Image default
Ekonomi Opini Politik & Pemerintahan

MIMPI MERDEKA DARI KEMISKINAN

Pemerintah sampai saat ini tidak memiliki program jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan. Karena dalam tradisi lima tahunan kepemimpinan, pemerintah hanya membuat program jangka pendek yang bisa dilaporkan. Hasilnya, program itu sifatnya hanya kuantitatif yakni memberi bantuan dan menyalurkannya. Implementasi sebenarnya ada program yang sifatnya jangka panjang seperti pemberian Dana Desa dan Land Reform (pemberian sertifikat kepada masyarakat). Program tersebut cukup revolusioner karena memberikan aset kepada Warga Negara Indonesia

Kontroversi Kemiskinan: Penurunan penduduk miskin di Jawa Timur tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Penyebabnya, sisa penduduk miskin yang tidak tertangani akan menjadi kelompok paling miskin di kemudian hari.

Badan Pusat Statistik mencatat, penurunan penduduk miskin tidak bergerak singnifikan dari tahun ke tahun. Jumlahnya tetap di angka 4 juta jiwa lebih sampai tahun 2018.

Pada bulan September 2017 jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 4,4 juta jiwa berkurang sebesar 211 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 sebesar 4,6 juta jiwa.

Pada bulan Maret 2018 jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 4,3 juta jiwa berkurang sekitar 72 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 4,4 juta jiwa.

Bagong Suyanto Pakar Kemiskinan dari Universitas Airlangga Surabaya menilai, berbagai program pemerintah provinsi Jatim untuk pengentasan kemiskinan hanya berdampak sesaat atau hanya memperpanjang daya tahan penduduk miskin. Bukan mengatasi akar kemiskinan.

Bagong mengatakan, menurunkan penduduk miskin dari tahun ke tahun memang semakin sulit. Sebab, sisa-sisa penduduk miskin yang belum tertangani, berikutnya akan masuk kelompok orang paling miskin. Mereka adalah buruh tani, buruh industri kecil, dan buruh nelayan.

“Tentu keadaan mereka tidak seperti lima tahun lalu yang masih sedikit produktif”, ujarnya. (16/8)

Menurut analisa Bagong, program penanganan kemiskinan yang dilakukan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, banyak yang bersifat amal karitatif (pemberian bantuan sesaat). Seperti subsidi angkut, kartu Indonesia pintar, kartu Indonesia sehat dan lain sebagainya.

“Program amal karitatif itu memang tujuannya bukan mengurangi orang miskin, tapi hanya mengurangi beban orang miskin. Program itu hanya memperpanjang daya tahan orang miskin”, ujarnya lebih lanjut.

Menurut Bagong, kantong kemiskinan di Jatim lebih kronis, dibandingkan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Jatim yang paling kronis terjadi di Sampang Madura dan tapal kuda.

Kantong kemiskinan di Sampang itu bisa jadi disebabkan karena kombinasi antara kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan.

Kemiskinan alamiah terjadi disebabkan karena sumber daya alam (SDA) yang terbatas. Misalnya tanahnya tandus dan pertanian jelek.

Beban kemiskinan mereka semakin kronis karena ulah segelintir orang yang tidak memberi kesempatan pada mereka untuk berbagi margin keuntungan. Para petani tidak lagi bisa menikmati hasil pertanian karena harus menjual murah hasil panen kepada tengkulak. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari mereka harus membeli beras lagi.

“Ini yang disebut kemiskinan yang dibuat. Dengan kondisi semacam ini masih ada yang menikmati margin keuntungan dari komoditas orang miskin. Mereka akhirnya menjadi korban kombinasi kemiskinan”, katanya.

Butuh Program Revolusioner
Menurut Bagong, mengatasi kemiskinan hingga ke akar-akarnya membutuhkan keberanian membuat program yang revolusioner. Di antaranya memberi aset produksi pada orang miskin dan membenahi pembagian margin keuntungan kepada orang miskin.

“Pemprov Jatim harus berani masuk pada program pemberdayaan daripada sekadar amal karitatif. Semua subsidi yang direalisasikan selama ini termasuk subsidi angkut itu sifatnya karitatif. Itu hanya membantu beban pengeluaran. Tidak mengatasi akar kemiskinan. Beras naik petani tetap miskin. Karena pembagian margin keuntungan tidak proporsional”, kata Bagong.

Bagong menilai, pemerintah sampai saat ini tidak memiliki program jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan. Karena dalam tradisi lima tahunan kepemimpinan, pemerintah hanya membuat program jangka pendek yang bisa dilaporkan. Hasilnya, program itu sifatnya hanya kuantitatif yakni memberi bantuan dan menyalurkannya.

“Karena program kuantitatif itu yang bisa dilaporkan”, katanya.

Menurut Bagong, sebenarnya ada program yang sifatnya jangka panjang seperti pemberian Dana Desa dan Land Reform (pemberian sertifikat kepada masyarakat). Program itu cukup revolusioner karena memberikan aset kepada warga negara.

“Tapi, program Dana Desa itu belum terlihat hasilnya karena masih beberapa tahun dan perlu dikawal betul”,katanya. (za)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Maknai Tasyakuran Tiga Pilar Peringati HUT TNI ke 74 di markas Koramil Cerme

Penulis Kontroversi

KPU Gresik Optimis Target 77,5 Persen Angka Partisipasi Pemilih Tercapai

Penulis Kontroversi

Camat Serahkan Piagam Penghargaan Kepada Desa Kedungsumber

Penulis Kontroversi

Leave a Comment