Image default
  • Home
  • Peristiwa
  • Tokoh Amungme Desak Pemerintah Cabut KLH Tailing Freeport
Peristiwa Politik & Pemerintahan

Tokoh Amungme Desak Pemerintah Cabut KLH Tailing Freeport

Tanpa persetujuan masyarakat Amungme-Kamoro pada akhirnya Menteri Lingkungan Hidup saat itu kemudian menandatangani KLH Freeport yang menyetujui pembuangan limbah tailing Freeport melalui aliran sungai hingga menimbulkan bencana lingkungan terbesar di Mimika saat ini dan beberapa generasi ke depan

Kontroversi Freeport – Tokoh masyarakat Amungme di Kabupaten Mimika, Papua, Yosep Yopi Kilangin mendesak pemerintah mencabut Kajian Lingkungan Hidup (KLH) soal pembuangan limbah tailing PT Freeport Indonesia melalui sungai ke wilayah dataran rendah Mimika.

Yopi Kilangin mengatakan KLH Freeport tahun 1996 yang menyetujui pembuangan limbah tailing melalui sungai menjadi malapetaka bagi masyarakat setempat, terutama masyarakat Suku Kamoro yang hidup di wilayah pesisir Mimika.

“Menurut kami, KLH itu harus dibatalkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo”, kata Yopi (07/08)

Mantan Ketua DPRD Mimika periode 2004-2009 itu mengisahkan bahwa masyarakat Amungme-Kamoro, dua suku asli Mimika, sejak awal menolak keras rencana Freeport untuk membuang limbah tailing dari pabrik pengolahan di Mil 74 Tembagapura melalui aliran Sungai Aijkwa dan Otomona ke wilayah dataran rendah Mimika.

Dukungan penolakan terhadap hal itu juga disuarakan oleh sejumlah LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup seperti Walhi dan lainnya.

Pada 1996 sejumlah tokoh perwakilan masyarakat Amungme-Kamoro diundang ke Jakarta guna membahas KLH terutama terkait pembuangan limbah tailing.

Tanpa persetujuan masyarakat Amungme-Kamoro pada akhirnya Menteri Lingkungan Hidup saat itu kemudian menandatangani KLH Freeport yang menyetujui pembuangan limbah tailing Freeport melalui aliran sungai hingga menimbulkan bencana lingkungan terbesar di Mimika saat ini dan beberapa generasi ke depan.

“Saya ingat saat itu begitu mengetahui KLH itu sudah ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup, saya menangis keluar dari Gedung DPR RI. Sebab ini menjadi malapetaka bagi kami orang Amungme-Kamoro. Ternyata itu benar”, katanya.

Dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun setelah KLH yang menyetujui pembuangan limbah tailing Freeport melalui aliran Sungai Aijkwa dan Otomona, kini ribuan hektare kawasan hutan di wilayah dataran rendah Mimika lenyap dan berubah wajah menjadi padang pasir raksasa.

Endapan limbah tailing Freeport yang semakin meninggi itu kini membuat sungai-sungai mengalami pendangkalan yang menghambat arus lalu lintas masyarakat dan secara otomatis menghilangkan area mata pencaharian masyarakat lokal yang sangat bergantung pada ekosistem sungai seperti ikan, kepiting, siput, udang dan lainnya.

Berkaca dari kondisi itu Yopi Kilangin meminta pemerintah segera menyusun KLH baru terkait mekanisme pembuangan limbah tailing Freeport dengan meminta usul, saran dan masukan dari semua pihak termasuk masyarakat setempat.

“Pemerintah harus dengar suara masyarakat karena kami yang menerima dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu. Sebagai orang yang hidup di lingkungan yang terkena dampak dari tailing Freeport ini, kami minta pemerintah membatalkan KLH sebelumnya karena benar-benar membuat kami masyarakat Amungme dan Kamoro menjadi korban”, tutur Yopi Kilangin.

Belum lama ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan pemerintah mempermasalahkan pembuangan limbah PT Freeport Indonesia dan dampaknya kepada lingkungan.

“Jadi ada perubahan-perubahan yang harus mereka lakukan, terutama yang disoroti oleh publik adalah soal pembuangan limbah di laut. Saya pasti fokus di ekosistem di lautnya, terutama ke wilayah-wilayah penempatan pembuangan limbah yang sekarang ada”, kata Siti di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurutnya terdapat 48 sanksi yang telah dijatuhkan kepada Freeport, di mana 35 sanksi telah selesai.

“Lalu 13 sedang disiapkan. Kemungkinan tujuh sudah bisa diselesaikan, sedang dibahas-bahas lagi, sedikit lagi”, ujar Siti.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjelaskan PT FI menimbulkan kerugian negara sebesar Rp185 triliun akibat pembuangan limbah.

Total kerugian itu terbagi dalam tiga wilayah terdampak yakni “Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) dengan nilai ekosistem yang dikorbankan Rp10,7 triliun, estuari Rp8,2 triliun dan laut Rp166 triliun.

Perhitungan yang dilakukan oleh tenaga ahli Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menemukan PT FI telah menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional penambanganan di sungai, hutan, estuari, dan bahkan mencapai kawasan laut. (es)


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Ngontel Bareng Bersama OTW

Penulis Kontroversi

KPK Diminta Ambil Alih Penanganan Dugaan Kasus Tipikor di Bulukumba

Penulis Kontroversi

Pemerintah Siapkan Aturan Baru Pungutan Ekspor Sawit

Penulis Kontroversi

Leave a Comment