Image default
e-commerce

Pajak Perusahaan E-Commerce

Indonesia sendiri menempati urutan ke-4 terbesar di dunia dengan jumlah populasi 264 Juta jiwa yang menyimpan potensi ekonomi digital yang besar

Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan e-commerce merupakan salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia. Secara umum, e-commerce merupakan transaksi jual beli secara elektronik melalui internet. Namun, seiring perkembangan waktu definisi e-commercesemakin meluas. E-commerce juga diartikan tidak hanya penjualan dan pembelian melalui internet semata tetapi mencakup pelayanan pelanggan online dan pertukaran dokumen bisnis. Indonesia sendiri menempati urutan ke-4 terbesar di dunia dengan jumlah populasi 264 Juta jiwa yang menyimpan potensi ekonomi digital yang besar. Potensi ini secara keseluruhan diprediksi masih akan tumbuh pesat beberapa tahun ke depan. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan ponsel untuk berbelanja online. Lalu bagaimana dengan pajak perusahaan e-commerce yang berlaku?

Aturan Pajak Perusahaan E-commerce

Pada Tanggal 11 Januari 2019, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Perlakuan Perpajakan e-commerce. Peraturan ini diterbitkan untuk memberikan kepastian terkait aspek perpajakan bagi pelaku bisnis yang melaksanakan kegiatan bisnis atau penjualannya melalui sistem elektronik. Peraturan ini disahkan pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Dalam peraturan ini pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce. Namun semata-mata terkait tata cara dan prosedur pemajakan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce demi menciptakan perlakuan yang setara dengan pelaku usaha konvensional. Pokok-pokok pengaturan dalam PMK-210 ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace

Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform marketplace.Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace.Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun.Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

b. Kewajiban penyedia platform marketplace

Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP.Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri.Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli. Penyedia platform marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku overthe-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.

c. Bagi e-commerce di luar Platform marketplace

Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui onlineretail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

Peraturan ini akan efektif berlaku pada 1 April 2019. Sebelum itu, DJP akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce, termasuk penyedia platform marketplace dan para pedagang yang menggunakan platformtersebut.

Mengapa Harus Ada Pajak Perusahaan E-commerce?

Kebanyakan masyarakat Indonesia memang belum memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam hal kepatuhan melapor dan membayar pajak. Padahal kemudahan-kemudahan untuk melapor dan membayar pajak saat ini sudah banyak ditawarkan. Berbagai teknologi finansial yang kian berkembang di era digitalisasi ini semakin mempermudah hidup Anda dalam hal keuangan. Anda dapat melakukannya melalui website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau melalui sejumlah penyedia layanan aplikasi (Application Service Provider/ASP).

Menilik pajak sebagai sumber pendapatan negara, pajak perusahaan e-commerce memang harus diberlakukan mengingat transaksi e-commerce yang mencapai angka Triliunan Rupiah. Penarikan pajak dari transaksi e-commerce ini bertujuan untuk menerapkan keadilan bagi semua Wajib Pajak, baik konvensional maupun e-commerce. Pada dasarnya kewajiban Wajib Pajak pelaku bisnis e-commerce dan konvensional tidak berbeda. Baik penjual maupun pembeli dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Para pelaku e-commerce harus menghitung pajak mereka, menyetor serta melaporkannya, dan membuat e-Faktur bila sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Jika pajak dari transaksi e-commerce tidak diberlakukan, akibatnya adalah tidak diimplementasikannya prinsip keadilan dalam penegakan hukum. Kemudian apa yang terjadi? Tentu saja persaingan antara pengusaha menjadi tidak seimbang karena beban pajak yang tidak merata. Oleh karena itu, pajak e-commerce dapat dikatakan sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat.

Rencana Kewajiban Memiliki NPWP bagi Pedagang Online

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak perusahaan e-commerce, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana mewajibkan pedagang online untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini akan dilakukan berangsur-angsur mulai tahun 2018 ini. Regulasi ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kepatuhan dalam industri e-commerce yang tumbuh cepat.

Menurut Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, ada beberapa perusahaan e-commerce yang akan meminta penjual untuk menunjukkan nomor identifikasi NPWP sebagai syarat untuk beroperasi di platform mereka. Platform e-commerce ini kemudian akan menyerahkan laporan transaksi bulanan kepada Pemerintah. Perusahaan e-commerce yang menjadi percontohan yaitu Tokopedia dan Bukalapak. Kerjasama dengan kedua platform e-commerce tersebut dilakukan oleh Pemerintah sebagai sosialisasi kewajiban memiliki NPWP bagi para pelaku UMKM yang berjualan secara online. Tahap berikutnya, barulah melakukan peningkatan terhadap kepatuhan. Tahap ini nantinya akan dilakukan secara hati-hati karena banyaknya penjual onlinesehingga sedikit mengalami kesulitan dalam melacak.

Pemerintah Menaikkan Pajak Impor via E-commerce

Untuk menyikapi tingginya minat masyarakat dalam mengimpor barang, Pemerintah telah menetapkan kebijakan baru. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menetapkan peraturan baru yang tidak terlepas dari upaya menekan kecurangan oleh para importir. Heri Pambudi, Dirjen Bea dan Cukai telah menyatakan bahwa aturan tersebut tertulis dalam PMK Nomor 112 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas PMK 182 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa setiap impor barang melalui e-commerce akan dikenakan biaya Bea Masuk sebesar 7,5%. Biaya Bea Masuk tersebut berlaku untuk barang e-commerce yang mempunyai total nilai US$75 atau sekitar Rp1.115.700,-. Tidak hanya soal biaya Bea Masuk, pada aturan baru tersebut importir juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor sebesar 10% bagi yang memiliki NPWP. Sedangkan yang tidak memiliki NPWP akan dikenai PPh sebesar 20%. Salah satu faktor yang turut serta mendorong adanya aturan baru ini karena ditemukannya para pelaku importir nakal yang memanfaatkan celah regulasi.

Itulah beberapa fakta menarik tentang pajak perusahaan e-commerce yang harus Anda ketahui. Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, sebaiknya kita tidak menggunakan modus-modus tertentu untuk menghindari pajak. Jika semakin banyak importir atau masyarakat menggunakan berbagai cara untuk mengakali kewajiban membayar pajak, impact-nya akan mengganggu industri dalam negeri dan produksi lokal. Yang lebih parah, hal tersebut bisa membuat negara kita mengalami kerugian yang semakin besar. (Isa)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Kenapa Harus Ada Inovasi Keuangan Digital ?

admin

Menjamin Kelangsungan Skema Ponzi

Penulis Kontroversi

Cara Memilih Produk Untuk Dijual Online Dan Offline

Penulis Kontroversi

Leave a Comment