Image default
  • Home
  • Opini
  • Pemberantasan Korupsi di Era Pemerintahan Jokowi
Opini

Pemberantasan Korupsi di Era Pemerintahan Jokowi

Pada era tiga tahun pemerintahan Jokowi, Indonesia masih belum keluar dari zona negara terkorup di dunia. Opini Emerson Yuntho ini menandai peringatan hari anti korupsi sedunia.

Sejumlah survei menunjukkan terjadi peningkatan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dalam kurun tiga tahun terakhir. Kepuasaan publik umumnya muncul pada bidang pembangunan infrastruktur, politik dan keamanan serta kesejahteraan sosial.

Namun demikian muncul pula ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jokowi terutama pada bidang pemberantasan korupsi. Usaha memerangi dan mencegah korupsi bukan tidak ada, namun belum menunjukkan level yang serius dan komitmen yang kuat sehingga terkesan berjalan lamban dan hasilnya jauh dari harapan.

Program pemberantasan korupsi tampaknya bukan prioritas utama pemerintahan Jokowi. Dua tahun pertama Jokowi lebih memprioritaskan lahirnya sejumlah paket kebijakan ekonomi dan konsolidasi partai politik pendukung pemerintah. Paket kebijakan reformasi hukum dan pemberantasan korupsi maupun pungutan liar (pungli) baru dilaksanakan menjelang tahun ketiga pemerintahan.

Emerson Yuntho adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2001. Bergabung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak tahun 2002 dan saat ini menjabat sebagai Kordinator Divisi Penggalangan Dana Publik ICW. Memiliki ketertarikan untuk isu hukum dan peradilan serta pemberantasan korupsi.

Kinerja pemberantasan korupsi era Presiden Jokowi dalam tiga tahun terakhir justru tenggelam akibat sejumlah kegaduhan dibidang hukum khususnya upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mulai dari kriminalisasi terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto selaku pimpinan KPK hingga penyerangan terhadap Novel Baswedan, penyidik KPK. Jokowi juga tersandera mayoritas partai politik pendukungnya di parlemen yang berupaya melemahkan KPK melalui rencana Revisi UU KPK maupun pembentukan Pansus Hak Angket KPK.

Sebagai tangan kanan Pemerintahan Jokowi, kinerja Kejaksaan dibawah Jaksa Agung HM Prasetyo – mantan politisi dari Partai Nasdem- dalam memerangi korupsi jauh dari memuaskan. Meski pihak Kejaksaan mengklaim menyelamatkan uang negara hingga Rp 1,5 triliun dan menangani ribuan kasus korupsi, namun secara kualitas tidak banyak kasus korupsi kelas kakap yang terungkap oleh institusi ini. Kinerja Kejaksaan jauh dibawah pencapaian KPK yang berhasil mengungkap skandal korupsi kelas kakap seperti proyek E-KTP, dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia dan puluhan operasi tangkap tangan terhadap pelaku korupsi yang berasal dari kepala daerah, anggota parlemen, aparat pemerintah dan penegak hukum.

Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Suharto dan keluarganya diyakini menilap uang negara antara 15 hingga 35 miliar US Dollar atau sekitar 463 trilyun Rupiah. Jendral bintang lima ini lihai menyembunyikan kekayaannya lewat berbagai yayasan atau rekening rahasia di luar negeri. Hingga kini kekayaan Suharto masih tersimpan rapih oleh keluarga Cendana

Ferdinand Marcos banyak menilap uang negara selama 21 tahun kekuasaanya di Filipina. Menurut Transparency International, ia mengantongi setidaknya 10 milyar US Dollar. Terutama isterinya, Imelda, banyak menikmati uang haram tersebut dengan mengoleksi lebih dari 3000 pasang sepatu. Imelda kini kembali aktif berpolitik dan ditaksir memiliki kekayaan sebesar 22 juta USD

Menjadi suram
Citra antikorupsi pemerintahan Jokowi menjadi suram setelah sejumlah kementerian dan lembaga dibawah Jokowi tersandung kasus korupsi seperti di Direktorat Pajak, Kejaksaan, Kementrian Perhubungan dan Kementerian Desa. Selain itu sedikitnya 18 kepala daerah tertangkap tangan oleh KPK karena terlibat korupsi. Pemberian remisi atau pengurangan masa tahanan untuk koruptor masih terjadi di era pemerintahan Jokowi meskipun kebijakan ini dinilai tidak mendukung pemberantasan korupsi.

Pemerintahan Jokowi juga belum menyelesaikan regulasi yang mendukung pemberantasan korupsi seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai. Sejumlah kebijakan antikorupsi seperti Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi seringkali terlambat diterbitkan dan minim evaluasi pelaksanaannya.

Pada era tiga tahun pemerintahan Jokowi, Indonesia masih belum keluar dari zona negara terkorup di dunia berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang dikeluarkan oleh Tranparency International. Dengan skor terendah 0 dan tertinggi 100, pada tahun 2015 skor CPI Indonesia adalah 36 dan menempati posisi 88 dari 168 negara. Pada tahun 2016, skor CPI Indonesia hanya meningkat satu poin menjadi 37 dan berada pada urutan ke-90 dari 176 negara. Posisi Indonesia berada jauh dibawah tetangganya di ASEAN seperti Singapura dan Malaysia.

Suharto punya cara jitu mendulang harta haram. Ia mendirikan yayasan untuk berbinis dan mendeklarasikannya sebagai lembaga sosial agar terbebas dari pajak. Dengan cara itu ia mencaplok perusahaan-perusahaan mapan yang bergerak di bisnis strategis, seperti perbankan, konstruksi dan makanan. Menurut majalah Time, Suharto menguasai 3.6 juta hektar lahan, termasuk 40% wilayah Timor Leste

Tidak hanya menghindari pajak, yayasan milik keluarga Cendana juga mendulang rejeki lewat dana sumbangan paksaan. Cara-cara semacam itu tertuang dalam berbagai keputusan presiden, antara lain Keppres No. 92/1996 yang mewajibkan perusahaan atau perorangan menyetor duit sebesar 2% dari penghasilan tahunan. Dana yang didaulat untuk keluarga miskin itu disetor ke berbagai yayasan Suharto.

Masa kerja pemerintahan Jokowi saat ini kurang dari dua tahun dan masih terbuka peluang bagi Jokowi untuk memperbaiki diri. Program pemberantasan korupsi harus menjadi agenda prioritas yang harus diselesaikan dan tidak sekedar upaya pencitraan semata. Jokowi sebaiknya melakukan evaluasi dan perbaikan atas kebijakan antikorupsi yang pernah disusun. Mempercepat agenda perbaikan internal lembaga penegak hukum dan jika perlu mengganti para pembantu Presiden yang tidak sejalan dengan program kerjanya.

Jokowi harus menjadikan KPK sebagai kawan seperjuangan dalam memberantas korupsi dan mengungkap kasus korupsi kelas kakap. Upaya penguatan terhadap KPK dan kinerja pemberantasan korupsi harus diwujudkan secara konkret dan memastikan tidak ada lagi upaya pelemahan terhadap KPK melalui segala cara seperti kriminalisasi, Revisi UU KPK maupun hasil rekomendasi Pansus Hak Angket dari DPR.


There is no ads to display, Please add some

Related posts

Rotasi Polisi: Akankah Menjawab Masalah ?

admin

Joko Widodo-Ma’ruf Amin Mempunyai Peluang Menang Lebih Besar

Penulis Kontroversi

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Keniscayaan Melawan Ancaman Kekerasan Seksual

admin

Leave a Comment