seorang biarawan asal Kerajaan Austria bernama Gregor Mendel melakukan eksperimen biologi di kebun biara selama bertahun-tahun!

Eksperimen Genetika Mendel

Ternyata kemiripan orang tua dan anaknya terkait atribut fisik, penyakit, dan karakter-karakter lain ini tidak hanya terjadi pada manusia saja lho, melainkan pada tumbuhan dan hewan juga. Contohnya, pohon buah yang manis akan menghasilkan bibit pohon yang menghasilkan buah manis juga. Pohon yang buahnya asam menghasilkan biji tanaman yang buahnya asam. Begitu juga dengan hewan, misalnya ada sepasang kucing yang kebetulan jantan dan betinanya berwarna putih polos, akan memiliki anak-anak yang berwarna putih polos juga.

Upaya untuk mengungkap misteri ini akhirnya menemukan titik terang ketika pada tahun 1856, seorang biarawan bernama Gregor Mendel melakukan investigasi mendalam dan sistematis mengenai bagaimana suatu sifat diturunkan dari induk ke anaknya dengan bereksperimen menggunakan tanaman kacang ercis di taman biara seluas 2 hektar.

Gregor Mendel, Bapak Genetika Modern (1822-1884)
Setelah menghabiskan waktu 8 tahun lamanya dengan membiakkan 28.000 tanaman kacang ercis, Mendel menemukan fakta yang berbeda dengan konsep blending inheritance, Mendel tidak menemukan sifat yang diturunkan berperilaku percampuran warna cat tembok maupun seperti puzzle, melainkan justru seperti kombinasi dua kelompok kartu yang digabungkan, lalu dikocok sehingga terciptalah kelompok kartu baru yang merupakan kombinasi acak dari kedua kelompok kartu sebelumnya.

Coba lo bayangkan, misalnya sifat-sifat dari ayahmu direpresentasikan dalam bentuk 1 tumpukan kartu. Satu kartu menyatakan warna kulit gelap, kartu berikutnya menyatakan warna mata cokelat, kartu selanjutnya menyatakan bentuk rambut ikal, ada juga kartu yang menyatakan risiko diabetes, dan seterusnya. Begitu juga dengan ibumu, ibumu direpresentasikan dengan 1 tumpukan kartu lainnya dengan sifat-sifat yang dimiliki ibu. Misalnya ada kartu yang menyatakan warna kulit terang, kartu berikutnya menunjukkan warna mata hitam, kartu berikut menyatakan bentuk rambut lurus, dan seterusnya. Nah, ketika proses pembuahan terjadi, kedua kelompok kartu tersebut digabungkan, kemudian dikocok sampai merata hingga berkombinasi dengan acak. Lalu sebagian dari tumpukan kartu tersebut dikeluarkan dan menjadi 1 kelompok kartu baru yang merepresentasikan diri lo. Itulah kenapa warna kulit lo bisa mirip dengan ayah, bentuk rambut lo bisa mirip ibu, warna mata mirip dengan ayah, dan seterusnya.

Analogi kartu sebagai mekanisme sifat diturunkan dari induk ke anaknya
Analogi kartu seperti yang gue ceritakan diatas dianggap cukup akurat oleh banyak ahli biologi berdasarkan hasil eksperimen dari Mendel. Mekanisme eksperimen yang dilakukan oleh Mendel adalah dengan menyilangkan tanaman-tanaman ercis dengan sifat yang berbeda dan mengamati hasil persilangan tersebut.

Mendel mencoba mengamati bagaimana sifat warna bunga pada tanaman ercis diturunkan. Misalnya, dia menyilangkan tanaman kacang dengan bunga ungu dan bunga putih. Hasilnya bagaimana? Menurut konsep blending inheritance, hasil persilangan kedua bunga ini seharusnya memiliki warna ungu muda, atau warna di antara ungu dan putih. Namun, kenyataannya seluruh hasil persilangannya memiliki warna bunga ungu, bukan ungu muda. Generasi persilangan pertama ini disebut sebagai generasi F1, atau filial 1 (dari bahasa latin filialis, yang berarti keturunan).

Kemudian, ketika tanaman berbunga ungu generasi F1 ini saling disilangkan, hasilnya adalah generasi F2 yang memiliki rasio tanaman berbunga ungu dan berbunga putih sebesar 3 banding 1. Mendel mengulangi eksperimen seperti pada warna bunga ini pada berbagai jenis sifat yang lain. Mulai dari warna biji, bentuk biji, tinggi tanaman, posisi bunga, dan lainnya. Hasilnya, Mendel mendapatkan pola yang serupa seperti pada warna bunga. Generasi F1 hanya memunculkan sifat salah satu induk, dan generasi F2 memunculkan sifat kedua induk dengan rasio 3 banding 1.

Untuk menjelaskan fenomena ini, Mendel membuat suatu model yang menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi.

Permodelan di atas menyatakan beberapa hal:

Pertama: Setiap sifat yang diturunkan dapat memiliki beberapa variasi yang disebut sebagai alel. Dalam kasus persilangan sifat warna bunga ini, dapat ada variasi warna ungu dan putih. (alel A dan alel B)
Kedua: Ada alel yang bersifat dominan dan resesif. Dalam kasus persilangan warna bunga ini, tampak bahwa warna bunga ungu dominan terhadap warna putih.
Ketiga: Setiap sifat yang dibawakan alel, selalu berpasangan dengan alel lainnya. Pasangan antara alel yang bersifat dominan dan resesif akan mendefinisikan sifat-sifat yang dibentuk.
Keempat: Sifat yang direpresentasikan sebagai alel yang berpasangan pada induk pertama dan induk kedua akan berpisah sebelum membentuk kombinasi sifat yang baru. Hal ini kelak disebut sebagai Hukum Segregasi Mendel atau Hukum Pertama Mendel.
Hayo, masih pada ingat gak nih dengan hukum persilangan Mendel? Seharusnya lo udah mempelajari konsep ini di kelas 9 SMP. Bagi lo yang mau inget-inget lagi konsep materinya, bisa tonton di video zenius.net berikut.

Bagian mana dalam tubuh kita yang berperan sebagai “kartu” pembawa sifat?

Selama puluhan tahun sejak Mendel mengemukakan penemuannya, apa yang ditemukan oleh Mendel ini hanyalah suatu konsep yang terbukti benar, tapi tidak ada seorangpun yang tahu apa penyebabnya. Kita hanya tahu ada pola yang dibentuk dalam hukum Mendel, seperti perbandingan 3:1 atau 9:3:3:1 dan sebagainya. Namun, kita hanya mengetahui bahwa ada pola yang terbentuk tanpa mengetahui bagaimana mekanisme ini bisa terjadi secara teknis. Kenapa sih harus 3:1 atau 9:3:3:1? Kenapa gak 2:1 atau pola yang lainnya? Kenapa alam selalu memilih pola perbandingan tersebut? Nah, mekanisme yang terjadi dibalik pola tersebut, baru diketahui setelah seorang ahli riset medis bernama Oswald Avery menemukan materi yang bertanggung jawab atas pewarisan sifat dari induk ke anak-anaknya pada tahun 1944.

Jadi sebetulnya bagian mana dalam tubuh kita yang berperan sebagai “kartu” yang menyatakan sifat kita berambut ikal, mata sipit, kulit berwarna terang, dll? Apakah “kartu” yang membawa sifat manusia itu diturunkan melalui aliran darah? atau pada sel sperma? atau pada sel telur wanita? Ternyata setelah Avery-MacLeod-McCarty melakukan eksperimen mendalam, disimpulkan bahwa materi yang berperan sebagai “kartu” di dalam tubuh kita adalah rantai molekul polimer berukuran sangaaat kecil yang berada di setiap susunan sel di dalam tubuh kita. Nama rantai molekul polimer itu disebut dengan DNA.

illustrasi DNA dalam tubuh
DNA, atau deoxyribonucleic acid, adalah suatu molekul polimer yang disusun oleh molekul lebih kecil yang berulang-ulang. Molekul lebih kecil ini disebut juga sebagai nukleotida, yang terdiri dari 4 macam, Adenin (A), Timin (T), Guanin (G), dan Sitosin (C). Jadi urutan dari nukleotida ini akan menentukan DNA tersebut akan membawa sifat yang seperti apa. Misalnya urutan nukleotida A-G-T-C-G-T-A-C-G dan seterusnya… (sampai ribuan basa nukleotida) akan menginstruksikan sifat rambut berbentuk keriting. Begitu juga dengan kombinasi-kombinasi urutan nukleotida lainnya, membawa instruksi pada sifat-sifat yang lain.Urutan basa nukleotida ini dapat membentuk kode yang kemudian digunakan oleh sel untuk menghasilkan protein di dalam tubuh.

Kode pada DNA ini berfungsi ibaratnya seperti sebuah blueprint yang memberikan instruksi bagaimana cara mekanisme tubuh kita dalam membentuk suatu protein yang dibutuhkan. Misalnya, suatu kode DNA dapat memberikan instruksi bagaimana cara membuat protein hemoglobin pada sel darah merah, myosin pada sel otot, dan melanin pada sel pigmen kulit. Dari kode DNA inilah sifat dan fungsi tubuh kemudian muncul, begitu juga dengan bentuk fisik yang telihat (fenotipe) seperti hidung yang mancung, kulit berwarna terang, rambut pirang, dan lain-lain.

Kira-kirang kebayang ya bentuk dan fungsi DNA itu bagaimana? Lebih dalam secara teknis lagi, dari untaian rantai DNA yang begitu panjang, sebetulnya hanya sebagian kecil yang berfungsi untuk mengekspresikan sifat. Rantai DNA yang berfungsi dalam mengekspresikan sifat, kita sebut dengan Gen. Sementara rantai DNA yang tidak berfungsi untuk mengekspresikan sifat, disebut dengan Non-coding DNA atau kadang disebut juga Junk DNA.

Apakah Hukum Mendel masih relevan dengan ditemukannya materi DNA?

Lalu apakah hukum Mendel berdasarkan eksperimen terhadap tanaman kacang ercis masih relevan dengan penemuan DNA dan gen? Apakah hukum Mendel juga berlaku bagi manusia? Jawabannya iya, hukum Mendel masih relevan dan teraplikasikan kepada semua bentuk makhluk hidup. Masih ingat ada sifat yang dominan dan resesif dalam hukum Mendel?

Ternyata mekanisme cara kerja DNA terhadap ekspresi sifat dominan dan resesif semakin kuat dibuktikan baik secara empiris maupun pengamatan laboratorium. Secara sedernaha, kita bisa menyatakan bahwa

DNA yang mengkode sifat yang dominan, akan menjalankan fungsinya
DNA yang mengkode sifat yang resesif , tidak akan menjalankan fungsinya
Maksudnya gimana nih? Misalnya nih, orang bule cenderung memiliki warna kulit terang atau putih, sementara orang Indonesia cenderung memiliki warna kulit cokelat. Dalam biologi, warna kulit putih itu adalah ekspresi sifat yang resesif, sementara kulit berwarna adalah ekspresi sifat yang dominan. Kok bisa begitu? Menentukannya dari mana? Rupa-rupanya, kulit yang berwarna, misalnya cokelat, hitam, kuning, dll adalah ekspresi sifat timbul karena fungsi dari pigmen melanin yang membentuk warna pada kulit. Jadi secara biologis apa sih yang terjadi pada kulit berwarna terang seperti kulit orang bule? Secara teknis, DNA mereka mengkode sifat yang resesif pada kode warna kulit. Karena sifatnya resesif, sehingga pigmen melanin tidak berfungsi memberi warna pada kulit, sehingga warna kulit yang timbul cenderung pucat terang seperti warna kulit orang-orang bule.

Begitu juga dengan tanaman, bisa ambil contoh sifat warna bunga ungu yang dominan dan sifat warna putih yang resesif. Ternyata, sifat warna ungu muncul akibat adanya suatu enzim yang menghasilkan zat warna ungu. Ketika terdapat individu yang membawa alel warna ungu dan putih sekaligus (heterozigot), maka individu tersebut akan tetap menghasilkan enzim di dalam bunganya sehingga warnanya tetap ungu. Hanya ketika bunga tersebut sama sekali tidak membawa alel penghasil enzim, maka bunga akan menjadi warna putih (sifat resesif membuat enzim tidak menjalankan fungsinya).

DNA dan sifat dominan – resesif.
Selain ekspresi fenotipe, prinsip yang sama juga terjadp pada karakter lain, misalnya pada penyaktik genetis. Sifat penyakit genetis hemofilia bersifat resesif , dalam arti alel ini membuat tubuh kita tidak mampu menghasilkan protein untuk pembekuan darah. Seseorang yang kode DNA-nya heterozigot untuk alel hemofilia dan normal, akan mampu menghasilkan protein pembekuan darah normal. Jadi prinsip hereditas Mendel selalu teraplikasi untuk semua makhluk hidup, setiap kali ada alel yang mampu menghasilkan suatu protein yang berfungsi, maka alel tersebut akan bersifat dominan.

Bagaimana Mekanisme yang terjadi dibalik Hukum Mendel?

Sebelum menjawab itu, lo harus memahami satu komponen lagi dalam tubuh manusia, yaitu kromosom. Apa itu kromosom? Kalau DNA itu ibaratnya adalah mata rantai panjang yang saling bertautan, maka GULUNGAN dari mata rantai panjang DNA di dalam sel kita sebut sebagai kromosom. Jadi bisa diibaratkan kalau DNA itu untaian benang, maka kromosom itu adalah gulungan benang tersebut. Secara fisik, kromosom adalah gulungan rantai DNA yang membentuk bentuk khusus yang saling berpasangan. Kalo dilihat dari mikroskop, bentuk kromosom itu seperti ini:

Sekilas bentuknya mirip cacing pita berpasangan ya? Itulah bentuk kromosom, isinya kromosom itu adalah untaian rantai DNA dan protein. Kalo lo perhatikan lebih jelas, ada pasangan kromosom yang bentuknya simetris, namun ada juga yang bentuknya asimetris. Kromosom yang berpasangan secara simetris ini disebut juga sebagai kromosom homolog. Setelah diteliti lebih lanjut, rupa-rupanya setiap manusia itu selalu memiliki 23 pasang kromosom atau 46 kromosom di dalam inti selnya. Jumlah kromosom manusia yang unik ini adalah salah satu hal yang mendefinisikan spesies kita, karena spesies lain memiliki jumlah kromosom yang berbeda. Misalnya simpanse, gorilla, dan orangutan memiliki 24 pasang kromosom di dalam inti selnya.

Karena kromosom di dalam sel tubuh selalu berpasangan, dan DNA pada kromosom adalah material pembawa gen. Karena itulah Mendel menemukan bahwa gen selalu dalam bentuk berpasangan. Kromosom yang berpasangan ini bisa saja membawa alel yang berbeda, itulah penyebabnya secara teknis mengapa terdapat sifat heterozigot pada 2 pasang alel dalam hukum Mendel. Dulu waktu Mendel merumuskan modelnya, dia tidak tahu mekanisme fisik yang terjadi dibalik pola itu, sekarang setelah kita memahami bentuknya secara fisik, kita bisa paham mengapa alel itu harus dipasangkan agar permodelannya bisa sesuai dengan fakta realita empiris.

DNA dan kromosom

Lalu gimana ceritanya kita bisa mirip dengan orang tua kita?

Oke, sekarang kita balik lagi ke pertanyaan awal, bagaimana caranya kita semua memiliki kemiripan sifat dan karakter dengan kedua orang tua kita? Jawabannya secara teknis terjadi pada 2 fase biologis tubuh kita, yaitu:

Fase pembelahan meiosis di dalam organ reproduksi pria dan wanita sebelum aktivitas seksual
Fase pembuahan sel telur oleh sel sperma setelah aktivitas seksual
Pada fase pertama, terjadi sebuah proses dalam organ reproduksi pria maupun wanita yang dinamakan fase pembelahan meiosis, yaitu pasangan kromosom di dalam sel sperma dan sel telur akan berpisah satu sama lain. Pembelahan meiosis ini terjadi ketika tubuh sedang menghasilkan sel sperma pada lelaki dan sel telur pada wanita. Pada proses pembentuk sel sperma dan sel telur, terjadi proses meiosis dimana kromosom yang berpasangan terpisah dan menghasilkan sel yang hanya membawa separuh dari jumlah kromosom sebelumnya. Jadi teknisnya, kromosom yang sebelumnya berjumlah 23 pasang atau 46 buah, berpisah pasangannya menjadi hanya 23 buah di dalam setiap sel sperma atau sel telur. Jadi setiap sel telur atau sel sperma di dalam organ reproduksi kita hanya memiliki 23 buah kromosom saja.

Pembelahan meiosis
Fase kedua adalah proses pembuahan setelah aktivitas seksual terjadi. Ingat setiap sel sperma di dalam tubuh pria hanya memiliki 23 kromosom, begitu juga dalam sel telur wanita hanya memiliki 23 kromosom. Ketika proses pembuahan berlangsung, sel sperma pada calon ayah ini, menyumbangkan 23 kromosom dari susunan DNA-nya, sementara sel telur juga menyumbangkan 23 kromosom dari susunan DNA calon ibu. Jadi setiap manusia yang tersusun oleh 23 pasang kromosom atau total 46 kromosom itu diperoleh dari separuh ayah (23 kromosom) dan separuh dari ibu (23 kromosom). Oleh karena itu, secara teknis bisa dibilang semua identitas DNA yang terbentuk dalam tubuh kita, berasal setengahnya dari ayah, dan setengahnya dari ibu. Keren kan!?

Satu hal yang perlu lo pahami, 23 kromosom pada sel sperma maupun sel telur tidak akan identik satu sama lain. Dari jutaan sel sperma dalam tubuh pria dan juga sel telur pada wanita, masing-masing membawa kombinasi kode DNA (baca: tumpukan kartu) yang berbeda-beda. Itulah kenapa kadang-kadang saudara kandung memiliki sedikit perbedaan fitur fisik dan karakter masing-masing. Kadang si kakak bentuk rambutnya lurus seperti ibu, tapi si adik bentuk rambutnya justru keriting seperti ayahnya. Jawabannya ya karena pada proses pembuahan, ada jutaan peluang berbeda seiring dengan jumlah sel sperma yang berkompetisi untuk berhasil membuahi sel telur wanita. Itulah kenapa kita bisa menjawab pertanyaan kenapa kita mirip dengan ayah-ibu kita, tapi sedikit berbeda dengan saudara-saudari kandung kita.

Penutup

Demikianlah jawaban yang diberikan oleh ilmu pengetahuan untuk menjawab misteri kenapa seorang anak bisa memiliki atribut fisik yang mirip dengan orang tuanya. Ternyata dari upaya menjawab pertanyaan itu, kita mengetahui begitu banyak misteri ilmu pengetahuan, dari mulai konsep hereditas, struktur DNA, kromosom, pembelahan meiosis, proses pembuahan, dan lain-lain.

Lebih dari itu, ternyata penemuan mekanisme penurunan sifat oleh Mendel ini adalah pintu gerbang dari ilmu genetika modern. Hari ini, kita sudah tau jauh lebih banyak dari apa yang bisa dibayangkan oleh Mendel ketika semasa beliau masih hidup. Dengan pengetahuan kita mengenai bagaimana suatu gen diturunkan, kita telah memanfaatkannya untuk memprediksi lebih baik risiko munculnya penyakit-penyakit genetis. Selain itu, kita juga telah mampu melakukan modifikasi genetik tanaman dan hewan yang bermanfaat bagi perkembangan usaha pertanian dan peternakan. Dari mulai dihasilkan bibit-bibit unggul yang lebih tahan penyakit, menghasilkan lebih banyak buah, memiliki nutrisi yang lebih tinggi, dan lain-lain.

Lebih jauh lagi, dengan pengetahuan kita mengenai DNA dan fungsinya, kita telah melakukan lompatan besar dalam bioteknologi dan rekayasa genetika.

Lebih detil mengenai bagaimana rekayasa genetika dan pemanfaatannya akan dibahas pada artikel blog berikutnya tentang bioteknologi.

Warisan Genetik Orangtua Kepada Anak yang Perlu Kita Sadari
Bagikan :

Apa yang diwariskan orangtua melalui DNA tidak hanya penampilan fisik. Kemampuan otak, penyakit, bahkan kemampuan bersosialisasi juga termasuk di dalamnya.

Saat menganalisa miripkah kita dengan orangtua. Kita akan terjebak pada tampilan fisik semata, seberapa mirip kita dengan orangtua kita. Itu adalah warisan genetik dari orangtua ke anak.

Selain fisik, ternyata orangtua juga mewariskan hal-hal lain dalam DNA-nya yang masuk ke dalam tubuh kita. Seperti kemampuan akademik, penyakit, hingga kecenderungan terhadap hal-hal tertentu.

Berikut ini hal-hal yang diwariskan dari orangtua dan jarang kita ketahui.

1. Tingkat kolesterol yang tinggi
Banyak orang menganggap bahwa tingkat kolesterol yang tinggi dipengaruhi oleh pola makan yang kurang sehat. Namun ternyata beberapa kasus kolesterol tinggi tidak dipengaruhi oleh pola makan, namun oleh genetik.

Sekitar 1 dari setiap 500 orang memiliki mutasi genetik istimewa, yang mengakibatkan menumpuknya kolesterol di dalam darah mereka. Orang-orang seperti ini akan tetap memiliki kolesterol tinggi meski sudah menerapkan gaya hidup sehat.

2. Pola kebotakan rambut berasal dari Ibu
Salah satu gen yang berperan dalam kebotakan rambut terletak di kromosom X. Pria mewarisinya dari ibu mereka.
Tapi jangan keburu menyalahkan ibu atas penipisan di rambut Anda. Ada beberapa gen lain yang juga berperan dalam proses kebotakan, termasuk gen yang berasal dari ayah.
Disamping itu, faktor lingkungan juga memengaruhi dalam masalah kerontokan rambut.

3. Kesuksesan akademik
Kesuksesan di bidang akademik, 55%-nya bergantung pada gen yang diwariskan orangtua. Ribuan gen berperan langsung dalam kemampuan Anda di bidang akademik.

Jadi jika orangtua Anda memiliki kemampuan akademik yang cukup bagus selama sekolah, Anda juga memiliki potensi untuk memiliki kemampuan yang sama.

4. Kecintaan pada kopi adalah warisan genetik dari orangtua
Para ilmuwan melakukan sebuah studi perbandingan antara orang-orang yang tidak bisa hidup tanpa kopi, dengan orang-orang yang tidak memiliki kecanduan terhadap kopi.
Ternyata, mereka yang tidak kecanduan kopi memiliki set gen tertentu di dalamnya. Yang membuat mereka menyerap kafein secara lebih lambat, sehingga mereka tidak memerlukan asupan kafein hanya untuk meningkatkan energi.

5. Serangan diabetes dewasa pada usia muda
Diabetes tipe 2 biasanya menyerang orang yang lanjut usia. Tapi terkadang penyakit tersebut juga menyerang anak-anak dan remaja yang memiliki kehidupan aktif.
Hal ini disebabkan oleh mutasi genetik, meskipun gaya hidup dan pola makan juga bisa memengaruhinya.

6. Buta warna warisan genetik dari ibu
Ketidakmampuan seseorang membedakan beberapa warna tertentu biasanya diwariskan dari orangtua. Gen yang menyebabkan ketidakmampuan ini biasanya diwariskan oleh anak lelaki dari ibunya.

Hal ini dikarenakan, anak lelaki hanya mewarisi satu kromosom X dari ibu. Sehingga jika kromosom tersebut ‘cacat’, maka tidak ada yang bisa menyempurnakannya.

Sedangkan anak perempuan memiliki dua kromosom Y dari ayahnya. Sehingga jika salah satu kromosom rusak, maka ada cadangan kromosom untuk menggantikannya.

7. Intoleransi terhadap laktosa sebagai warisan genetik
Laktosa adalah kandungan gula yang biasa terdapat pada susu dan berbagai produk olahannya. 65% orang dewasa memiliki tingkat intoleransi yang tinggi pada laktosa.

Salah satu gen tertentu berperan dalam hal ini. Saat seorang anak masih kecil dan membutuhkan susu untuk bertahan hidup, tubuhnya memproduksi enzim yang membantu mencerna laktosa.

Saat seseorang bertambah dewasa, kemampuannya untuk mencerna laktosa semakin rendah. Hanya sebagian kecil orang yang memiliki gen toleran terhadap laktosa, hingga mereka bisa mengkonsumsi susu tanpa masalah.

8. Kemampuan mengemudi mobil
Ilmuwan telah membuktikan bahwa tidak semua orang bisa mengemudikan mobil. Anda bisa saja mempelajari semua aturan mengemudi, dan lulus dalam ujian mengemudi.

Tetapi bila Anda memiliki gen tertentu yang memengaruhi orientasi diri, kecepatan reaksi dan juga memori. Berada di belakang setir bukanlah sebuah ide yang bagus.
Fokus Anda akan mudah teralihkan saat mengemudi, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Para ilmuwan percaya bahwa gen ini dimiliki oleh 30% populasi manusia.

9. Mata rabun adalah warisan genetik
Kemungkinan seseorang memiliki mata rabun adalah diturunkan dari orangtuanya. Jika kedua orangtua memiliki mata rabun, maka anak berisiko 50% lebih tinggi untuk memiliki mata rabun.
Akan tetapi, para ilmuwan menganggap bahwa penyebab mata rabun tidak sepenuhnya bersumber dari warisan genetik. Mereka yang menghabiskan lebih sedikit waktu di depan komputer serta mengurangi aktivitas yang membuat mata lelah, akan terhindar dari mata rabun.

10. Popularitas juga merupakan warisan genetik
Mungkin tidak bisa dipercaya, namun rahasia dari popularitas seseorang terletak pada gen yang ia miliki. Para ilmuwan di Harvard mencapai kesimpulan ini setelah melakukan penelitian panjang selama bertahun-tahun.
Mereka percaya bahwa pada masa awal umat manusia, orang yang memiliki informasi berharga tentang sumber makanan dan bahaya, akan menjadi pusat perhatian dari kelompoknya.
Orang-orang tersebut mewariskan genetiknya pada keturunan mereka. Mereka yang mewarisi gen tersebut akan menjadi terkenal di dalam kelompoknya, dan membuat semua orang ingin berteman dengannya.
Penelitian di masa depan mungkin akan lebih bisa menjelaskannya.

Dengan mengetahui hal ini, kita akan menyadari seberapa banyak warisan orangtua yang ada di dalam diri kita. Tidak hanya fisik semata.

Warisan tersebut juga kemungkinan besar akan kita wariskan pada generasi selanjutnya


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Trickle Down Effect: Kemana Air Sebenarnya Menetes?

Penulis Kontroversi

Cetak Sendiri Izin UMKM Melalui OSS (Masalah, Kepatuhan & Solusinya)

Penulis Kontroversi

Kekecewaan Cucu Pendiri Boedi Oetomo

Penulis Kontroversi

Leave a Comment