Image default
  • Home
  • Opini
  • Pakar Saraf dari Institut Pertanian Bogor: Literasi Tidak Redam Hoax
Opini Peristiwa Politik & Pemerintahan

Pakar Saraf dari Institut Pertanian Bogor: Literasi Tidak Redam Hoax

Pakar Hubungan Sosial dari Universitas Indonesia Roby Muhamad: “Metode “menyerang” amigdala menjadi langkah yang patut dicoba untuk memerangi kabar bohong yang kian marak”

Kontroversi Literasi: Pakar Saraf dari Institut Pertanian Bogor Berry Juliandi menyampaikan literasi informasi kurang efektif menangkal penyebaran kabar bohong (hoax). Saat ditemui dalam diskusi The Science Behind Hoax, di Jakarta. (18/022019)

Dia mengakui pendapatnya itu berbeda dengan opini sejumlah pakar, yang selama ini mengelukan literasi sebagai upaya peredam hoax.

Kerentanan hoax Vs Memotong rantai hoax
Ia kemudian menjelaskan, salah satu penelitian yang dikeluarkan Yale University menyebutkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin rentan terpapar hoax.

Berpegang pada hasil penelitian tersebut, dia kemudian menyimpulkan bahwa upaya literasi bukan langkah tepat memotong rantai hoax.

Menurut dia, metode menurunkan kecemasan dan keraguan seseorang melalui permainan otak, menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menghalau hoax.

“Misalnya tentang hoax vaksin. Kita tanyakan keraguannya dimana?. Setelah tahu alasan seseorang menolak menggunakan vaksin, maka kemudian kita “sentuh” keraguannya dan kecemasannya dengan menyerang amigdala (bagian otak yang bertanggungjawab untuk mendeteksi rasa takut)”, ujar dia.

“Caranya dengan kita jelaskan manfaat penggunaan vaksin, kita redam ketakutannya dengan memberi informasi soal anjuran agama terkait vaksin. Jadi informasi ini menyerang amigdala, yang menurunkan ketakutan dan menjadikannya lebih rasional, sehingga yang sulit diterima lebih mudah masuk”, lanjut Berry.

Kaitan harapan dan ketakutan
Pakar Hubungan Sosial dari Universitas Indonesia Roby Muhamad menambahkan salah satu alasan seseorang mudah menerima informasi ialah karena berita yang didapatkan berkaitan dengan harapannya maupun ketakutannya.

“Dengan demikian, nilai-nilai yang dibawa dalam sebuah informasi, terkadang membuat penerimanya menjadi tidak rasional”, kata Roby.

Oleh karena itu, menurut roby, metode “menyerang” amigdala ini menjadi langkah yang patut dicoba untuk memerangi kabar bohong yang kian marak.

“Dengan catatan, kita tidak menyalahkan apa yang diyakini sebelumnya. Karena kalau sudah menghakimi nilai-nilai yang dianut, orang yang terpapar hoax malah akan defensif. Jadi dia tidak mau menerima informasi baru, tidak rasional dan lebih ke emosional”, tutup dia. (ant/Isa)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Nama Soekarwo Masuk Dewan Pembina Relawan Jokowi-Ma’ruf Amin

Penulis Kontroversi

DP Hanya  7,5 juta dan Angsuran 900 Ribuan, Ambil  Kesempatan Rumah Murah Bersubsidi Rp 150 Jutaan Di Kota Gresik

Penulis Kontroversi

Tim Asesor CASN Ikuti Briefing Aplikasi Penilaian WPFK

Penulis Kontroversi

Leave a Comment